Bakti Kepada Kedua Orangtua

Bakti Kepada Kedua Orangtua


Abu Bakar al-Thurthusy menceritakan tentang Haywah bin Syuraih; salah seorang Imam kaum Muslimim. Suatu hari, ketika ia sedang berada di Halaqah Ilmu yang diasuhnya, mengajar murid-muridnya, Ibunya memanggil dan berkata: 

"Wahai Haywah, (tolong) kasih makan ayam dengan Gandum." 

Kemudian ia berdiri dan melakukan perintah ibunya, sejenak menghentikan Taklimnya. 


Ibn Abi al-Dunya menceritakan tentang Said bin Sufyan al-Tsauri yang suatu hari berkata: 

"Saya tidak pernah menyakiti bapakku sekali pun. Beliau memanggilku, ketika Aku sedang mengerjakan shalat Sunnah. Kemudian, aku memutus shalat itu dan menjawab panggilannya." 


Itu hanya sekelumit kisah dari sekian banyak kisah Bakti Anak kepada Orangtuanya di kalangan Salaf. Kemudian bercermin ke diri. Ternyata, Jaaauhhh sekali. 

Ya Allah, ampunilah dosaku, dosa kedua orangtua.


Diriwayatkan oleh Muhammad bin Sirin, salah satu doa Abu Hurairah adalah: 

"Ya Allah ampunilah dosaku dan dosa ibuku, serta orang yang memohonkan ampunan bagi keduanya." 

Maka, kami, kata Muhammad bin Sirin, mendoakan keduanya agar masuk ke dalam doanya Abu Hurairah. []

Rumah Penuh Ilmu Dan Penuntut Ilmu

Rumah Penuh Ilmu Dan Penuntut Ilmu


Setiap harinya, rumah Ibn Rusyd selalu dipenuhi berbagai kunjungan, dengan sebab yang berbeda-beda. Ada yang sakit, ingin berobat. Dan rumah Ibn Rusyd adalah tempat yang tepat. Ia seorang dokter (thabib).


Ada yang ingin belajar hikmah dan filsafat. Dan rumah Ibn Rusyd adalah tempat yang tepat. Ia seorang Failasuf. Salah satu karya filsafatnya adalah Tahafut al-Tahafut; bantahan dan sanggahan atas kitab Tahafut al-Falasifah.


Dan ada juga yang ingin mendalami Fikih dan Ushul Fikih. Dan rumah Ibn Rusyd adalah tempat yang tepat. Salah satu kitab terkenal karyanya adalah Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid; kitab yang sangat akrab di kalangan penuntut dan pengkaji ilmu.


Kira-kita, kita bisa membayangkan bagaimana keilmuannya? 

Ibn Rusyd juga dikenal sebagai dokter pertama yang bisa menentukan penyakit melalui analisa wajah. Baginya al-Wajh Mir-ah al-Shihhah; wajah adalah cerminan kesehatan.


Dan al-'Amal al-Fikri (mengasah pikiran/ belajar) tidak pernah ditinggalkannya, kecuali dua malam saja, katanya. Pertama, ketika malam pertama pernikahannya. Kedua, ketika ayahnya meninggal dunia. 

Mantap!

© Denis Arifandi Pakih Sati

Himmahnya; Citanya Para Sahabat Nabi

Himmahnya; Citanya Para Sahabat Nabi


"Jikalau Anda ingin mengetahui dimana posisi Himmah; Cita-Cita; Obsesi Anda, maka lihatlah Himmah Rabi'ah bin Kaab al-Aslami."

Begitu kata Ibn al-Qayyim dalam Kitab Madarij al-Salikin: 3/ 574.
Suatu hari, Rasulullah Saw bertanya kepadanya, "Mintalah kepadaku (apapun yang Anda inginkan)."
"Aku berharap bisa menemanimu di surga," Jawabnya.
Padahal selainnya, meminta hal-hal yang hanya akan memenuhi perutnya dan menghaluskan kulitnya.
..
Sampai disini, kita bisa menyadari betapa rendahnya Himmah; cita; obsesi kita.

Harta; Uang; Perut; Jabatan; Syahwat!
Pahala Puasa Asyura dan Tingkatan Puasanya

Pahala Puasa Asyura dan Tingkatan Puasanya


Suatu hari Rasulullah Saw ditanya tentang puasa Asyura. 

Maka, beliau menjawab: 

يُكَفِّرُ السَّنَةَ المَاضِيَةَ

"Menggugurkan dosa tahun sebelumnya." 

Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, dengan pensanadannya kepada Abu Qatadah radhiyallahu anhu.


Ada sejumlah hadits lainnya yang terdapat dalam Shahih Muslim, mendorong kita untuk berpuasa sehari sesudahnya atau sehari sebelumnya. Di antaranya sabda Nabi Muhammad Saw: 

صوموا يوماً قبله أو يوماً بعده، خالفوا اليهود

"Berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya. Berbedalah dengan orang-orang Yahudi." 

Kenapa Yahudi?  Sebab, hari Asyura' adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi; Hari ketika Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa alaihissalam dan kaumnya dari kejaran Firaun. 


Ibn Hajar al-Asqalani  menjelaskan dalam Fath al-Bari bahwa ada tiga tingkatan untuk Puasa Asyura. 

Pertama, Berpuasa Sehari saja. 

Inilah tingkatan paling minimalis, yaitu hanya berpuasa di hari ke-10 bulan Muharram. Dengan puasa yang dilakukan oleh seorang Muslim, ia berhak mendapatkan fadhilahnya, yaitu mendapatkan pahala dan digugurkan dosanya setahun sebelumnya. 

Kedua, Berpuasa Disertai dengan Tanggal 9 Muharram

Artinya, kita berpuasa 2 hari; hari ke-9 dan ke-10 bulan Muharram. 

Ketiga, Berpuasa selama 3 hari, yaitu hari ke-9, ke-10, dan ke-11

Tidak diragui, inilah tingkatan yang paling tinggi dan terbaik. Selain mendapatkan pahala dan fadhilah Puasa Asyura, juga diharapkan mendapatkan pahala sempurna selama sebulan penuh. Sebab satu kebaikan, dilipatkan dengan sepuluh kebaikan. 

 مَن جَاءَ بالحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَأَزِيدُ، وَمَن جَاءَ بالسَّيِّئَةِ فَجَزَاؤُهُ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا أَوْ أَغْفِرُ

"Siapa yang membawa kebaikan, maka baginya sepuluh kali lipatnya dan lebih banyak. Dan siapa yang membawa keburukan, maka balasannya satu keburukan semisalnya atau diampunkan." 

(Hr Muslim)

Pahala yang digugurkan, tentunya dosa-dosa kecil. Sedangkan dosa-dosa besar, obatnya kembali kepada Allah SWT dengan Taubat Nasuha; Tinggalkan maksiat itu sekarang ini juga, diiringi dengan penyesalan dan azzam yang kuat tidak akan mengulanginya lagi, ikhlas melakukannya karena mengharap ridha Allah SWT semata, kemudian sebelum nyawa sampai di kerongkongan, sebelum matahari terbit di sebelah Barat. 


Puasa terbaik setelah bulan Ramadhan adalah berpuasa di bulan Muharram.

Rasulullah Saw bersabda: 

أفضل الصِّيام، بعد رمضان، شَهر الله المُحَّرم، وأفضل الصلاة، بعد الفَريضة، صلاة الليل

"Sebaik-baik Puasa setelah Ramadhan adalah adalah (puasa) di bulan Muharram. Dan shalat terbaik setelah shalat wajib adalah shalat malam." 

(Hr Muslim). []

Sunnah Membaca Surat al-Ikhlas & al-Mu'awwidzatain Di Pagi Dan Sore Hari

Sunnah Membaca Surat al-Ikhlas & al-Mu'awwidzatain Di Pagi Dan Sore Hari


Setiap hari, banyak hal yang mengancam hidup kita. Bisa jadi ancaman itu datang dari kalangan manusia, bisa jadi dari kalangan binatang, dan bisa jadi juga dari kalangan Jin. Atau bisa jadi dari kalangan lainnya. Apa yang tidak kita lihat dengan kedua mata kita, lebih banyak dari apa yang kita lihat. 

Maka, Rasulullah Saw mengajarkan sesuatu yang bisa menjaga kita dari semua itu. 

Diriwayatkan oleh al-Turmudzi, dari Abdullah bin Khubaib radhiyallahu anhu, di suatu malam yang hujan lebat dan gelap-gulita ia mendatangi Rasulullah Saw untuk shalat bersama para sahabat. 
Ketika bertemu, Beliau berkata, "Bacalah!" Namun, Abdullah bin Khubaib tidak membaca apapun. 
"Bacalah!" Beliau mengulangnya lagi. Namun, ia tetap tidak membaca apapun. 
"Bacalah!" Kata beliau lagi. 
"Apa yang aku baca?" Tanyanya
Jawabnya: 
قل قل هو الله أحد، والمعوذتين حين تُمسِي وَتُصْبِحُ ثلاث مرات تكفيك من كل شيء
"Ucapkanlah: Qul Huwallahu Ahad dan al-Mu'awwidzatain (Qul A'dzubi Rabbil Falaq dan Qul A'udzubi Rabbin Nas) ketika engkau berada di sore hari dan pagi hari, sebanyak tiga kali, maka itu akan cukup bagimu (baca: menjagamu) dari segala sesuatu."

Berdasarkan hadits ini, dengan membaca ketiga surat tersebut, sebanyak tiga kali di pagi dan sore hari, Allah SWT memberikan jaminan penjagaan kepada kita dari segala bentuk kejahatan sepanjang hari yang kita jalani. 

Ringan dan mudah; tidak butuh tenaga dan biaya. []
Hukum Cipika-Cipiki (Cium Pipi Kiri/Kanan)

Hukum Cipika-Cipiki (Cium Pipi Kiri/Kanan)


Secara Umum, Hukum Cium Pipi Kiri-Kanan atau dikenal juga dengan Cipika-Cipiki, bisa dibagi menjadi 3 Hukum. 

👉Pertama, Mubah

Jikalau itu dilakukan antara Laki-Laki sama Laki-Laki dan Perempuan sama Perempuan. Hanya saja ada syaratnya, yaitu harus bebas dari Fitnah, Merasakan Kenikmatan (al-Ladzzah), atau Tujuan Rusak (al-Ghard al-Fasid) seperti kefasikan; menyukai sesama jenis, dan semakna dengan itu.

👉Kedua, Sunnah

Jikalau itu dilakukan oleh pasangan Suami-Istri. Jangankan Cipika-Cipiki, jikalau statusnya sudah suami istri, maka lebih dari itu pun tidak ada masalah sama sekali. 

👉Ketiga, Haram

Jikalau Cipika-Cipiki itu dilakukan antara Laki-Laki dengan Perempuan yang tidak ada Hubungan Legal (Syar'i) sama sekali atau bukan Mahram sama sekali. Misalnya, seseorang Cipika-Cipiki dengan Ibunya atau Saudari Perempuan Kandungnya, atau Mahram Perempuannya, tidak ada masalah.


Pandangan Syeikh Athiyyah Saqr

Beliau ini merupakan salah seorang Ulama Besar al-Azhar, Mesir.

Jawabannya: 

إن كان التَّقْبيل بيْن الجنس الواحد، كالرَّجل للرجل والمرأة للمرأة فلا مانع منه شرعًا بشرْطين: 

الأوَّل : ألا يَكون فيه لذَّة. 

والثاني: ألا يكون لغَرَض فاسِد، ومنه تقْبيل يدِ الفاسق لتكْريمه، أما إن كان خَوْفًا من بطْشه فهو جَائز للضَّرورة. 

Selama masih satu jenis; sesama laki-laki atau sesama perempuan, maka DIBOLEHKAN, dengan 2 syarat: 

  1. Tidak ada al-Ladzzah (Kenikmatan) 
  2. Bukan untuk tujuan yang rusak, seperti mencium tangan pelaku kezaliman. Namun jikalau khawatir dengan kezalimannya, maka hukumnya BOLEH

Tradisi Cium Tangan dan Cium Kening (Dahi), baik kepada Ibu-Bapak, Kyai, Ustadz, atau siapa pun yang kita tuakan dan kita hormati, sesuatu yang lumrah di tengah masyarakat Muslim. Utamanya di Tradisi Pesantren (Baca: Santri)

Berikut ini, ada sejumlah Atsar yang mendukung masalah ini. Hanya saja, ini bersifat paparan. Jikalau ada yang ingin mendalami lebih dalam referensinya, silahkan merujuk dan melakukan penelitian. 

👉Nabi Muhammad Saw menyambut Jafar bin Abu Thalib ketika pulang dari Habsyah, kemudian melaziminya dan mencium keningnya.

👉Ketika Zaid bin Haritsah menemuinya di rumah Aisyah, kemudian beliau (saking gembiranya) berjalan sambil memakai pakaian. 

والله ما رأيتُه عُرْيَانًا قبْله ولا بعْده

Kemudian beliau memeluknya dan menciumnya. 

👉Para pasukan pulang yang baru dari Mu’tah, mereka mencium tangan Nabi Muhammad Saw. 

👉Ketika Allah SWT menerima pertaubatan orang-orang yang tidak ikut dalam perang Tabuk, mereka mencium tangan Nabi Muhammad Saw. 

👉Nabi Muhammad Saw mengizinkan utusan Abd al-Qays untuk mencium tangannya, bahkan kakinya.

👉Nabi Muhammad Saw mengizinkan Usaid bin Hudhair menciumnya, yaitu ketika ia meminta Nabi untuk membuka bajunya, untuk Qishas ketika dahulu pernah menusuknya dengan ranting kayu. Padahal aslinya untuk Tabarruk.

👉Ada dua orang Yahudi bertanya tentang Tis’ Ayat Bayyinat. Kemudian Nabi Muhammad Saw menjelaskannya. Setelah itu, keduanya mencium tangan Nabi dan kakinya, kemudian masuk Islam. 

👉Ketika Umar bin al-Khattab mengunjungi Syam, maka Abu Ubaidah bin al-Jarrah mencium tangannya. Dalam riwayat lainnya, Abu Ubaidah bin al-Jarrah ingin mencium tangannya, namun Umar bin al-Khattab menahan tangannya. Maka, Abu Ubaidah justru memegangn kakinya dan menciumnya. 

👉Zaid bin Tsabit mencium tangan Abdullah bin Abbas ketika ia mengambilkan tunggangannya untuk menghormatinya sebagai ulama. Dan Zaid bin TSabit mencium tangannya karena ia adalah Ahli Bait

👉Orang-orang mencium tangan Salamah bin Al-Akwa' ketika mengetahuinya membaiat Nabi Muhammad Saw.


Pandangan Para Ulama

Imam Ahmad bin Hanbal dan sejumlah ulama lainnya memberingan keringanan mencium untuk memuliakan (al-Takrim) dan kebagusan agamanya (al-Tadayyun)

Imam Malik dan sejumlah ulama lainnya memakruhkan memberikan tangannya untuk dicium oran lain. Sebab, itu merupakan salah satu bentuk ujub dan kesombongan. Bahkan sebaiknya mereka menahan tangannya sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin al-Khattab ketika Abu Ubaidah bin al-Jarrah ingin mencium tangannya. 


Kesimpulan Hukum

Ciuman di antara dua orang, hukumnya tergantung tujuannya dan tempat berciumannya. Bisa jadi karena kasih sayang (al-Hubb wa al-Rahmah), seperti ciuman bapak ke anak perempuannya atau ibu ke anak laki-lakinya. Termasuk juga ciuman saudara laki-laki terhadap saudari perempuannya, atau sebaliknya. Tidak ada masalah, selama tidak disertai syahwat. 

Ada sejumlah riwayat yang menjelaskan masalah ini.

👉Pertama, Nabi Muhammad Saw mencium anak perempuannya Fathimah ketika menemuinya. Beliau menyambutnya, menciumnya, dan menyuruhnya duduk di tempat duduknya. Bahkan, sejumlah riwayat dengan jelas menyatakan, bahwa beliau menciumnya di mulutnya, sebagaimana beliau juga menciumnya di sakit terakhirnya, yang menghantarkannya kepada kematian. 

👉Kedua, Abu Bakar al-Shiddiq radhiyallahu anhu membesuk anaknya Aisyah radhiyallahu anha ketika sakit. Maka, ia mencium pipi anak perempuannya itu. 

👉Ketiga, Khalid bin al-Walid radhiyallahu anhu juga diriwayatkan mencium pipi saudari perempuannya. 

Ciuman itu bisajadi adalah bentuk al-Takrim (penghormatan), seperti ciuman anak laki-laki kepada ibunya, atau ciuman anak perempuan kepada bapaknya, atau ciuman terhadap bibi dari pihak ayah atau pihak ibu. Biasanya di kepala atau tangan. Itu tidak ada masalah sama sekali. Namun jikalau dilakukan di bagian-bagian yang sensitif.

Bisa jadi juga ciuman itu ada kenikmatannya atau al-Lazzah, yaitu di antara pasangan suami istri. Maka, hukumnya tidak apa-apa. Bahkan, yang lebih besar dari itu diizinkan. 

Hanya saja, ciuman di antara orang-orang yang tidak mahram, maka hukumnya Haram. 

Allahu A'lam bi al-Shawab

Sunnah Memberikan Hak Jalan

Sunnah Memberikan Hak Jalan


Rasulullah Saw melarang umatnya untuk tidak mengganggu atau menyakiti orang lain. Salah satu bentuknya, beliau melarang sahabatnya (yang hukumnya juga berlaku buat kita) untuk duduk-duduk di jalanan atau tempat umum yang dilalui oleh orang banyak. Sebab, hal ini akan membuat mereka tidak nyaman. 

Namun, jikalau kadangkala tidak ada pilihan lain kecuali di situ, maka beliau menjelaskan beberapa syarat yang perlu dijaga agar mudharat yang dikhawatirkan terjadi, bisa disingkirkan. 

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu, dari Nabi Muhammad Saw bersabda, "Jangan kalian duduk-duduk di jalanan." 
"Kami tidak punya pilihan lain. Itu Majelis kami yang kami berbincang-bincang disitu." Jawab mereka
"Jikalau kalian enggan, kecuali bermajelis itu. Maka, berikanlah hak jalan!." 
"Apa hak jalan tersebut? Tanya mereka
Nabi Saw menjawab: 
غَضُّ الْبَصَرِ، وَكَفُّ الْأَذَى، وَرَدُّ السَّلَامِ، وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ
"Menundukkan pandangan, tidak menyakiti (menganggu), menjawab salam, memerintahkan yang makruf, mencegah yang mungkar."

Jadi, pada dasarnya dalam sunnah Nabi Muhammad Saw, kaum muslimin dilarang untuk duduk-duduk (nongkrong) di jalan-jalan yang dilalui khalayak. Namun, jikalau terpaksa melakukannya, tidak ada pilihan lain, perhatikan syarat-syarat yang dijelaskan dalam hadits Nabi di atas. Selain akan memberikan kenyamanan bagi diri sendiri dan orang lain, juga yang jauh lebih penting Menjalankan Sunnah Nabi. []
Peran Ahli Fikih (Ulamā) di Tengah Masyarakat

Peran Ahli Fikih (Ulamā) di Tengah Masyarakat


Peran al-Fuqahā’ atau al-Ulamā’ di Tengah Masyarakat muslim bukan sekadar menjelaskan halal dan haram. Seorang Ahli Fikih Mujtahid adalah dokter umat, ahli pikir & arsitek peradabannya, penasehat rakyatnya menuju jalan kebaikan dan ketakwaan, serta mengamalkan yang Allah SWT ridhai.

Masalahnya, proses pembentukan al-Fuqahā’ pada hari ini, tidak mampu membentuk sosok seperti di atas, tidak mampu menjalankan peran-peran yang jauh lebih sulit dibandingkan sebelumnya. Sebab, kondisi-kondisi yang ada di sekitarnya, kondisi-kondisi peradaban dan global yang dijalani umat Islam pada hari ini, sama sekali tidak mendukung. Misalnya, kondisi lemah dan rendah (imperior), tidak mampu mengambil berbagai keputusan.

Artinya, kita membutuhkan reinstall proses pembentukan al-Fuqahā’ di tengah umat, agar bisa menyatukan antara 

  1. Ilmu dengan Amal;
  2. Hafalan dan Pemahaman; 
  3. Al-Tarbiyah dan Al-Harakah;
  4. Al-Shalāh dengan Al-Ishlāh; 
  5. Agama dan Dunia; 
  6. Jamaah (Bersama-sama) maupun Furada (Sendirian). 

@dapakihsati
Makna Ahli Fikih (Ulama)

Makna Ahli Fikih (Ulama)


Ulama atau Ahli Fikih memiliki kedudukan mulia di masa lalu, masa sekarang, dan masa akan datang. Mereka akan terus dimuliakan oleh Allah SWT sepanjang masa. Itu janji-Nya. Dan janji-Nya hak. Masalahnya, pengertian Ahli Fikih atau Ulama perlu diulang dan dikaji lagi. Ada yang mengartikan, Ahli Fikih adalah ulama yang paham hokum-hukum syariat. Sehingga, untuk terwujudnya sifat “paham” yang ada dalam pengertian ini, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, di antaranya:

  • Al-Istizhār (Mampu Memaparkan). Para Ulama mensyaratkan, seorang Ahli Fikih adalah seseorang yang mampu memaparkan al-Quran al-Karím, Sunnah Nabi Muhammad Saw, Ijmā’ ulama, pendapat para sahabat, paham Bahasa Arab, paham kaedah-kaedah fikih dan ushul Istidlāl.
  • Al-Fahm (Paham) dan al-Istidlāl (Mampu Berdalil). Maksudnya, alat logika ketika mengkaji hokum fikih haruslah benar dan istimewa, mampu mengetahui Metode al-Istidlāl, terlatih menggunakan al-Qiyās al-Shahíh, memahami al-Quran dan sunnah sesuai tuntunan syariat, terlatih menggunakan metode al-Ijtihād seperti al-Istihsān, al-Istishāb, dan al-Istislāh, mampu mengkadar al-Mashālih, melakukan al-Tarjíh di antara Maslahah-Maslahah dan Mudharat-Mudharat yang saling kontradiksi, kemudian mampu melakukan al-Muwāzanah dengan instrumen al-Maqāshid terhadap teks-teks syariat. 


Maksud Ahli Fikih dalam bahasan ini adalah seorang Mujtahid bukan al-Muqallid, tidak terpenjara oleh konklusi fikih masa lalu. Ini bukan berarti meninggalkan warisan Ahli Fikih masa lalu yang luar biasa, tapi warisan tersebut bukanlah warisan suci. Kita mengambil yang bermanfaat. Hal paling luar biasa dari Ijtihad-Ijtihad Fikih masa lalu adalah Minhaj al-Ijtihād (Metode Ijtihad) di kalangan ulama. Dan inilah yang kurang dimiliki oleh kalangan kontemporer.


Peran Ahli Fikih pada hari ini dan penelitian yang mereka lakukan, bukan sekadar untuk kepentingan ilmiah semata, tapi juga moral dan etika. Keduanya tidak kalah penting dibandingkan dengan tujuan ilmiah. Salah satu tanggung jawab Ahli Fikih pada hari ini adalah mengetahui muara pendapat-pendapatnya, fatwa-fatwanya, dan kalamnya yang sudah disampaikan kepada khalayak.


Al-Quran al-Karim menggambarkan tanggung jawab ini dengan firman-Nya:

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (Surat al-Qashash: 26)


Kemudian ungkapan Nabi Yusuf alaihissalam:

قَالَ اجْعَلْنِي عَلَىٰ خَزَائِنِ الْأَرْضِ ۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (Surat Yusuf: 55)


Orang-orang awam merasa, semua orang yang berbicara masalah agama adalah Ulama, Ustadz. Seolah-olah standarnya adalah mampu berbicara masalah agama, bisa berkhutbah, dan bisa bertabligh. Apalagi di zaman sekarang ini, ketika begitu banyak channel youtube, channel televise, dan media social.


Semua orang, sekarang ini, bisa berbicara masalah agama dan atas nama agama. Kadangkala, kondisi seperti ini malah menjadi aib bagi Islam sendiri. Harus dibedakan antara da’i pemberi nasehat atau ustadz dengan ulama Ahli Fikih yang mampu berijtihad. Harus dibedakan antara orang yang spesialisasinya Tafsir dengan orang yang spesialisasinya Ilmu Hadits, antara orang yang spesialisasinya Ilmu Social Politik Islam dengan orang yang spesialisasinya Ilmu Akidah atau Ilmu Syariah. Semua tidaklah sama dalam kemampuan. Masing-masing ada lebihnya, ada kurangnya.


Denis Arifandi Pakih Sati | @dapakihsati

Sunnah Membangun Masjid

Sunnah Membangun Masjid


Hal pertama yang dilakukan oleh Rasulullah Saw ketika sampai di Madinah adalah membangun Masjid. Kenapa? Sebab membangun Masjid adalah amalan yang paling mulia, sebagaimana Masjid sendiri adalah tempat yang paling agung dan paling dicintai oleh Allah SWT. Diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah Saw bersabda: 
أحب البلاد إلى اللهِ مَسَاجِدُهَا، وَأبْغَضُ البِلادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهَا
"(Bagian dari) Negeri yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah Masjidnya, dan (bagian dari) Negeri yang paling dibenci Allah SWT adalah pasar-pasarnya." 

Maka, pahala membangun Masjid sangat besar. Diriwayatkan oleh Muslim, dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: 
من بنى مَسْجِدًا لِلَّهِ بنى اللهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ مِثْلَهُ
"Siapa yang membangun Masjid karena Allah SWT, maka Allah SWT bangunkan baginya di surga semisalnya." 

Pahala yang luar biasa!

Mungkin akan muncul pertanyaan selanjutnya: Membangun Masjid itu kan butuh biaya besar?

Jawabannya sudah dijelaskan oleh Rasulullah Saw dalam riwayat Ibn Majah, dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu, Rasulullah Saw bersabda: 
من بنى مسجدًا لله كمفخص قطاةٍ، أو أصْغَرَ، بنى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجنة
"Siapa yang membangun Masjid karena Allah SWT, seperti sarang Quthah atau lebih kecil, maka Allah SWT bangunkan baginya rumah di surga." 
Quthah itu adalah jenis burung yang lebih kecil dari burung pipit. 

Artinya, ketika seseorang berkontribusi dalam pembangunan Masjid, walaupun hanya untuk seukuran sarang burung yang kecil sekali, yang secara logika tidak mungkin orang shalat disitu, maka Allah SWT tetap memberikan ganjaran pahala yang sama. Sehingga, pintu kebaikan ini bukan hanya dibuka bagi yang berharta banyak, namun juga dibuka bagi yang hartanya pas-pasan. []
Apa itu Shalawat Ibrahimiyyah?

Apa itu Shalawat Ibrahimiyyah?


Ada sejumlah riwayat yang menjelaskan Shalawat Ibrahimiyyah dari Nabi Muhammad Saw. 

👉Pertama, Lafadznya: 

اللهم صل على محمد، وعلى آل محمد، كما صليت على آل إبراهيم، وبارك على محمد، وعلى آل محمد، كما باركت على آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد

(Allahumma Shalli ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, Kama Shallayta 'ala ali Ibrahim. Wa Barik 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammadi, Kama Barakta 'ala ali Ibrahim. Fil 'alamina Innaka Hamidun Majid)

👉Kedua, Lafadznya: 

اللهم صل على محمد، وعلى آل محمد، كما صليت على إبراهيم، وعلى آل إبراهيم، إنك حميد مجيد، اللهم بارك على محمد، وعلى آل محمد، كما باركت على إبراهيم، وعلى آل إبراهيم، إنك حميد مجيد

(Allahumma Shalli ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, Kama Shallayta 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim. Innaka Hamidun Majid.  Wa Barik 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammadi, Kama Barakta 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim. Innaka Hamidun Majid)

👉Ketiga, Lafadznya: 

اللهم صل على محمد عبدك ورسولك، كما صليت على إبراهيم ، وبارك على محمد، وعلى آل محمد، كما باركت على إبراهيم، وعلى آل إبراهيم، إنك حميد مجيد

(Allahuma Shalli 'ala Muhammadin 'Abdika wa Rasulika, Kama Shallayta 'ala Ibrahim. Wa Barik 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad. Kama Barakta 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim. Innaka Hamidun Majid)

👉Keempat, Lafadznya: 

اللهم صل على محمد، وعلى أزواجه، وذريته، كما صليت على آل إبراهيم ، وبارك على محمد، وعلى أزواجه، وذريته، كما باركت على آل إبراهيم، إنك حميد مجيد

(Allahumma Shalli 'ala Muhammad wa 'ala Azwajihi wa Dzurriyyatihi. Kama Shallayta 'ala ali Ibrahim. Wa Barik 'ala Muhammad wa 'ala Azwajihi wa Dzurriyyatihi. Kama Barakta 'ala ali Ibrahim. Innaka Hamidun Majid. 

Semua bentuk Shalawat Ibrahimiyyah di atas, itu shahih dari Nabi Muhammad Saw. Membaca salah satunya saja, itu sudah cukup dan shahih. Bahkan kalaupun dibaca singkat: 

اللهم صل وسلم على رسول الله

(Allahuma Shalli wa Sallim 'ala Rasulillah)

Itu sudah cukup. 

Begitu juga halnya jikalau selesai Muazzin mengumandangkan azan, maka kita bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw dengan membaca: 

اللهم رب هذه الدعوة التامة، والصلاة القائمة، آت محمدًا الوسيلة والفضيلة، وابعثه مقامًا محمودًا الذي وعدته، إنك لا تخلف الميعاد

(Allahumma Rabba Hadzihid Dakwatit Tammah, was Shalatil Qaimah. Ati Muhammadanil Wasilata wal Fadhilah, Wab'atshu Maqamam Mahmudanilladzi Wa'adtah, Innaka La Tukhliful Mi'ad)

"Ya Allah, Rabb seruan yang sempurna ini dan shalat yang akan didirikan, berikanlah Muhammad al-Wasilah dan keutamaan, bangkitkanlah ia Maqam Mahmud yang Engkau janjikan. Engkau tidak menyelisihi janji." []

Karunia Dalam Kesulitan

Karunia Dalam Kesulitan


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Tujuh 

Karunia Dalam Kesulitan

رُبَمَا وَجَدْتَ الْمَزِيْدَ فِي الْفَاقَاتِ مَا لَا تَجِدْهُ فِي الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ

“Bisa jadi engkau mendapatkan kelebihan di dalam kesulitan, yang tidak engkau dapatkan dalam puasa dan shalat.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari

 

Kadang-kadang Anda justru mendapatkan keuntungan besar dalam berbagai ujian dan cobaan yang mendera Anda. Biasanya, ketika itu Anda akan mendaki menuju tangga yang lebih baik. Anda berusaha mengintropeksi diri dan memperbaiki hati. Jikalau selama ini ada kesalahan, maka Anda akan memperbaikinya. Jikalau selama ini Anda lalai bersedekah, maka Anda akan melakukannya. Dan banyak lagi inisiatif kebaikan yang muncul ketika Anda berada dalam kesulitan. 

Kelebihan ini mungkin tidak akan Anda dapatkan dalam shalat dan puasa; padahal keduanya adalah ibadah utama yang merupakan bagian dari rukun Islam. Ketika Anda berpuasa, misalnya, maka Anda hanya merasakan kelaparan dan kehausan, dan tidak ada rasa penyesalan terhadap kesalahan-kesalahan yang Anda lakukan dan rasa hina di hadapan Ilahy, karena pada saat bersamaan kaum muslimin lainnya juga melakukan apa yang Anda lakukan. Begitu halnya ketika Anda mengerjakan shalat. 

Oleh karena itu, nikmatilah musibah dan bencana yang menimpa Anda. Segala ketentuan-Nya pasti ada hikmahnya. Di balik satu kesusahan ada dua kemudahan, bahkan kemudahan itu selalu mengiringinya dan tidak pernah meninggalkannya. 

Jangan pernah mengeluh; apalagi mencela!!!

Jikalau Berbagai Kesulitan Menimpa

Jikalau Berbagai Kesulitan Menimpa

 

Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Enam

Jikalau Berbagai Kesulitan Menimpa

وُرُوْدُ الْفَاقَاتِ أَعْيَادُ الْمُرِيْدِيْنَ

“Datangnya berbagai kesulitan adalah hari raya bagi para murid.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Jikalau Anda ditimpa berbagai musibah dan kesulitan, maka ketahuilah bahwa itu adalah masa-masa yang baik bagi orang-orang yang ingin mendekatkan dirinya kepada Allah Swt. Bukanlah ketika itu hati Anda akan patah dan diliputi kesedihan? Dan kepada siapakah Anda mengadu pada waktu itu? 

Yah, Anda akan menghampiri-Nya dengan segenap hati Anda. Tidak ada lagi rasa egois. Anda akan merasa hina-dina di hadapan-Nya. Pada waktu itu, hati Anda akan bersih dari segala bentuk Ubudiyyah kepada selain-Nya. 

Cobalah Anda perhatikan orang yang terdampar di lautan luas. Tidak ada lagi yang mampu menyelamatkan mereka, kecuali kematian. Apakah yang akan mereka lakukan pada waktu itu? 

Tidak ada yang bisa diucapkannya dan dilakukannya, kecuali menyerahkan dirinya sepenuh hati kepada Rabb-Nya. Ia akan menangis dan mengikhlaskan seganap usahanya kepada-Nya, seraya berharap mudah-mudahan masih ada baginya kehidupan di hari esok. 

Begitulah hari raya yang dimaksud dalam bait kata-kata ini, yaitu hari ketika Anda menyerahkan diri sepenuhnya kepada Zat yang Maha Pencipta. 

Sunnah al-Tayamun Dalam Memakai Sandal

Sunnah al-Tayamun Dalam Memakai Sandal


Al-Tayamun artinya berkanan-kanan. Maksudnya, memulai segala sesuatu dengan bagian kanan. Dan ini merupakan salah satu Sunnah Nabi Muhammad Saw. Beliau biasanya memulai segala sesuatu dengan bagian kanan. Kalau pun ada yang dimulai dengan bagian kiri, itu hanyalah dalam kondisi-kondisi tertentu saja. 

Aisyah radhiyallahu anha, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, suka memulai dengan bagian kanan ketika memakai sandalnya, berjalan, bersuci, dan segala urusannya. 

Kemudian dalam riwayat lainnya oleh al-Nasai, dari Aisyah radhiyallahu anha bahwa Nabi Muhammad Saw suka berkanan-kanan sesuai dengan kemampuannya, ketika bersuci, memakai sandal, dan berjalan. 

Detailnya, ketika memakai sandal dimulai dengan bagian kanan, dan dilepaskan di bagian kiri terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan riwayat al-Bukhari, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah Saw bersabda: 
  إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ باليَمِينِ، وإذَا نَزَعَ فَلْيَبْدَأْ بالشِّمَالِ، لِيَكُنِ اليُمْنَى أَوَّلَهُما تُنْعَلُ، وَآخِرَهُما تُنْزَعُ
"Jikalau salah seorang di antara memakai sandal, maka mulailah dengan bagian kanan. Jikalau ia melepas, maka mulailah dari bagian kiri. Hendaklah bagian kanan dijadikan sebagai bagian yang pertama dipakai, dan bagian terakhir dilepas." 

Sunnah yang mudah, Insya Allah. Berkanan-kanan (al-Tayamun) dalam seluruh kebaikan. Bahkan dalam urusan memakai sandal sekali pun, yang mungkin kadangkala sepele dalam pandangan kita. Begitulah Islam, ada tuntunannya dalam segala sesuatu. Semoga kita dimudahkan oleh Allah SWT untuk melaziminya dalam kehidupan sehari-hari. []
Sunnah Berdoa Ketika Menyaksikan Hilal

Sunnah Berdoa Ketika Menyaksikan Hilal


Dalam al-Quran al-Karim dijelaskan, tidak ada satu makhluk pun di Alam Semesta ini kecuali bertasbih kepada Allah SWT. Hanya saja, kita tidak memahami Tasbih mereka. 
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun." (Surat al-Isra': 44)

Dan Rasulullah Saw merasakan hal itu. Makanya, dalam beberapa riwayat dijelaskan, beliau berbicara kepada makhluk yang tidak berakal (bukan manusia) dan memberitahu bahwa beliau dan orang-orang beriman menyembah Allah SWT. 

Salah satu bentuknya, ketika berada di awal bulan Hijriyah (bulan Arab); ketika menyaksikan Hilal, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Turmudzi, dari Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu anhu, beliau membaca: 
اللَّهُمَّ أهلّهُ عَلَيْنَا بِاليُمْنِ وَالإِيمَانِ، وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَمِ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ
"Ya Allah, berikanlah kepada kami keberkahan, keimanan, keselamatan, dan Islam. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah SWT." 

Jikalau dalam setahun, ada 12 bulan. Artinya, dalam setahun, beliau membaca doa ini sebanyak 12 kali. Memulai awal bukan dengan memohon keberkahan dari Allah SWT, keimanan, keselamatan, dan konsistensi dalam berislam. Dalam riwayat lainnya "memohon keamanan". Selain itu, sunnah ini juga mendorong kaum Muslimin untuk selalu memperhatikan waktu. 

Semoga kita bisa menjaga Sunnah ini. Allah SWT berikan keberkahan kepada kita semuanya. Allah SWT kokohkan kita di atas keimanan dan keislaman. []
Sunnah Berlindung dari Kejahatan Makhluk

Sunnah Berlindung dari Kejahatan Makhluk


Pada dasarnya, banyak sekali kejahatan yang mengintai kita. Tidak saja dari kalangan manusia, namun juga dari kalangan jin. Bahkan juga dari binatang melata, binatang buas, dan makhkuk Allah SWT lainnya. 

Maka, Rasulullah Saw mengajarkan kita cari paling tepat untuk menjaga diri dari semua kejahatan tersebut, dengan berlindung kepada Allah SWT; Zat yang menciptakan semua makhluk dan Zat yang Hanya Dialah yang mampu mencegah kejahatan mereka. 

Diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, seseorang mendatangi Rasulullah Saw dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku tidak mendapati kalajengking yang kemarin malam menggigitku."

"Jikalau kamu membaca ketika berada di sore hari: 

أَعُوذُ بكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِن شَرِّ ما خَلَقَ

'Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk.'

Maka, ia tidak akan memudharatkanmu." 

Dalam riwayat al-Turmudzi, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dijelaskan bahwa beliau mengulangkan tiga kali: 

"Siapa yang membaca di sore hari sebanyak tiga kali: 

أَعُوذُ بكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِن شَرِّ ما خَلَقَ

Maka tidak akan memudharatkannya 'Humah' di malam itu."

Maksud 'Humah' adalah bisa kalajengking dan sejenisnya. 

Doa ini bukan sekadar dibaca ketika sore saja, tapi juga dibaca ketika kita singgah di tempat yang tidak kita kenali, seperti istirahat di suatu tempat dalam safar atau tempat-tempat buka, dan lain sebagainya. 

Hal ini berdasarkan riwayat Muslim, dari Khaulah binti Hakim radhiyallahu anha, ia mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Jikalau suatu singgah di suatu tempat, maka bacalah: 

أَعُوذُ بكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِن شَرِّ ما خَلَقَ

Maka, tidak akan memudharatkannya sesuatu pun sampai ia pergi meninggalkannya." 

Mari kita hafalkan doanya. Kita baca. Yakinlah dengan penjagaan Allah SWT. 

Al-Turmudzi menjelaskan, bahwa Suhail bin Abi Shaleh; salah seorang yang meriwayatkan hadits ini mengatakan, "Keluarga kami mempelajarinya dan mengucapkannya setiap malam, kemudian salah seorang anak perempuan mereka disengat (kalajengking), namun ia tidak merasakan kesakitan apapun."  []

Sunnah Berobat dengan Madu

Sunnah Berobat dengan Madu


Berobat, merupakan salah satu sunnah Nabi Muhammad Saw. Bentuknya beraneka ragam, merujuk hadits Nabi. Dan salah satunya dengan Madu Lebah, khususnya yang berkaitan dengan sakit perut. 
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad Saw bersabda: 
لِكُلِّ داءٍ دَواءٌ، فإذا أُصِيبَ دَواءُ الدَّاءِ بَرَأَ بإذْنِ اللهِ عزَّ وجلَّ
"Setiap penyakit ada obatnya. Jikalau benar obat penyakitnya, ia akan sembuh dengan izin Allah SWT." 
Diriwayat juga oleh al-Bukhari, dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu, ada seseorang mendatangi Nabi Muhammad Saw dan berkata:
"Saudaraku mengeluhkan perutnya (sakit)." 
"Berilah ia minum madu," Jawab Nabi. 
Kemudian datang lagi dan mengadukan hal yang sama. 
"Berilah ia minum madu," Jawab Nabi lagi. 
Kemudian datang lagi ketiga kalinya dengan aduan yang sama, dan jawaban Nabi juga sama. 
"Berilah ia minum madu." 
Kemudian ia datang lagi dan berkata: 
"Aku sudah melakukannya." 
Nabi Muhammad Saw berkata: 
صَدَقَ اللَّهُ، وكَذَبَ بَطْنُ أخِيكَ، اسْقِهِ عَسَلًا
"Maha Benar Allah SWT. Dan sungguh dusta perut saudaramu. Berilah ia minum madu."
Maka, ia (kembali) memberikan minum Madu ke saudaranya, dan sembuh. 
DR. Raghib al-Sirjani menjelaskan, "Nampaknya, pada awalnya, orang yang sakit perut, yang diadukan saudaranya itu, tidak puas dan tidak yakin dengan efek madu tersebut, sehingga bekas pengobatannya tidak terlihat. Ketika saudaranya menyampaikan kepadanya penegasan Nabi Muhammad Saw untuk meminumnya, maka ia pun meyakini efeknya, dan Allah SWT berikan kesembuhan. Apalagi Rasulullah Saw mengaitkannya dengan keimanan yang benar (al-Iman al-Shadiq) kepada Allah SWT, dengan mengatakan "Maha Benar Allah SWT". Ini merujuk firman Allah SWT: 
يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ
Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia
(Surat al-Nahl: 69)
Maka, marilah kita konsumsi Madu untuk pengobatan. Kita yakin ada kesembuhan di baliknya, dengan izin Allah SWT. Tapi, jangan sampai hal ini membuat kita tidak mau ke dokter dan mengkonsumsi obat-obatan yang sudah ditentukan oleh pakarnya. Merujuk ahli adalah sebuah kewajiban. []
Sunnah Doa Ketika Kesempitan; Semua Jalan Terasa Buntu

Sunnah Doa Ketika Kesempitan; Semua Jalan Terasa Buntu


Akan selalu ada masalah-masalah yang menghampiri kita dalam hidup. Selesai satu masalah, datang lagi masalah lainnya. Kadangkala, kondisi tersebut menimbulkan kegelisahan, membuat kita merasa hidup ini berat dan sulit. 
Dalam al-Quran dijelaskan: 
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah." (Surat al-Balad: 4)
Ada yang melarikan diri dari masalah hidupnya dengan bermabuk-mabukan. Ada juga yang melarikan diri dari masalah hidupnya dengan berjudi, melakukan berbagai kemaksiatan lainnya. Itu bukanlah solusi. Itu hanya akan menyebabkan masalah semakin runyam, semakin ruwet. 
Rasulullah Saw mengajarkan kita, ketika berada dalam kondisi seperti ini untuk kembali kepada Allah SWT. Hanya Dialah yang mampu menyelesaikan masalah apapun, sesusah dan seruwet apapun. 
Dalam al-Quran dijelaskan: 
قُلِ اللَّهُ يُنَجِّيكُمْ مِنْهَا وَمِنْ كُلِّ كَرْبٍ
 Katakanlah: "Allah menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan." (Surat al-An'am: 64)
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma, Nabi Muhammad Saw membaca ketika kesusahan dan kesempitan: 
 لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ العَلِيمُ الحَلِيمُ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ العَرْشِ العَظِيمِ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ ورَبُّ الأرْضِ رَبُّ العَرْشِ الكَرِيمِ
"Tidak ada Ilah kecuali Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Lemah Lembut. Tidak ada Ilah kecuali Allah; Rabb 'Arsy yang mulia. Tidak ada Ilah kecuali Allah; Rabb langit, Rabb bumi, dan Rabb 'Arsy yang mulia." 
Doa ini mengingatkan kita, Allah SWT yang menguasai segala sesuatu. Dan Hanya Dialah yang mampu menyelesaikan masalah kita. Dia yang akan mengilhamkan solusinya dan memberikan jalan keluarnya. []
Sunnah Menulis Wasiat

Sunnah Menulis Wasiat


Di tengah kesibukan kita mencari dunia untuk memenuhi kebutuhan hidup, Islam mendorong kita untuk selalu mengingat kematian. 
Kenapa? 
Agar kita selalu punya orientasi akhirat, berusaha untuk mendapatkan ampunan Allah SWT atas dosa-dosa yang pernah kita lakukan, taubat dan kembali kepada-Nya, memperbaiki amal perbuatan kita, mengembalikan hak orang lain jikalau ada di tangan kita, dan meminta maaf jikalau ada kata dan perbatan kita yang menyakiti orang lain. 
Diriwayatkan oleh al-Turmudzi, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah Saw bersabda: 
أكثِرُوا ذكرَ هادِمِ اللذَّاتِ
"Banyak-banyaklah mengingat penghancur kenikmatan." 
Maksudnya, kematian
Salah satu wasilah mengingat kematian itu adalah menulis wasiat, apalagi jikalau kita memiliki harta berlebih, atau memiliki hutang atau piutang, atau memilii kerjasama keuangan dengan pihak lainnya. Ini juga dilakukan terkait penjagaan amanah dan pemeliharaan hak. 
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Abdullah bin Umar bin al-Khattab radhiyallahu anhuma, Rasulullah Saw bersabda: 
ما حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ له شيءٌ يُوصِي فِيهِ، يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إلَّا ووَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ
"Tidaklah hak (benar) seorang Muslim yang memiliki sesuatu untuk diwasiatkan, bermalam dua malam kecuali wasiatnya tertulis di dekatnya." 
Ini merupakan salah satu sunnah Nabi yang penting diperhatikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. []
Kenikmatan Kontribusi

Kenikmatan Kontribusi


Ketika kita kecil, kita merasa bahwa bahagia itu ketika diberi. Namun ketika dewasa, barulah kita sadar bahwa kebahagiaan itu kita memberi. Ketika kita kecil kita menyangka bahwa memberi itu dengan uang. 

Ketika kita dewasa, kita sadar bahwa memberi yang hakiki itu adalah memberikan motivasi, pandangan, metode, dukungan. Dan inilah yang dipersembahkan oleh para Nabi sepanjang sejarahnya. 

Jikalau Anda belum merasakan kenikmatan memberi dan membantu orang lain, kenikmatan memotivasi, maka berusahalah untuk merasakan kenikmatan ini. Ini adalah kenikmatannya orang DEWASA. 

Kita berdiri membela orang yang dizalimi. Kita berdiri membela yang lemah. Kita memotivasi untuk sukses. Kita memotivasi untuk melakukan kebaikan. Inilah kebahagiaannya orang-orang DEWASA. Dan seninya orang-orang DEWASA. 

Denis Arifandi Pakih Sati
Dari ceramah DR. Abdul Karim Bakkar