Orang yang Arif

Orang yang Arif


Hikmah Ketujuh Puluh Delapan

مَا الْعَارِفُ مَنْ أَشَارَ وَجَدَ الْحَقَّ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ إِشَارَتِهِ, بَلِ الْعَارِفُ مَنْ لَا إِشَارَةَ لَهُ لِفَنَاءِهِ فِي وُجُوْدِهِ وَانْطِوَائِهِ فِي شُهُوْدِهِ

“Tidak bisa disebut orang yang Arif, seseorang yang jikalau memberi isyarat, maka ia merasa mendapati Allah Swt lebih dekat kepadanya dari isyaratnya. Akan tetapi orang yang Arif adalah orang yang tidak memberikan isyarat karena fana dalam wujud-Nya dan larut dalam penyaksian-Nya.”  


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Tidak bisa disebut orang yang Arif dan bijaksana, seseorang yang apabila ditunjukkan sesuatu yang menunjukkan Allah Swt, maka ia merasa lebih dekat kepada-Nya karena merasakan kehadiran-Nya. Misalnya, ketika Anda mengungkapkan bahasa-bahasa kiasan yang menunjukkan eksistensi-Nya, maka itu bukan berarti Anda termasuk orang-orang yang Arif. Kata-kata hikmah yang biasanya keluar dari mulut Ahli Hikmah atau para Shalihin adalah efek kedekatannya dengan sang Pencipta, bukan buatan semata. 

Jikalau Anda perhatikan perkembangan sastra di dunia ini, berapa banyak di antara mereka yang mampu membuat kata-kata indah dan syair-syair menawan, namun aqidahnya tidaklah lurus, bahkan tidak benar. 

Orang yang Arif adalah orang yang larut dalam wujud-Nya. Sekali lagi penulis tegaskan, bahwa ini bukanlah berarti Wihdatul Wujud, yang merupakan sebuah faham sesat dalam Tasawuf. Ini adalah larutnya seorang hamba dalam ibadahnya dan merasa nikmat menjalankannya. 

Jikalau seorang hamba telah mencapai tingkatan ini, maka ia akan mampu mengeluarkan kata-kata indah dan bijaksana dengan sendirinya, bukan dipaksa-paksakan. Ibarat seseorang yang sedang jatuh cinta, kata-kata yang keluar dari lisannya adalah kata-kata romantis yang ia sendiri bingung; bagaimana bisa kata-kata itu keluar dari lisannya. 

Cinta dan kerinduan memang bisa membuat seseorang yang tidak mengenal syair menjadi penyair ulung, membuat seorang penakut menjadi pemberani. Dan itulah efek yang dirasakan oleh orang-orang yang larut dalam penyaksian-Nya, yaitu kebijaksanaan/kearifan.