Sikap Seorang Mukmin Jikalau Dipuji

Sikap Seorang Mukmin Jikalau Dipuji


Hikmah Keseratus Empat Puluh Lima

Sikap Seorang Mukmin Jikalau Dipuji

الْمُؤْمِنُ إِذَا مُدِحَ, اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ تَعَالَى أَنْ يُثَنَّى عَلَيْهِ بِوَصْفٍ لَايَشْهَدُهُ مِنْ نَفْسِهِ

“Jikalau seorang mukmin dipuji, maka ia akan malu kepada Allah Swt, yaitu jikalau dipuji dengan sifat yang tidak ada dalam dirinya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Jikalau cahaya keimanan telah tertanam dalam hati seorang hamba, kemudian ia dipuji, maka ia akan merasa malu kepada Allah Swt, yaitu Zat yang paling layak dipuji. Dia lah yang telah menganugerahkannya karunia besar, sehingga aibnya tertutup dan kebaikannya tampak oleh manusia. Jikalau saja Dia menampakkannya; walaupun hanya sebahagian kecilnya, maka tidak akan ada orang yang mau memujinya dan menyanjungnya. 

Ia sadar, bahwa semua sifat yang ada di dalam dirinya adalah karunia-Nya. Anda saja Dia mencabutnya dan menggantinya dengan sifat buruk, maka tentu keadaannya akan berbeda. Semua kebaikan dan kehormatan itu berasal dari-Nya, sehingga hanya Dialah yang layak menerima pujian. 

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin (Segala Puji bagi Allah Swt, Tuhan Semesta Alam)

Ingatlah, jangan terlena oleh pujian. Jikalau ada yang memuji Anda, maka sadarilah bahwa Anda adalah manusia lemah yang penuh dengan kesalahan, aib dan cela. Jadikanlah pujian itu sebagai sarana intropeksi diri, bukan sarana menyombongkan diri.