Membebaskanmu dari Perbudakan Materi

Membebaskanmu dari Perbudakan Materi


Hikmah Kelima Puluh Lima

أَوْرَدَ عَلَيْكَ الْوَارِدَ لِيَتَسَلَّمَكَ مِنْ يَدِ الْأَغْيَارِ وَلِيُحَرِّرَكَ مِنْ رِقِّ الْآثَارِ

“Allah Swt memberikan kepadamu limpahan spritual, agar Dia bisa menyelamatkanmu dari cengkraman orang lain dan membebaskanmu dari perbudaan materi.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Allah Swt mengkaruniakan Anda limpahan spritual, agar Anda bisa diselamatkan-Nya dari cengkraman orang lain yang akan membuat hati Anda semakin kotor, dan membebaskan Anda dari perbudakan dunia yang akan membuat Anda terhijab untuk mengetahui rahasia-rahasia Ilahy. 

Perhatikanlah, bagaimana besarnya karunia yang diberikan-Nya kepada Anda. Anda diberikan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mengetahui rahasia-rahasiaNya. Ini adalah nikmat terbesar yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun yang ada di dunia ini. 

Anda boleh takjub dan terlena oleh harta, tetapi ketahuilah bahwa semua itu hanya akan membuat Anda semakin jauh dari cahaya-Nya, sehingga hati Anda akan semakin gelap dan buta. Ujung-ujungnya, Anda tidak akan mampu lagi menangkap sinyal-sinyal kebenaran. Ibarat orang buta, maka Anda adalah sosok yang berjalan di tengah kegelapan tanpa ada seorangpun yang menuntun. 

Syukurilah anugerah ini, dan jangan pernah mengkufurinya

Limpahan Spritual

Limpahan Spritual


 Hikmah Kelima Puluh Empat

إِنَّمَا أَوْرَدَ عَلَيْكَ الْوَارِدَ لِتَكُوْنَ بِهِ عَلَيْهِ وَارِدًا

“Allah Swt mengkaruniakan kepadamu limpahan spritual, agar engkau bisa menghampiri-Nya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Allah Swt menganugerahkan berbagai limpahan spritual kepadamu, seperti kemiskinan yang membuatmu gelisah dan kekayaan yang membuatmu bahagia, maka semua itu tidak lain hanyalah agar Anda selalu menghampiri-Nya. 

Terimalah semua yang diberikan-Nya kepada Anda. Jikalau Anda diberikan kenikmatan, maka bersyukurlah, niscaya Dia akan menambahnya. Janganlah mengkufuri-Nya, karena Anda sendiri yang akan merasakan akibatnya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. 

Jikalau Anda ditimpakan-Nya musibah, maka bersabarlah dan harapkanlah kelapangan-Nya. Janganlah Anda menjauhi-Nya dan meninggalkan perintah-Nya, karena hal itu justru akan membuat Anda makin sengsara. 

Naik dan turunnya nikmat yang Anda terima adalah sebuah kebaikan yang mengandung hikmah mendalam. Kadang-kadang akal mampu mencernanya, dan kadang-kadang akal justru lemah mengenalisannya. Pastinya, segala sesuatu pasti ada hikmahnya. 

Kebahagiaan hakiki adalah ketika Anda dekat dengan-Nya, dan kesengsaraan hakiki adalah ketika Anda menjauhi-Nya; walaupun Dia selalu dekat bersama Anda

Amal yang paling Layak Diterima

Amal yang paling Layak Diterima


 Hikmah Kelima Puluh Tiga

لَا عَمَلَ أَرْجَى لِلْقُلُوْبِ مِنْ عَمَلٍ يَغِيْبُ عَنْكَ شُهُوْدُهُ وَيُحْتَقَرُ عِنْدَكَ وُجُوْدُهُ

“Tidak ada amalan yang lebih bisa diharapkan bagi hati daripada amalan yang tidak engkau sadari dan engkau anggap remeh.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Sama halnya dengan manusia, hati itu juga membutuhkan asupan agar ia bisa hidup. Ia membutuhkan cahaya, agar bisa terang dan jauh dari kegelapan. Ia harus dibersihkan dari segala jenis maksiat dan kotoran, agar kacanya jernih dan mampu menangkap cahaya Ilahi. Ia membutuhkan dorongan, agar ia bisa naik dari jurang yang dalam menunjuk puncak kemuliaan. 

Di antara asupan utamanya adalah amalan yang Anda tidak sadari dan Anda anggap remeh. Di dalam hati Anda menyadari sepenuhnya, bahwa semua amalan yang Anda lakukan adalah kehendak-Nya. Jikalau Anda mengerjakan shalat, maka itu adalah kehendak-Nya. Jikalau Anda berpuasa, maka itu adalah atas kehendak-Nya. Jikalau Dia menginginkan Anda malas dan lalai, maka Anda akan mengalami apa yang diinginkan-Nya, hanya saja Dia selalu menginginkan kebaikan bagi para hamba-Nya.

Andapun menyadari, bahwa walaupun semua manusia yang ada di dunia melakukan amal-amal kebaikan yang banyak, maka itu tidak akan menambah kedudukan-Nya dan kemuliaan-Nya. Dia adalah Tuhan yang berdiri sendiri dan tidak membutuhkan orang lain, bahkan Andalah yang membutuhkannya.

Siapakah diri Anda, sehingga Anda bisa membanggakan amalan Anda di hadapan-Nya?! Anda hanyalah manusia biasa dan makhluk hina yang tidak ada artinya di hadapan-Nya. Sebanyak apapun amalan yang Anda lakukan selama di dunia ini, maka itu tidak sama sekali tidak sepadan dengan sayap nyamuk di hadapan-Nya. Tidak. Sama sekali Tidak. 

Berapa banyak nikmat-Nya yang telah diberikan-Nya kepadamu. Anda diberikan udara yang banyak untuk bernafas. Diberikan kesehatan untuk bekerja dan menikmati. Diberikan rezki yang tidak terhingga. Jikalau dibandingkan dengan amalan Anda, maka berapakah besar perbandingannya. Mungkin, tidak sampai sepersepuluhnya, bahkan jauh. 

Oleh karena itu, jangan pernah membanggakan amalan dan jangan takjub dengannya. Semua itu hanyalah kewajiban yang harus Anda tunaikan. Kerjakanlah apa yang diperintahkan-Nya dan jauhilah semua yang dilarang-Nya. Mengenai hasil, itu adalah hak-Nya yang tidak bisa diganggu gugat siapapun

Antara Dosa dan Karunia Allah Swt

Antara Dosa dan Karunia Allah Swt


Hikmah Kelima Puluh Dua

لَا ضَغِيْرَةَ إِذَا قَابَلَكَ عَدْلُهُ, وَلَا كَبِيْرَةَ إِذَا وَاجَهَكَ فَضْلُهُ

“Tidak ada dosa kecil jikalau dibandingkan dengan keadilan Allah Swt, dan tidak ada dosa besar jikalau dibandingkan dengan karunia-Nya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Dosa kecil itu tiada artinya jikalau disandingkan dengan keadilan-Nya. Coba Anda bayangkan, bagaimana sebuah jarum yang dijatuhkan di lautan luas. Apakah lautannya akan berombak besar atau meluap?! Tidak. Sama sekali tidak. Jarum kecil itu sama sekali tidak akan mampu membuat Tsunami di lautan yang besar lagi luas. 

Begitu juga halnya dengan dosa besar. Semua itu tiada artinya jikalau dibandingkan dengan karunia-Nya. Jikalau, misalnya, Anda pernah berzina atau durhaka kepada orang tua atau lainnya, semua itu hanyalah ibarat butiran pasir di hantaran pantai yang panjang. 

Dosa kecil yang Anda lakukan, bisa saja ditimpakan azab yang pedih, namun Dia tidak melakukannya. Dia hanya membelas dosa kecil sesuai dengan kadarnya. Dia adalah zat yang Maha Adil. Tidak ada kezhaliman dalam hukum-Nya. 

Dosa besar yang Anda memang layak mendapatkan azab serupa, namun Dia melimpahkan karunia-Nya kepara para hamba-Nya. Jikalau Dia menginginkan dosa yang Anda lakukan itu menjadi kebaikan, maka itu akan terjadi. Dalam berbagai riwayat kita mengetahui, bagaimana seorang pembunuh 100 jiwa diizinkannya memasuki surga-Nya; padahal dia belum melakukan ibadah apapun. Itu adalah rahmat-Nya dan karunia-Nya. Dia bisa melakukan apapun yang diinginkan-Nya.  

Antara Dosa dan Kemurahan Allah Swt

Antara Dosa dan Kemurahan Allah Swt


Hikmah Kelima Puluh Satu

لَا يَعْظُمُ الذَّنْبُ عِنْدَكَ عَظَمَةً تَصُدُّكَ عَنْ حُسْنِ الظَّنِّ بِالله تَعَالَى. فَإِنَّ مَنْ عَرَفَ رَبّهُ اسْتَصْغَرَ فِي جَنْبِ كَرَمِهِ ذَنْبَهُ

“Janganlah engkau mengganggap besar dosa yang engkau lakukan, sehingga hal itu menghalangimu untuk berbaik sangka kepada Allah Swt. Sesungguhnya barangsiapa yang mengenal Tuhannya, maka dia akan memandang kecil dosanya jikalau dibandungkan dengan kemuliaan-Nya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jangan sampai Anda menganggap besar dosa yang Anda lakukan, sehingga membuat Anda berburuk sangka kepada-Nya; padahal Dia adalah Zat yang Maha Pengampun dan Maha penerima taubat hamba-Nya. Ketaatan yang Anda lakukan tidak akan menambah kemuliaan-Nya, dan maksiat yang Anda kerjakan tidak akan mengurangi kekuasaa-Nya. Dia tetaplah Tuhan yang Maha Esa dan Penguasa segala sesuatu. 

Jikalau Anda mengenal-Nya, maka Anda tidak akan putus asa dengan rahmat-Nya. Dosa yang Anda lakukan itu masih kecil jikalau dibandingkan dengan rahmat-Nya yang Maha Luas. Tidak ada dosa yang tidak diampuni di hadapan-Nya, kecuali syirik. 

Akan tetapi jikalau Anda menganggap dosa itu besar, agar Anda menjauhinya dan tidak melakukannya, serta tidak meragui ke-Maha Pengampunan-Nya, maka itu tentu lebih baik dan lebih utama, dan memang begitulah seharusnya yang Anda lakukan. Dosa yang membuat Anda bertaubat dan kembali kepada-Nya adalah rahmat yang besar bagi Anda

Tanda Kematian Hati

Tanda Kematian Hati


 Hikmah Kelima Puluh

مِنْ عَلَامَاتِ مَوْتِ الْقَلْبِ عَدَمُ الْحُزْنِ عَلَى مَا فَاتَكَ مِنَ الْمُوَافِقَاتِ وَتَرْكُ النَّدَمِ عَلَى مَا فَعَلْتَهُ مِنْ وُجُوْدِ الزَّلَّاتِ

“Di antara tanda kematian hati adalah engkau tidak bersedih ketika melewatkan ketaatan, dan tidak menyesal ketika melakukan kemaksiatan.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Di antara tanda kematian hati adalah ketika Anda tidak bersedih melewatkan moment-moment ketaatan yang diberikan oleh Allah Swt. Ketika Anda diberikan waktu untuk mengerjakan shalat, maka Anda melewatkannya begitu saja. Ketika Anda diberi kesempatan bersedekah atau berzakat, maka Anda melewatkannya begitu saja. Ketika Anda diberi kesempatan menunaikan haji, maka Anda melewatkannya begitu saja. Dan masih banyak lagi contoh ibadah yang Anda lewatkan; padahal ia sudah berada di hadapan mata. 

Kematian hati yang dimaksud disini adalah tidak adanya rasa cinta kepada-Nya, rasa rindu menghampiri-Nya dan ingin selalu bermunajat kepada-Nya. Jikalau ini dibiarkan, maka ia akan mencapai tingkat kronis, yang membuat Anda tidak sensitif lagi dengan kemaksiatan dan ketaatan. 

Jikalau hati sudah mati, maka Anda tidak akan menyesal ketika berzina, atau mencuri, atau membunuh, atau perbuatan maksiat lainnya. Hati Anda sudah mati, dan tidak ada lagi cahaya keimananannya. Keadaan seperti ini merupakan tanda, bahwa Anda berada di jurang kekufuran. Selamatkanlah diri Anda segera, yaitu dengan menjalankan ketaatan kepada-Nya

Lalai Berzikir

Lalai Berzikir


Hikmah Keempat Puluh Sembilan

لَا تَتْرُكِ الذِّكْرَ لِعَدَمِ حُضُوْرِكَ مَعَ اللهِ فِيْهِ, لِأَنَّ غَفْلَتَكَ عَنْ وُجُوْدِ ذِكْرِهِ أَشَدُّ مِنْ غَفْلَتِكَ فِي وُجُوْدِ ذِكْرِهِ. فَعَسَى أَنْ يَرْفَعَكَ مِنْ ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ غَفْلَةٍ إِلَى ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ يَقِظَةٍ, وَمِنْ ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ يَقِظَةٍ إِلَى ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ حُضُوْرٍ, وَمِنْ ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ حُضُوْرٍ إِلَى ذِكْرٍ مَعَ وُجُوْدِ غَيْبَةٍ عَمَّا سِوَى الْمَذْكُوْرِ. وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللهِ بِعَزِيْزٍ. 

“Janganlah engkau meninggalkan zikir karena tidak bisa konsentrasi mengingat Allah Swt ketika melakukanya, karena kelalainmu ketika tidak berzikir jauh lebih buruk dari kelalaianmu ketika berzikir. Mudah-mudahan Dia mengangkatmu dari zikir yang masih disertai kelalaian menuju zikir yang disertai konsentrasi, dari zikir yang disertai konsentrasi menuju zikir yang disertai semangat kehadiran-Nya, dari zikir yang disertai semangat kehadiran-Nya menuju zikir yang meniadakan segala sesuatu selain diri-Nya. Dan itu tidaklah sulit bagi-Nya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Janganlah Anda meninggalkan zikir, karena Anda tidak bisa konsentrasi mengingat-Nya, baik karena pekerjaan maupun urusan-urusan dunia lainnya. Jikalau Anda menyangka, bahwa apa yang Anda lakukan tidak bermamfaat sama sekali, maka itu adalah sebuah kesalahan besar. 

Tidak. Sekali lagi tidak. Jangan meninggalkannya. Jikalau Anda berzikir; walaupuan hati Anda tidak bisa konsentrasi, itu jauh lebih baik daripada Anda tidak berzikir sama sekali. Perbedaannya bagaikan langit dan bumi, bagaikan dua orang yang punggungnya berhadap-hadapan dan mukanya saling menjauh. 

Ketika seseorang meninggalkan zikir, berarti ia meninggalkannya secara keseluruhan. Tidak ada kebaikan yang diperolehnya dan pahala yang didapatkannya. Sedangkan orang yang berzikir; walaupun hatinya masih lalai, ia masih berhak mendapatkan pahala, terutama pahala beribadah. Orang yang mendapatkan sebahagian keutamaannya tentu lebih baik dari orang yang tidak mendapatkannya sama sekali. 

Berdasarkan Matan ini, kita bisa mengetahui bahwa zikir itu ada tingkatannya: 

  • -Zikir tanpa konsentrasi hati (Adz-Zikr Ma’a Wujud Ghaflah)
  • -Zikir dengan konsentrasi (Adz-Zikr Ma’a Yaqizhah)
  • -Zikir dengan semangat kehadiran-Nya (Adz-Zikr Ma’a Hudhur)
  • -Zikir dengan meniadakan segala selain-Nya (Adz-Zikr Ma’a Ghaibah)


Jikalau Anda masih berzikir dan konsisten menjalankannya, maka mudah-mudahan Dia mengangkat derajat Anda menuju zikir yang disertai konsentrasi. Setelah itu, mudah-mudahan Dia mengangkat Anda menuju zikir yang disertai semangat kehandiran-Nya. Setelah itu, mudah-mudahan Dia mengangkat Anda menuju zikir yang meniadakan segala selain-Nya. Menaikkan Anda dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya, bukanlah sesuatu yang sulit bagi-Nya. Hanya dengan “Terjadilah”, maka apa yang diinginkan-Nya akan terjadi. 

Allah Swt sengaja membuat tahapan-tahapan ini, karena seorang hamba tidak akan mampu mencapai tingkatan tertinggi, kecuali melalui tingkatan sebelumnya. Ada banyak hikmah yang bisa Anda dapatkan di dalamnya. 

Ketika, misalnya, Anda menhentikan zikir, karena tidak kunjung mampu berkonsentrasi, maka lama-kelamaan hati Anda akan dipenuhi kegelapan dan karat, sehingga jikalau tidak dibersihkan, maka cahaya hati akan padam dan dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam kekufuran. 

Selama Anda masih mempertahankan ritme zikir, maka Dia akan membantu Anda dan mengembalikan konsentrasi yang Anda harapkan. Lama-kelamaan Anda akan mendapatkan tingkatan tertinggi di kalangan para Sufi, dan itu masih di bawah tingkatan para Nabi dan Rasul. 

Keadaan Spritual yang Baik

Keadaan Spritual yang Baik


Hikmah Keempat Puluh Delapan

حُسْنُ الْأَعْمَالِ نَتَائِجُ حُسْنِ الْأَحْوَالِ, وَحُسْنُ الْأَحْوَالِ مِنَ التَّحَقُّقِ فِي مَقَامَاتِ الْإِنْزَالِ

“Amal kebajikan merupakan hasil keadaan spritual yang baik, dan keadaan spritual yang baik merupakan perwujudan dari kedudukan yang diberikan oleh Allah Swt.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Amal kebajikan yang tampak dari perbuatan-perbuatan anggota badan merupakan konklusi dari keadaan spritual yang baik, yang letaknya di dalam hati. Barangsiapa yang keadaan hatinya baik, maka itu akan terpancar dari amalannya. Dan barangsiapa yang keadaan hatinya buruk, maka itu juga akan terpancar dari amalannya. Orang yang baik adalah orang yang baik keadaan hatinya. Dan orang yang buruk adalah orang yang buruk keadaan hatinya. Keduanya saling terikat dan ada korelasinya. 

Keadaan hati yang baik hanya bisa didapatkan jikalau tahapan-tahapan menuju Allah Swt dilakukan. Jikalau, misalnya, bertaubat, maka bertaubautlah dengan benar. Jauhilah semua larangan-Nya, dan jalankan semua perintah-Nya. Jikalau berada di tahapan sabar, maka bersabarlah dengan baik, dan pertahankan keadaan itu terus-menerus. Jangan mentang-mentang berada di tahapan sabar, maka kita boleh melanggar maksiat. Itu sama sekali tidak dibenar. Satu tahapan dengan tahapan lainnya saling berhubungan. 

Hati akan semakin terang dan bercahaya setiap kali kita berhasil melaluinya dengan baik

Sedikit dan Banyaknya Amalan

Sedikit dan Banyaknya Amalan


Hikmah Keempat Puluh Tujuh

مَا قَلَّ عَمَلٌ بَرَزَ مِنْ قَلْبٍ زَاهِدٍ, وَلَا كَثُرَ عَمَلٌ بَرَزَ مِنْ قَلْبٍ رَاغِبٍ

“Tidak bisa disebut sedikit, amalan yang bersumber dari hati yang zuhud. Dan tidak bisa disebut banyak, amalan yang bersumber dari hati yang tamak.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

{Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Walaupun amalan yang Anda lakukan itu sedikit, namun dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan jauh dari nilai-nilai kesyirikan, maka pada hakikatnya Anda telah melakukan sesuatu yang besar dengan pahala yang besar pula. Nilai sebuah ibadah adalah kwilitasnya, bukan kuantitasnya. Berapa banyak orang yang beribadah siang dan malam, namun tidak ada pahala yang didapatkannya, karena semua itu dilakukannya tidak ikhlas dan jauh dari nilai-nilai ketuhanan. 

Walaupun amalan yang Anda lakukan itu banyak, namun tidak ikhlas dan mengandung nilai-nilai kesyirikan, maka pahala yang Anda dapatkan adalah nol besar, bahkan sia-sia belaka. Ibadah yang Anda lakukan untuk selain-Nya, maka Dia berlepas diri darinya. Ibadah itu sesuai niatnya. Jikalau niatnya untuk Allah Swt, maka Dia akan membalasnya. Jikalau niatnya untuk dunia, maka ia akan mendapatkannya, dan tentunya itupun atas seizin-Nya. 

Banyaknya amalan belum tentu menunjukkan banyaknya pahala. Dan sedikitnya amalan belum tentu menunjukkan sedikitnya pahala. Timbangannya adalah keikhlasan dan kesesuainnya dengan tuntutan Rasulullah Saw. 

Jangan Tertipu Keadaan

Jangan Tertipu Keadaan


Hikmah Keempat Puluh Enam

رُبَمَا كُنْتَ مُسِيْئًا فَأَرَاكَ الْإِحْسَانَ مِنْكَ صُحْبَتُكَ مَنْ هُوَ أَسْوَأُ حَالًا مِنْكَ

“Barangkali engkau adalah seseorang yang buruk , kemudian kebaikan tampak dari dirimu karena bersahabat dengan orang yang keadaannya lebih buruk dari dirimu.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

{Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Bisa jadi keadaan lahir dan batin Anda kurang baik, namun karena Anda berteman dengan orang-orang yang keadaannya lebih buruk dari Anda, maka Anda kelihatan lebih baik dan lebih hebat. Ini adalah jebakan. Jikalau Anda tidak hati-hati, maka Anda akan terjebak dan merasa lebih baik dari orang lain. 

Misalnya, Anda berteman dengan orang yang lalai mengerjakan shalat, sedangkan Anda rajin mengerjakannya. Jikalau Anda tidak hati-hati, maka Anda akan terjebak, sehingga merasa lebih baik dan merasa lebih tinggi dari orang lain. 

Hindarilah hal ini dan jangan dekati. Dalam masalah ibadah, lihatlah orang yang lebih baik dari Anda dan bertemanlah dengannya. Jikalau Anda lalai mengerjakan ibadah sunnah, maka bertemanlah dengan orang yang rajin mengerjakannya. Anda akan merasa kecil di hadapannya dan tidak akan merasa bangga sedikitpun. 

Keadaan ini akan membuat Anda terpacu untuk melakukan ibadah serupa, bahkan berusaha lebih baik lagi. Dan tidak ada amalan yang lebih baik dari berpacu dalam kebaikan. Jangan pernah merasa sempurna, karena itu akan menghambat kemajuan Anda.