Antara Dua Kelompok Pencari Allah Swt

Antara Dua Kelompok Pencari Allah Swt


Hikmah Keenam Puluh Satu

قَطَعَ السَّائِرُوْنَ لَهُ وَالْوَاصِلُوْنَ إِلَيْهِ عَنْ رُؤْيَةِ أَعْمَالِهِمْ وَشُهُوْدِ أَحْوَالِهِمْ. أَمَّا السَّائِرُوْنَ فَلِأَنَّهُمْ لَمْ يَتَحَقَّقُوْا الصِّدْقَ مَعَ اللهِ فِيْهَا, وَأَمَّا الْوَاصِلُوْنَ فَلِأَنَّهُ غَيَّبَهُمْ بِشُهُوْدِهِ عَنْهَا

“Allah Swt membuat orang-orang yang sedang berjalan menuju-Nya dan orang-orang yang telah sampai kepada-Nya, tidak mampu melihat amalan-amalan mereka dan menyaksikan keadaan-keadaan mereka. Jikalau orang-orang yang sedang berjalan menuju-Nya, karena mereka belum mewujudkan kejujuran bersama-Nya di dalam hati mereka. Sedangkan orang-orang yang sampai kepada-Nya, karena mereka sibuk menyaksikan-Nya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Allah Swt membuat orang-orang yang sedang berjalan menuju-Nya tidak mampu melihat amalan-amalan mereka dan keadaan-keadaan mereka sendiri, karena mereka belum mewujudkan kejujuran bersama Allah Swt di dalam hatinya. Amalan-amalan yang dikerjakannya masih disusupi oleh unsur-unsur duniawi, sehingga tidak layak dibanggakan atau dijadikan pegangan.

Dia juga melakukan hal sama kepada orang-orang yang telah sampai kepada-Nya, hanya saja alasannya berbeda. Mereka tidak mampu melihat amalan-amalannya dan keadaan-keadaan yang dialaminya, karena mereka larut dalam penyaksian-Nya dan beribadah menyembah-Nya

Ketaatan Merupakan Karunia Allah Swt

Ketaatan Merupakan Karunia Allah Swt


Hikmah Keenam Puluh

لَا تُفْرِحْكَ الطَّاعَةُ لِأَنَّهَا بَرَزَتْ مِنْكَ, وَافْرَحْ بِهَا لِأَنَّهَا بَرَزَتْ مِنَ اللهِ إِلَيْكَ. قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ وَبِذَلِكَ فَالْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ

“Janganlah engkau bahagia, karena engkau bisa melakukan ketaatan. Berbahagialah karena ia adalah karunia Allah Swt untukmu. Katakanalah, dengan karunia-Nya dan rahmat-Nya, maka hendaklah kalian berbahagia. Itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Janganlah Anda merasa senang, karena Anda telah melakukan ketaatan yang merupakan sumber kebahagiaan hakiki. Ini merupakan sifat egoisme dan merasa hebat. Semua yang Anda lakukan itu adalah atas kehendak-Nya. 

Oleh karena itu, berbahagialah karena Dia telah memberikanmu nikmat ketaatan, sehingga Anda bisa mengerjakan shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat, menunaikan haji dan sebagainya.. Jikalau bukan karena karunia-Nya, maka Anda tidak akan bisa melakukan semua itu. 

Sebagai hamba, seharusnya kita melihat-Nya dalam segala perbuatan yang kita lakukan, bukan melihat kepada diri sendiri. Jikalau melihat-Nya, maka kita akan merasa hina dan kecil, serta tidak mampu melakukan apapun. Sedangkan jikalau kita melihat kepada diri sendiri, maka kita akan congkak dan sombong. Kita merasa, seolah-olah semua ketaatan itu adalah jerih payah sendiri, tidak ada intervensi siapapun. Ini adalah sebuah kesalahan besar dan harus dibuang sejauh-jauhnya.

Cahaya, Mata Hati dan Hati

Cahaya, Mata Hati dan Hati


Hikmah Kelima Puluh Sembilan

النُّوْرُ لَهَا الْكَشْفُ, وَالْبَصِيْرَةُ لَهُ الْحُكْمُ, وَالْقَلْبُ لَهُ الْإِقْبَالُ وَالْإِدْبَارِ

“Cahaya mampu membuka, mata hati mampu memberikan penilaian, hati mampu menghadap dan membelakangi.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Cahaya yang diberikan oleh Allah Swt kepada hati orang-orang yang beriman mampu menyingkap berbagai hakikat rahasia yang ada di alam semesta ini. Ketika ada suatu kejadian yang tabu di mata manusia, maka ia bisa mengungkap hikmah yang ada di baliknya. Dan itu hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang bersih hatinya. 

Mata hati mampu menilai sesuatu sesuai dengan kadar sebenarnya. Jikalau sesuatu itu benar, maka ia akan mengatakannya benar. Jikalau ia salah, maka ia akan mengatakannya salah. Mata hati itu tidak pernah berdusta. Jikalau, misalnya, Anda meragui sesuatu atau bimbang melakukannya, maka tanyalah mata hati Anda. Ia akan menjawabnya dengan jujur, dan tidak akan pernah berbohong. 

Sedangkan hati, ia selalu mengalami fluktuasi. Kadang-kadang tajam, dan kadang-kadang majal. Jikalau sedang bercahaya, maka ia bisa menyingkap hikmah dan rahasia yang ada di balik sesuatu. Dan ia hanya bisa diasah dengan ketaatan dan amal-amal shaleh. 

Jikalau ia sedang gelap, maka tidak ada sesuatupun rahasia yang bisa ditangkapnya. Ini adalah efek maksiat dan dosa yang dilakukannya. Semakin tebal debunya, maka akan semakin tertutup hatinya dari cahaya Allah Swt.  

Pasukan Hati dan Pasukan Nafsu

Pasukan Hati dan Pasukan Nafsu


Hikmah Kelima Puluh Delapan

النُّوْرُ جُنْدُ الْقَلْبِ كَمَا أَنَّ الظُّلْمَةَ جُنْدُ النَّفْسِ. فَإِذَا أَرَادَ اللهُ أَنْ يَنْصُرَ عَبْدَهُ أَمَدَّهُ بِجُنُوْدِ الْأَنْوَارِ وَقَطَعَ عَنْهُ مَدَدَ الظُّلْمِ وَالْأَغْيَارِ

 “Cahaya adalah tentara hati; sebagaimana kegelapan adalah tentara nafsu. Jikalau Allah Swt ingin menolong hamba-Nya, maka Dia membantunya dengan tentara-tentara cahaya dan memutuskan darinya bantuan kegelapan dan makkluk lainnya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Cahaya yang diberikan oleh Allah Swt kepada para hamba-Nya yang cintai-Nya adalah tentara hati yang bisa digunakan untuk mengenal-Nya dan menyaksikan keagungan-Nya. Jikalau hati seorang hamba dipenuhi cahaya-Nya, maka ia akan mampu menyaksikan berbagai rahasia di balik ciptaan-Nya yang menunjukkan kekuasaan-Nya. 

Ketika ia menyaksikan alam yang terbentang luas, maka ia menyadari bahwa luasnya alam ini dan keindahannya menunjukkan ke-Maha Kuasaan Zat yang menciptakannya. Apapun yang ada di dunia ini adalah ayat-ayatNya yang menunjukkan eksistensi-Nya. Cahaya hati akan selalu menuntunnya menuju kebaikan. 

Sebaliknya, jikalau hatinya dipenuhi kegelapan, maka ketahuilah bahwa itu adalah tentara nafsu yang akan selalu menggiringnya menuju kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan keji. Jikalau tidak segera dibersihkan, maka ia akan menguasai hati dan tidak akan membiarkannya berbuat kebaikan, sehingga hidupnya akan selalu dipenuhi kesengsaraan. 

Jikalau Allah Swt ingin menolong hamba-Nya, maka Dia akan memberikannya cahaya yang akan memutuskannya dari segala kezhaliman dan perbuatan maksiat.

Cahaya

Cahaya


Hikmah Kelima Puluh Tujuh

الْأَنْوَارُ مَطَايَا الْقُلُوْبِ وَالْأَسْرَارِ

“Cahaya adalah kenderaan hati dan segala rahasia.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Cahaya yang berasal dari Allah Swt adalah tunggangan hati dan segala rahasia. Barangsiapa yang mendapatkan cahaya-Nya, maka hatinya akan selalu berjalan menuju-Nya dan mengenal hakikat di balik berbagai rahasia. 

Orang yang berhasil mendapatkan cahaya-Nya, maka kehidupannya akan dipenuhi ketenangan dan kebahagiaan. Dalam kehidupannya, dia tidak mengenal keluh kesah dan putus asa. Segala kebaikan yang dirasakannya atau keburukan yang menimpanya, ia bisa menyibak hikmah di baliknya. 

Itulah kehidupan sebenarnya. Ia tidak larut begitu saja dalam aliran deras keindahan dunia. Ia menyadari, bahwa semua ketentuan hamba-Nya adalah kebaikan; walaupun lahirnya bencana