Tanda kebodohan

Tanda kebodohan


Hikmah Ketujuh Puluh Satu

مَنْ رَأَيْتَهُ مُجِيْبًا عَنْ كُلِّ مَا سُئِلَ وَمُعَبِّرًا عَنْ كُلِّ مَا شُهِدَ وَذَاكِرًا كُلَّ مَا عَلِمَ فَاسْتَدِلَّ عَلَى ذَلِكَ عَنْ وُجُوْدِ جَهْلِهِ

“Jikalau engkau melihat seseorang yang menjawab setiap pertanyaan yang ditanyakan kepadanya, mengungkapkan segala sesuatu yang dilihatnya dan menyebutkan semua yang diketahuinya, maka itu adalah bukti kebodohannya.”  


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau Anda melihat seseorang menjawab setiap pertanyaan yang ditujukan kepadanya, maka ketahuilah bahwa itu adalah tanda kebodohannya. Tidak mungkin seorang manusia mengetahui segala sesuatunya. Hanya saja, kadang-kadang ia malu di hadapan orang banyak, jikalau menjawab dengan kata-kata “Tidak Tahu.” 

Bagaimanapun, hanya Allah Swt sajalah Zat yang Maha Mengetahui. Coba Anda bayangkan, ketika Imam Malik didatangi oleh seorang penduduk Baghdad untuk menanyakan empat puluh permasalahan, pada saat itu beliau hanya mampu menjawab tiga pertanyaan saja, sedangkan pertanyaan lainnya jawabannya adalah “Tidak Tahu.” Orang yang bertanya tersebut sempat marah, karena ia jauh-jauh datang dari Baghdad untuk menanyakan empat puluh permasalahan penting dan kaumnya sedang menunggu jawabannya, akan tetapi jawaban yang diberikan Imam Malik hanya “Tidak Tahu Belaka.” Imam Malik Malik menjawab pertanyaannya seraya berkata, “Pulanglah kepada kaummu, dan katakan bahwa Imam Malik tidak mengetahui jawabannya.”

Bayangkan, bagaimana seorang Imam Malik menunjukkan kelemahannya di hadapan manusia. Jikalau tidak tahu, maka ia akan mengatakan tidak tahu. Jikalau tahu, maka ia akan menjawabnya dengan gamblang. Dan sekarang, bandingkan dengan diri Anda. Apakah Anda sudah mampu menyamai Imam Malik dalam keilmuannya, ataupun Imam-Imam lainnya. Saya yakin, Anda tidak mampu. 

Begitu juga, jikalau Anda melihat seseorang mengungkapkan semua yang dilihatnya, maka itu adakah tanda kebodohannya. Sebagaimana Anda ketahui, bahwa tidak segala sesuatu bisa dibahasakan oleh lisan, karena kehebatannya dan kedahsyatannya. Misalnya, ketika Anda melihat Allah Swt di Akhirat kelak, Anda tidak akan mampu menggambarkannya dengan kata-kata, karena tidak ada kata-kata yang sesuai untuk menggambarkannya. 

Dan seseorang yang selalu mengungkapkan apa yang diketahuinya, maka itu juga merupakan tanda kebodohannya. Tidak semua orang layak menerima apa yang Anda ketahui. Lihatlah terlebih dahulu kemampuan akalnya dan pemahamannya. Bisa jadi, apa yang Anda sampaikan tidak layak diterima oleh seseorang, sehingga justru akan menjadi fitnah. 

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan: 

“Berbicara dengan manusia sesuai dengan kadar akal mereka.” 

Jikalau ia masih awam, maka berbicaralah masalah-masalah sederhana yang mudah difahami. Jikalau Anda bicara dengan mahasiswa atau intelektual, tentu ia bisa memahami kata-kata berat yang Anda sampaikan, karena mereka sudah terbiasa menghadapinya. 

Jikalau seseorang itu pintar, maka ia akan berfikir terlebih dahulu sebelum mengungkapkan apa yang ada di dalam kepalanya. Ia melihat keadaan sekitarnya dan keadaan orang yang akan diajaknya berbicara. Itu adalah hikmah dan kebijaksanaan dalam pengajaran.