Sunnah Meminimalisir Pembicaraan

Sunnah Meminimalisir Pembicaraan


Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu berkata kepada para sahabatnya: 
إنَّ مِن أحبِّكم إليَّ وأقربِكُم منِّي مجلسًا يومَ القيامةِ أحاسنَكُم أخلاقًا ، وإنَّ مِن أبغضِكُم إليَّ وأبعدِكُم منِّي يومَ القيامةِ الثَّرثارونَ والمتشدِّقونَ والمتفَيهِقونَ
"Sesunggunya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat kedudukannya denganku pada Hari Kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian. Dan orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada Hari Kiamat adalah al-Tsartsarun, al-MuTasyaddiqun dan al-Mutafaihiqun." 
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, kami sudah paham makna al-Tsartsarun dan al-MuTasyaddiqun, namun apakah itu al-Mutafaihiqun?"
"Orang-orang yang sombong," Jawabnya. 
Dalam hadits ini, ada tiga sifat buruk yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw, yang dikategorikan ke dalam akhlak buruk. 
Pertama, al-Tsartsarun. Maksudnya, orang yang banyak bicara, padahal tidak ada atau sedikit faedahnya. 
Kedua, al-MuTasyaddiqun. Maksudnya, orang yang suka menfasih-fasihkan pembicaraannya. Bicara melangit dengan niat meremehkan orang lain, ingin menunjukkan kehebatannya. 
Ketiga, al-Mutafaihiqun. Maksudnya, orang-orang yang suka menyombongkan diri. 
Kita, sebagai seorang Muslim, memang diminta untuk meminimalisir atau mempersedikit bicara. Jikalau tidak perlu, diam lebih baik. 
Banyak bicara, banyak salahnya. Umar bin al-Khattab radhiyallahu anhu mengatakan, "Siapa yang banyak bicaranya, banyak salahnya." 
Pun Fudhail bin Iyadh mengatakan, "Mukmin itu banyak amalnya sedikit bicaranya. Munafik, banyak bicaranya sedikit amalnya." 
Nabi Saw dalam salah satu hadits beliau yang Masyhur, diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu, yang dishahihkan oleh Imam al-Bukhari, mengatakan: 
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ
"Siapa yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, maka ucapkanlah yang baik atau diam." []