Antara Dosa dan Kemurahan Allah Swt

Antara Dosa dan Kemurahan Allah Swt


Hikmah Kelima Puluh Satu

لَا يَعْظُمُ الذَّنْبُ عِنْدَكَ عَظَمَةً تَصُدُّكَ عَنْ حُسْنِ الظَّنِّ بِالله تَعَالَى. فَإِنَّ مَنْ عَرَفَ رَبّهُ اسْتَصْغَرَ فِي جَنْبِ كَرَمِهِ ذَنْبَهُ

“Janganlah engkau mengganggap besar dosa yang engkau lakukan, sehingga hal itu menghalangimu untuk berbaik sangka kepada Allah Swt. Sesungguhnya barangsiapa yang mengenal Tuhannya, maka dia akan memandang kecil dosanya jikalau dibandungkan dengan kemuliaan-Nya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jangan sampai Anda menganggap besar dosa yang Anda lakukan, sehingga membuat Anda berburuk sangka kepada-Nya; padahal Dia adalah Zat yang Maha Pengampun dan Maha penerima taubat hamba-Nya. Ketaatan yang Anda lakukan tidak akan menambah kemuliaan-Nya, dan maksiat yang Anda kerjakan tidak akan mengurangi kekuasaa-Nya. Dia tetaplah Tuhan yang Maha Esa dan Penguasa segala sesuatu. 

Jikalau Anda mengenal-Nya, maka Anda tidak akan putus asa dengan rahmat-Nya. Dosa yang Anda lakukan itu masih kecil jikalau dibandingkan dengan rahmat-Nya yang Maha Luas. Tidak ada dosa yang tidak diampuni di hadapan-Nya, kecuali syirik. 

Akan tetapi jikalau Anda menganggap dosa itu besar, agar Anda menjauhinya dan tidak melakukannya, serta tidak meragui ke-Maha Pengampunan-Nya, maka itu tentu lebih baik dan lebih utama, dan memang begitulah seharusnya yang Anda lakukan. Dosa yang membuat Anda bertaubat dan kembali kepada-Nya adalah rahmat yang besar bagi Anda

Tanda Kematian Hati

Tanda Kematian Hati


 Hikmah Kelima Puluh

مِنْ عَلَامَاتِ مَوْتِ الْقَلْبِ عَدَمُ الْحُزْنِ عَلَى مَا فَاتَكَ مِنَ الْمُوَافِقَاتِ وَتَرْكُ النَّدَمِ عَلَى مَا فَعَلْتَهُ مِنْ وُجُوْدِ الزَّلَّاتِ

“Di antara tanda kematian hati adalah engkau tidak bersedih ketika melewatkan ketaatan, dan tidak menyesal ketika melakukan kemaksiatan.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Di antara tanda kematian hati adalah ketika Anda tidak bersedih melewatkan moment-moment ketaatan yang diberikan oleh Allah Swt. Ketika Anda diberikan waktu untuk mengerjakan shalat, maka Anda melewatkannya begitu saja. Ketika Anda diberi kesempatan bersedekah atau berzakat, maka Anda melewatkannya begitu saja. Ketika Anda diberi kesempatan menunaikan haji, maka Anda melewatkannya begitu saja. Dan masih banyak lagi contoh ibadah yang Anda lewatkan; padahal ia sudah berada di hadapan mata. 

Kematian hati yang dimaksud disini adalah tidak adanya rasa cinta kepada-Nya, rasa rindu menghampiri-Nya dan ingin selalu bermunajat kepada-Nya. Jikalau ini dibiarkan, maka ia akan mencapai tingkat kronis, yang membuat Anda tidak sensitif lagi dengan kemaksiatan dan ketaatan. 

Jikalau hati sudah mati, maka Anda tidak akan menyesal ketika berzina, atau mencuri, atau membunuh, atau perbuatan maksiat lainnya. Hati Anda sudah mati, dan tidak ada lagi cahaya keimananannya. Keadaan seperti ini merupakan tanda, bahwa Anda berada di jurang kekufuran. Selamatkanlah diri Anda segera, yaitu dengan menjalankan ketaatan kepada-Nya

Lalai Berzikir

Lalai Berzikir


Hikmah Keempat Puluh Sembilan

لَا تَتْرُكِ الذِّكْرَ لِعَدَمِ حُضُوْرِكَ مَعَ اللهِ فِيْهِ, لِأَنَّ غَفْلَتَكَ عَنْ وُجُوْدِ ذِكْرِهِ أَشَدُّ مِنْ غَفْلَتِكَ فِي وُجُوْدِ ذِكْرِهِ. فَعَسَى أَنْ يَرْفَعَكَ مِنْ ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ غَفْلَةٍ إِلَى ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ يَقِظَةٍ, وَمِنْ ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ يَقِظَةٍ إِلَى ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ حُضُوْرٍ, وَمِنْ ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ حُضُوْرٍ إِلَى ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ غَيْبَةٍ عَمَّا سِوَى الْمَذْكُوْرِ. وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللهِ بِعَزِيْزٍ. 

“Janganlah engkau meninggalkan zikir karena tidak bisa konsentrasi mengingat Allah Swt ketika melakukanya, karena kelalainmu ketika tidak berzikir jauh lebih buruk dari kelalaianmu ketika berzikir. Mudah-mudahan Dia mengangkatmu dari zikir yang masih disertai kelalaian menuju zikir yang disertai konsentrasi, dari zikir yang disertai konsentrasi menuju zikir yang disertai semangat kehadiran-Nya, dari zikir yang disertai semangat kehadiran-Nya menuju zikir yang meniadakan segala sesuatu selain diri-Nya. Dan itu tidaklah sulit bagi-Nya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Janganlah Anda meninggalkan zikir, karena Anda tidak bisa konsentrasi mengingat-Nya, baik karena pekerjaan maupun urusan-urusan dunia lainnya. Jikalau Anda menyangka, bahwa apa yang Anda lakukan tidak bermamfaat sama sekali, maka itu adalah sebuah kesalahan besar. 

Tidak. Sekali lagi tidak. Jangan meninggalkannya. Jikalau Anda berzikir; walaupuan hati Anda tidak bisa konsentrasi, itu jauh lebih baik daripada Anda tidak berzikir sama sekali. Perbedaannya bagaikan langit dan bumi, bagaikan dua orang yang punggungnya berhadap-hadapan dan mukanya saling menjauh. 

Ketika seseorang meninggalkan zikir, berarti ia meninggalkannya secara keseluruhan. Tidak ada kebaikan yang diperolehnya dan pahala yang didapatkannya. Sedangkan orang yang berzikir; walaupun hatinya masih lalai, ia masih berhak mendapatkan pahala, terutama pahala beribadah. Orang yang mendapatkan sebahagian keutamaannya tentu lebih baik dari orang yang tidak mendapatkannya sama sekali. 

Berdasarkan Matan ini, kita bisa mengetahui bahwa zikir itu ada tingkatannya: 

  • -Zikir tanpa konsentrasi hati (Adz-Zikr Ma’a Wujud Ghaflah)
  • -Zikir dengan konsentrasi (Adz-Zikr Ma’a Yaqizhah)
  • -Zikir dengan semangat kehadiran-Nya (Adz-Zikr Ma’a Hudhur)
  • -Zikir dengan meniadakan segala selain-Nya (Adz-Zikr Ma’a Ghaibah)


Jikalau Anda masih berzikir dan konsisten menjalankannya, maka mudah-mudahan Dia mengangkat derajat Anda menuju zikir yang disertai konsentrasi. Setelah itu, mudah-mudahan Dia mengangkat Anda menuju zikir yang disertai semangat kehandiran-Nya. Setelah itu, mudah-mudahan Dia mengangkat Anda menuju zikir yang meniadakan segala selain-Nya. Menaikkan Anda dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya, bukanlah sesuatu yang sulit bagi-Nya. Hanya dengan “Terjadilah”, maka apa yang diinginkan-Nya akan terjadi. 

Allah Swt sengaja membuat tahapan-tahapan ini, karena seorang hamba tidak akan mampu mencapai tingkatan tertinggi, kecuali melalui tingkatan sebelumnya. Ada banyak hikmah yang bisa Anda dapatkan di dalamnya. 

Ketika, misalnya, Anda menhentikan zikir, karena tidak kunjung mampu berkonsentrasi, maka lama-kelamaan hati Anda akan dipenuhi kegelapan dan karat, sehingga jikalau tidak dibersihkan, maka cahaya hati akan padam dan dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam kekufuran. 

Selama Anda masih mempertahankan ritme zikir, maka Dia akan membantu Anda dan mengembalikan konsentrasi yang Anda harapkan. Lama-kelamaan Anda akan mendapatkan tingkatan tertinggi di kalangan para Sufi, dan itu masih di bawah tingkatan para Nabi dan Rasul. 

Keadaan Spritual yang Baik

Keadaan Spritual yang Baik


Hikmah Keempat Puluh Delapan

حُسْنُ الْأَعْمَالِ نَتَائِجُ حُسْنِ الْأَحْوَالِ, وَحُسْنُ الْأَحْوَالِ مِنَ التَّحَقُّقِ فِي مَقَامَاتِ الْإِنْزَالِ

“Amal kebajikan merupakan hasil keadaan spritual yang baik, dan keadaan spritual yang baik merupakan perwujudan dari kedudukan yang diberikan oleh Allah Swt.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Amal kebajikan yang tampak dari perbuatan-perbuatan anggota badan merupakan konklusi dari keadaan spritual yang baik, yang letaknya di dalam hati. Barangsiapa yang keadaan hatinya baik, maka itu akan terpancar dari amalannya. Dan barangsiapa yang keadaan hatinya buruk, maka itu juga akan terpancar dari amalannya. Orang yang baik adalah orang yang baik keadaan hatinya. Dan orang yang buruk adalah orang yang buruk keadaan hatinya. Keduanya saling terikat dan ada korelasinya. 

Keadaan hati yang baik hanya bisa didapatkan jikalau tahapan-tahapan menuju Allah Swt dilakukan. Jikalau, misalnya, bertaubat, maka bertaubautlah dengan benar. Jauhilah semua larangan-Nya, dan jalankan semua perintah-Nya. Jikalau berada di tahapan sabar, maka bersabarlah dengan baik, dan pertahankan keadaan itu terus-menerus. Jangan mentang-mentang berada di tahapan sabar, maka kita boleh melanggar maksiat. Itu sama sekali tidak dibenar. Satu tahapan dengan tahapan lainnya saling berhubungan. 

Hati akan semakin terang dan bercahaya setiap kali kita berhasil melaluinya dengan baik

Sedikit dan Banyaknya Amalan

Sedikit dan Banyaknya Amalan


Hikmah Keempat Puluh Tujuh

مَا قَلَّ عَمَلٌ بَرَزَ مِنْ قَلْبٍ زَاهِدٍ, وَلَا كَثُرَ عَمَلٌ بَرَزَ مِنْ قَلْبٍ رَاغِبٍ

“Tidak bisa disebut sedikit, amalan yang bersumber dari hati yang zuhud. Dan tidak bisa disebut banyak, amalan yang bersumber dari hati yang tamak.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

{Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Walaupun amalan yang Anda lakukan itu sedikit, namun dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan jauh dari nilai-nilai kesyirikan, maka pada hakikatnya Anda telah melakukan sesuatu yang besar dengan pahala yang besar pula. Nilai sebuah ibadah adalah kwilitasnya, bukan kuantitasnya. Berapa banyak orang yang beribadah siang dan malam, namun tidak ada pahala yang didapatkannya, karena semua itu dilakukannya tidak ikhlas dan jauh dari nilai-nilai ketuhanan. 

Walaupun amalan yang Anda lakukan itu banyak, namun tidak ikhlas dan mengandung nilai-nilai kesyirikan, maka pahala yang Anda dapatkan adalah nol besar, bahkan sia-sia belaka. Ibadah yang Anda lakukan untuk selain-Nya, maka Dia berlepas diri darinya. Ibadah itu sesuai niatnya. Jikalau niatnya untuk Allah Swt, maka Dia akan membalasnya. Jikalau niatnya untuk dunia, maka ia akan mendapatkannya, dan tentunya itupun atas seizin-Nya. 

Banyaknya amalan belum tentu menunjukkan banyaknya pahala. Dan sedikitnya amalan belum tentu menunjukkan sedikitnya pahala. Timbangannya adalah keikhlasan dan kesesuainnya dengan tuntutan Rasulullah Saw.