Meminta Balasan Amalan

Meminta Balasan Amalan


Hikmah Keseratus Dua Puluh Tiga

مَتَى طَلَبْتَ عِوَضًا عَلَى عَمَلٍ طُوْلِبْتَ بِوُجُوْدِ الصِّدْقِ فِيْهِ, وَيَكْفِي الْمُرِيْبُ وُجْدَانُ السَّلَامَةِ

“Ketika engkau meminta balasan suatu amalan, engkau dituntut tulus mengerjakannya. Bagi orang yang ragu-ragu, cukuplah baginya keselamatan.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Ketika Anda mengerjakan suatu amal ibadah, kemudian Anda minta balasannya kepada Allah Swt, maka lihatlah terlebih dahulu amalan yang Anda kerjakan itu: Apakah ikhlas atau tidak? Jikalau ikhlas, maka Anda berhak mendapatkan apa yang Anda tuntut. Jikalau tidak, maka itu adalah sebuah kesia-siaan. 

Kenyataannya, amalan yang Anda lakukan itu sama sekali tidak ikhlas. Ketika Anda mengharapkan balasan dari amalan yang Anda kerjakan, itu adalah sebuah sinyalemen bahwa amalan Anda telah disusupi oleh unsur-unsur duniawi atau meteri, sehingga nilai keikhlasannya berkurang, bahkan lenyap sama sekali. 

Bagi orang yang masih ragu-ragu mengenai keikhlasan amalannya, maka baginya yang penting adalah keselamatan. Selama tidak abadi di neraka, maka sudah cukup menenangkan hatinya. Dalam fikirannya, amal ibadah yang telah dikerjakannya, layak untuk diminta balasannya. Ia tidak sadar, bahwa itu adalah salah satu bentuk kekurang ajarannya kepada Allah Swt.