Riya

Riya


 Hikmah Keseratus Enam Puluh Dua

Riya

رُبَمَا دَخَلَ عَلَيْكَ الرِّيَاءُ مِنْ حَيْثُ لَا يَنْظُرُ الْخَلْقُ إِلَيْكَ

“Bisa jadi riya itu menyusup ke dalam dirimu dari arah yang tidak terlihat oleh para makhluk.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Riya adalah salah satu bentuk kesyirikan yang dibenci oleh Allah Swt. Ia tidak tampak jikalau dilihat dengan mata telanjang, namun ia bisa dirasakan oleh pelakunya sendiri. Sikap ini harus dijauhkan dan dihindari oleh setiap hamba, agar amalan yang dikerjakannya tidak sia-sia dan beterbangan layaknya debu ditiup angin. 

Riya ini biasanya akrab dengan sikap menampakkan ibadah atau ketaatan di hadapan orang banyak. Misalnya, ketika Anda shalat, maka Anda sengaja mengerjakannya di hadapan khalayak ramai dengan penuh kekhusyuan dan dipanjangkan waktunya, agar mereka mengira Anda orang shaleh yang layak dicontoh dan dihormati. 

Namun ada satu sikap yang lebih sulit lagi dicerna, yaitu ketika Anda menghindari riya justru untuk riya. Apakah Anda bisa memahaminya?

Jikalau belum, begini gambarannya. Ketika Anda mengerjakan shalat, Anda sengaja menghindari khalayak agar tidak disangka riya. 

Kemudian Anda sengaja berkhalwat dan menyendiri, namun di balik semua itu Anda justru ingin dilihat orang lain dan dipuji. Anda ingin menjadi buah bibir manusia: “Lihatlah si Fulan bin Fulan. Ia sangat rajin beribadah dan berkhalwat. Kita memang tidak menyaksikan ibadahnya di depan umum, karena ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi.” 

Jikalau ada rasa ingin dipuji di baliak khalwat yang Anda lakukan, maka disanalah riya yang tidak dilihat oleh khalayak. Justru sikap ini lebih 

berbahaya lagi dari riya yang dilakukan di hadapan orang banyak. Jikalau Anda tidak segera menyadarinya, maka Anda akan larut di dalamnya. Akhirnya, amal ibadah yang Anda kerjakan akan sia-sia belaka. Apalah gunanya amalan yang tidak ada nilainya sama sekali di hadapan sang Khalik?!

Berhati-hatilah. Jangan sampai Anda masuk ke dalam perangkat setan.