Meminta Balasan Amalan

Meminta Balasan Amalan


Hikmah Keseratus Dua Puluh Tiga

مَتَى طَلَبْتَ عِوَضًا عَلَى عَمَلٍ طُوْلِبْتَ بِوُجُوْدِ الصِّدْقِ فِيْهِ, وَيَكْفِي الْمُرِيْبُ وُجْدَانُ السَّلَامَةِ

“Ketika engkau meminta balasan suatu amalan, engkau dituntut tulus mengerjakannya. Bagi orang yang ragu-ragu, cukuplah baginya keselamatan.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Ketika Anda mengerjakan suatu amal ibadah, kemudian Anda minta balasannya kepada Allah Swt, maka lihatlah terlebih dahulu amalan yang Anda kerjakan itu: Apakah ikhlas atau tidak? Jikalau ikhlas, maka Anda berhak mendapatkan apa yang Anda tuntut. Jikalau tidak, maka itu adalah sebuah kesia-siaan. 

Kenyataannya, amalan yang Anda lakukan itu sama sekali tidak ikhlas. Ketika Anda mengharapkan balasan dari amalan yang Anda kerjakan, itu adalah sebuah sinyalemen bahwa amalan Anda telah disusupi oleh unsur-unsur duniawi atau meteri, sehingga nilai keikhlasannya berkurang, bahkan lenyap sama sekali. 

Bagi orang yang masih ragu-ragu mengenai keikhlasan amalannya, maka baginya yang penting adalah keselamatan. Selama tidak abadi di neraka, maka sudah cukup menenangkan hatinya. Dalam fikirannya, amal ibadah yang telah dikerjakannya, layak untuk diminta balasannya. Ia tidak sadar, bahwa itu adalah salah satu bentuk kekurang ajarannya kepada Allah Swt.  

Sunnah Menyatakan Ridha atas Allah SWT, Islam, dan Rasul-Nya

Sunnah Menyatakan Ridha atas Allah SWT, Islam, dan Rasul-Nya


Man Rabbuka; Siapa Tuhanmu?
Ma Dinuka; Apa Agamamu?
Wa Man Nabiyyuka; Siapa Nabimu?
Itulah tiga pertanyaan akan dipertanyakan kepada kita kelak di Alam Barzakh; Alam kubur. Hal ini dijelaskan dalam riwayat Abu Daud, dari al-Barra' bin 'Azib radhiyallahu anhu, yaitu ketika Rasulullah Saw  berbicara mengenai dua malaikat yang akan bertanya di dalam kubur. 
Tidak ada seorang pun di antara ketika, kecuali akan melalui fase ini. Kelihatannya mudah. Padahal berat. Walaupun kita hafalkan jawabannya di dunia, namun hafalan tersebut tidak akan berguna pada akhirnya. 
Kemudahan itu hanya akan diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang diinginkan-Nya, yaitu orang-orang yang selama hidupnya di dunia menyibukkan diri dengan ketiga hal tersebut. 
Nabi Saw mengajarkan kita suatu zikir yang bisa kita baca setiap pagi dan sore, yang akan mengingatkan kita akan tiga pertanyaan di atas nantinya di Alam Barzakh. 
Diriwayatkan oleh al-Thabrani, Rasulullah Saw bersabda, "Siapa yang membaca ketika pagi: 
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وِبِالإِسْلَامِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا
'Aku ridha Allah SWT sebagai Rabb, Islam sebagai Agama, dan Muhammad sebagai Nabi'
Maka, aku akan menjadi penjaminnya. Aku akan menuntun tangannya sampai aku memasukkannya ke dalam surga." 
Dalam riwayat al-Turmudzi dijelaskan, siapa yang membaca zikir di atas ketika sore, maka ia berhak mendapatkan keridhaan Allah SWT. 
Maka, semoga Allah SWT mudahkan lisan kita mengucapkannya di dunia, kemudian Allah SWT mudahkan kita memahaminya dan mengamalkannya, sehingga dimudahkan nantinya di Alam Barzakh menjawab 3 pertanyaan di atas. [] 
Allah Swt Maha Mengetahui Tentang Anda

Allah Swt Maha Mengetahui Tentang Anda


Hikmah Keseratus Dua Puluh Dua

عَلِمَ وُجُوْدَ الضَّعْفِ مِنْكَ فَقَلِّلْ أَعْدَادَهَا, وَعَلِمَ احْتِيَاجَكَ إِلَى فَضْلِهِ فَكَثَّرَ أَمْدَادَهَا

“Allah Swt mengetahui kelemahan yang ada di dalam dirimu, sehingga Dia meminimalkan bilangannya, dan Dia mengetahui kebutuhanmu akan karunia-Nya, sehingga Dia memperbanyak pahala-Nya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)]


Allah Swt Maha Mengetahui, bahwa Anda itu lemah dan tidak mampu mengerjakan shalat dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu, Dia menetapkan jumlahnya bagi umat Islam ini sebanyak lima kali sehari-semalam: Subuh, Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya. 

Jikalau dihitung dan diperhatikan sekilas, jumlah sebesar itu tidak akan mampu mengantarkan Anda mendapatkan rahmat-Nya dan karunia-Nya yang Maha Agung. Oleh karena itu juga, Dia memberikan Anda kesempatan untuk memperbanyak pundi-pundi pahala Anda dengan ibadah-ibadah sunnah, seperti shalat sunnah witir, shalat sunnah Tahayyatul Mesjid, shalat sunnah Tahajjud dan sebagainya. 

Semua itu tidak membutuhkan waktu yang banyak untuk mengerjakannya. 

Artinya, Anda sebagai umat Muhammad Saw dimuliakan-Nya dengan limpahan pahala-Nya; walaupun beban kewajiban yang dipikulkan di pundak Anda tidak terlalu banyak dan tidak terlalu berat.  

Peranan Shalat

Peranan Shalat


Hikmah Keseratus Dua Puluh Satu

الصَّلَاةُ مَحَلُّ الْمُنَاجَاةِ وَمَعْدِنُ الْمُصَافَاةِ, تَتَّسِعُ فِيْهَا مَيَادِيْنُ الْأَسْرَارِ وَتَشْرِقُ فِيْهَا شَوَارِقُ الْأَنْوَارِ. 

“Shalat adalah tempat bermunajat dan lahan membersihkan diri. Di dalamnya ada medan rahasia yang luas dan kilauan cahaya yang bersinar terang.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)]


Shalat yang Anda kerjakan lima kali sehari-semalam adalah tempat bermunajat seorang hamba kepada Allah Swt. Itu adalah masa ketika ia menghabiskan waktunya berkhalwat bersama kekasihnya, mengadukan segala hajatnya dan menyampaikan segala keluh-kesahnya. 

Shalat juga merupakan lahan seorang hamba untuk membersihkan hatinya dari semua bentuk dosa dan maksiat yang akan mengotori hatinya, membuatnya terhijab dan semakin jauh dari hidayah-Nya. Jikalau mata buta, itu adalah sebuah musibah. Namun jikalau mati yang buta, maka musibahnya lebih besar lagi. 

Ketika Anda mengerjakannya, maka Anda sedang membaca dan mengkaji kitab segala rahasia yang ada di alam semesta ini, baik di langit maupun di bumi. Bukankah Anda mengenal Malaikat, Jin dan sejenisnya dari Al-Quran? Bukankah Anda dapat mengetahui beragai jenis ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui manusia dari Al-Quran?  Bukanlah Anda mengetahui hidayah, taufik, kelapangan jiwa dan sebagainya dari Al-Quran? Yah, Al-Quran adalah medan segala rahasia. Jikalau Anda mampu mengkajinya dan mendalami, maka Anda akan mengetahui rahasia-rahasia itu.

Pancaran cahaya Allah Swt ada di dalam shalat yang Anda kerjakan. Semakin Anda rajin mengerjakannya, maka semakin besar harapan Anda mendapatkan cahaya-Nya. Jikalau Anda sudah mendapatkan-Nya, maka segala rasa duniawi yang masih tersimpan di dalam diri Anda akan lenyap sedikit demi sedikit, sehingga Anda benar-benar merasakan kelezatan ibadah bersama-Nya.   

Faedah Shalat

Faedah Shalat


Hikmah Keseratus Dua puluh

الصَّلَاةُ طُهْرَةٌ لِلْقُلُوْبِ مِنْ أَدْنَاسِ الذُّنُوْبِ وَاسْتِفْتَاحٌ لِبَابِ الْغُيُوْبِ

“Shalat adalah pembersih hati dari kotoran-kotoran dosa dan pembuka pintu keghaiban.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Shalat yang dikerjakan sepenuh hati, memenuhi semua rukunnya dan syaratnya, maka ia mampu membersihkan hati dari dosa-dosa yang menyelimutinya. Jikalau hati Anda kotor, maka ia akan terhijab dari Allah Swt, sehingga kehidupannya akan kelam dan tidak mampu menangkap sinyal-sinyal Ilahy yang pantulkan kepadanya. 

Sebaliknya, jikalau hati Anda bersih dan suci, maka ia akan mendapatkan cahaya-Nya, sehingga mampu menangkap rahasia-rahasia dan hakikat di balik sesuatu. Cobalah Anda perhatikan orang-orang yang hatinya bersih dan dekat dengan-Nya, maka Anda akan mendapatinya penuh wibawa, simpati dan dihormati. Semua itu tidak lain adalah efek cahaya-Nya yang memancar di mukanya dan budi pekertinya

Allah Swt Mengetahui Karakter Anda

Allah Swt Mengetahui Karakter Anda


Hikmah Keseratus Sembilan Belas

لَمَّا عَلِمَ الْحَقُّ مِنْكَ وُجُوْدُ الْمَلَلِ, لَوَّنَ لَكَ الطَّاعَاتِ. وَعَلِمَ مَا فِيْكَ مِنْ وُجُوْدِ الشَّرَهِ, فَحَجَرَهَا عَلَيْكَ فِى بَعْضِ الْأَوْقَاتِ, لِيَكُوْنَ هَمُّكَ إِقَامَةُ الصَّلَاةِ لَاوُجُوْدُ الصَّلاَةِ. فَمَا كُلُّ مُصَلٍّ مُقِيْمٌ.

“Taktala Allah Swt mengetahui ada rasa jenuh di dalam dirimu, maka Dia membuat aneka ragam jenis ketaatan. Dia mengetahui rasa rakus yang ada di dalam dirimu, sehingga Dia membatasinya dalam waktu-waktu tertentu saja, agar orientasimu adalah mendirikan, bukan sekedar mengerjakan shalat semata. Tidak setiap orang yang mengerjakan shalat itu mendirikannya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Dalam diri manusia ada rasa jenuh dan bosan melakukan pekerjaan atau aktifitas yang itu-itu saja. Allah Swt Maha Mengetahui apa yang dibutuhkan oleh para hamba-Nya, karena Dia sendirilah yang menciptakannya dan menetapkan segala takdirnya. Dia mengetahui hakikat segala sesuatu, dan tidak ada yang luput dari pandangan-Nya. 

Agar rasa bosan tidak menghinggapi para hamba-Nya ketika menjalankan ketaatan, maka Dia tidak hanya mewajibkan satu ibadah tertentu saja kepada mereka, akan tetapi Dia menetapkannya beraneka ragam. Ada shalat, ada puasa, ada haji, ada zakat dan sebagainya. Ada ibadah badan, ada ibadah hati, ada ibadah perbuatan dan ada ibadah perkataan. Jikalau Anda telah jenuh menjalankan salah satunya, maka beralihlah menjalankan ibadah lainnya. Selama ibadah itu hukumnya tidak wajib, dan masih dalam tataran sunnah, maka Anda tidak masalah meninggalkannya sekali-kali. 

Selain itu, Dia mengetahui adanya rasa tamak beribadah di dalam diri Anda. Jikalau, misalnya, Anda sudah kecanduan mengerjakan shalat, maka Anda akan terus-menerus menghabiskan waktu di dalamnya. Efeknya, Anda akan melalaikan tanggung jawab menghidupi keluarga, anak dan istri. Anda juga akan melalaikan hubungan dengan masyarakat dan tugas sebagai seorang warga negara. 

Oleh karena itu, Dia menentukan waktu-waktunya, agar Anda tidak terus-menerus larut dalam ibadah tertentu kepada-Nya. Misalnya, Anda diperintahkan mengerjakan shalat Subuh ketika fajar terbit. Artinya, setelah itu Anda diperintahkan untuk mengais rezki dan berusaha di bumi-Nya. Anda diperintahkan menunaikan shalat Zuhur pada waktu matahari sudah tergelincir. Artinya, Anda diperintahkan beristirahat sejenak pada waktu itu dan kembali mengerjakannya setelah itu. Begitulah seterusnya. 

Pertanyaannya sekarang, kenapa ibadah tertentu di tentukan waktunya? Kenapa tidak sesuai keinginan pelakunya saja? Jawabannya mudah. Ketika Anda mengerjakan shalat, misalnya, maka yang dituntut dari Anda bukanlah sekedar mengerjakannya saja, tetapi mendirikannya. Alangkah jauhnya perbedaan di antara keduanya. 

Jikalau mendirikan shalat, maka Anda mengerjakannaya dengan segala rukunnya, syaratnya dan kekhusyuan. Sedangkan mengerjakan shalat, maka Anda mengerjakannya semata-mata untuk melepaskan kewajiban. Tidak ada yang Anda dapatkan. Tidak pahala, dan tidak pula dosa. 

Intinya, akselerasi ibadah itu bertujuan membuat Anda rileks menjalankan Ubudiyyah kepada-Nya.

Hasrat Ingin Melihat Allah Swt

Hasrat Ingin Melihat Allah Swt


Hikmah Keseratus Delapan Belas

عَلِمَ مِنْكَ أَنَّكَ لَا تَصْبِرُ عَنْهُ فَأَشْهَدَكَ مَا بَرَزَ مِنْهُ

“Allah Swt mengetahui, bahwa engkau tidak mampu bersabar berpisah dengan-Nya. Oleh karena itu, Dia memperlihatkanmu apa yang bersumber dari-Nya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]

 

Allah Swt mengetahui, bahwa Anda tidak mampu lama-lama berpisah dengan-Nya dan ingin segera bertemu dengan-Nya seraya menyaksikan wajah-Nya. itu adalah hal lumrah, dan memang rasa itu hanya dimiliki oleh orang-orang beriman yang cahaya-Nya bertahta di dalam hatinya. 

Di balik kerinduan Anda itu, Anda tetap tidak akan bisa menyaksikan-Nya di dunia ini karena sifatnya fana dan akan segera mengalami kehancuran pada waktunya. Untuk memuaskan dahaga Anda, maka Dia memerintahkan Anda menyaksikan tanda-tanda dan bukti-bukti kebesaran-Nya di alam semesta ini. Renungilah, maka Anda akan merasa seolah-oleh melihat-Nya. 

Bersabarlah, Anda akan mendapatkan nikmat paling besar itu di Akhirat kelak

Melihat Ciptaan Allah Swt di Dunia

Melihat Ciptaan Allah Swt di Dunia


Hikmah Keseratus Tujuh Belas

أَمَرَكَ فِي هَذِهِ الدَّارِ بِالنَّظَرِ فِي مُكَوَّنَاتِهِ, وَسَيَكْشِفُ لَكَ فِي تِلْكَ الدَّارِ عَنْ كَمَالِ ذَاتِهِ

“Allah Swt memerintahkanmu di negeri ini untuk melihat makhluk-Nya, dan engkau akan menemukan kesempurnaan Zat-Nya di negeri ini.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]

 

Jikalau Anda adalah salah seorang hamba Allah Swt yang merindukan pertemuan dengan-Nya dan ingin berada di hadapan-Nya, maka lihatlah alam semesta yang terbentang luas ini, dan saksikan juga bagaimana perjalanan hidup makhluk-Nya. Di dalamnya, Anda akan mendapatkan berbagai tanda-tanda dan ayat-ayat yang menunjukkan ke-Maha Kuasaan-Nya dan ke-Maha Agungan-Nya. 

Cobalah Anda perhatikan pemandangan indah yang berada di sekitar Anda. Layaknya lukisan indah yang bernilai harta tinggi. Jikalau dijual, tentu tidak akan ada yang mampu membelilnya, karena nilainya sangat mahal sekali. Lihat juga bagaimana alam semesta ini berjalan sesuai dengan kodratnya. Tidak melenceng dan keluar dari jalurkanya. Jikalau itu terjadi, maka itulah akhir kehidupan manusia. 

Kenapa Anda diperintahkan-Nya untuk melihat makhluk-Nya, agar Anda bisa melihat-Nya? Jawabannya tidaklah terlalu sulit dan tidak panjang, karena Dia tidak akan mungkin menampakkan dirinya di dunia yang fana ini. Dia hanya bisa dilihat di Akhirat kelak, yang merupakan negeri keabadian. 

Anda tentu pernah mendengar kisah Bani Israel yang meminta kepada Nabi Musa Alahissalam agar diperlihatkan Tuhannya. Ketika Dia menampakkan dirinya, maka gunung meletus, sehingga mereka semuanya pingsan. 

Apa yang ada di dunia ini adalah pancaran sifat-Nya yang Maha Agung. Ketika Anda melihat alam yang indah ini, tentu Anda semakin yakin bahwa Dia Maha Indah. Ketika Anda menyaksikan kekuasaan-Nya yang mampu menghancurkan hamba-Nya dalam sejenak, atau menyembuhkan hamba-Nya yang tidak mungkin sembuh lagi menurut ilmu kesehatan, tentu Anda akan semakin meyakini ke-Maha Kuasaan-Nya. 

Dia adalah Zat yang Maha Sempurna. Tiada cela dalam ciptaan-Nya.  

Lihatlah Allah Swt, Maka Anda Akan Tenang

Lihatlah Allah Swt, Maka Anda Akan Tenang


Hikmah Keseratus Enam Belas

إِنَّمَا يَسْتَوْحِشُ الْعُبَّادُ وَالزُّهَّادُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ لِغَيْبَتِهِمْ عَنِ اللهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ. فَلَوْ شَهِدُوْهُ فِي كُلِّ شَيْءٍ, لَمْ يَسْتَوْحِشُوْا مِنْ شَيْءٍ

“Para Ahli Ibadah dan para Zahid merasa risau dengan segala sesuatu, karena mereka tidak melihat Allah Swt dalam segala sesuatu. Jikalau mereka menyaksikan-Nya, maka mereka tidak akan merisaukan apapun.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Para Ahli Ibadah adalah orang-orang yang mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah Swt. Tidak ada sedikitpun moment, kecuali ia mengisinya dengan ketaatan dan ibadah. Sedangkan para Zahid adalah orang-orang yang meninggalkan dunia untuk mendapatkan keridhoan-Nya dan cinta-Nya. Di antara mereka ada yang orang kaya, hanya saja harta itu berada di tangannya, bukan di hatinya, sehingga ia bebas dan tidak dikendalikan hawa nafsu. 

Kedua kelompok ini adalah orang-orang yang dekat kepada Allah Swt. Jikalau mereka masih merasa risau, itu terjadi karena mereka belum menyaksikan sifat-sifatNya di dalam segala sesuatu. Ketika, misalnya, ia tertimpa musibah, maka hendaklah ia mengingat bahwa Dia adalah Zat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyaang, yang tidak akan menguji hamba-Nya di atas kemampuannya. Jikalau ia kehilangan harta, maka hendaklah ia segera menyadari bahwa Dia adalah Zat yang Maha Kaya. Harta yang hilang bisa diganti-Nya dalam sekejap mata. 

Jikalau ia mampu menyaksikan sifat-Nya dalam segala sesuatu yang ada di dunia ini, maka ia tidak akan pernah merasa sedih. Hatinya akan selalu dipenuhi ketentraman dan kebahagiaan. Ia akan sadar, bahwa semua yang ditentukan-Nya adalah kebaikan bagi-Nya; hanya saja kadang-kadang ia tidak mampu mencernanya. 

Jikalau Anda beribadah, maka beribadahlah dengan Ihsan. Bahkan dalam segala sesuatupun, Anda harus Ihsan. Artinya, jikalau Anda tidak mampu melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia melihat Anda dan menyaksikan gerak-gerik Anda.

Dia itu ghaib, akan tetapi ADA, dan lebih dekat dari urat nadi Anda

Orang yang Lalai & Orang yang Berakal

Orang yang Lalai & Orang yang Berakal


Hikmah Keseratus Lima Belas

الْغَافِلُ إِذَا أَصْبَحَ يَنْظُرُ مَاذَا يَفْعَلُ, وَالْعَاقِلُ يَنْظُرُ مَاذَا يَفْعَلُ اللهُ بِهِ

“Orang yang lalai mengawali harinya dengan melihat apa yang akan dilakukannya. Dan orang yang berakal memulai harinya dengan melihat apa yang akan Allah Swt lakukan terhadapnya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Orang yang lalai menjalankan perintah Allah Swt dan selalu menghampiri larangan-Nya, maka ia akan memulai harinya dengan melihat apa yang akan dilakukannya pada hari ini dan apa yang akan dihasilkannya. Ia bergantung kepada dirinya sendiri dan merasa bisa menghasilkan lebih banyak rezki tanpa intervensi siapapun. 

Ini adalah sebuah kesalahan dalam berfikir. Bukan itu yang harus Anda lakukan. Akan tetapi, jalankanlah semua perintah-Nya dan jauhilah segala larangan-Nya. rezki itu berada di tangan-Nya. Berusahalah, maka Anda akan mendapatkan bagian Anda, dan jangan pernah melalaikan ibadah kepada-Nya. 

Orang yang berakal selalu meyakini, bahwa Allah Swt sudah menetapkan segala sesuatu baginya, baik rezki, jodoh, kematian dan lain-lain. Jikalau Dia menetapkan di Lauh Mahfudz bahwa ia akan mendapatkan rezki pada hari ini dengan nominal tertentu, maka ia akan mendapatkannya. Dia akan membukakan pintu rezki-Nya. Jangan takut dan jangan lalai menjalankan kewajiban. Jikalau tujuan Anda adalah ridho-Nya, maka Anda akan mendapatkan dunia dan akhirat. Jikalau tujuan Anda hanya dunia semata, maka Anda hanya akan mendapatkan dunia.