Antara Rahasia Malakut dan Rahasia Hamba

Antara Rahasia Malakut dan Rahasia Hamba


Hikmah Keseratus Lima Puluh Sembilan

Antara Rahasia Malakut dan Rahasia Hamba

رُبَمَا أَطْلَعَكَ عَلَى غَيْبِ مَلَكُوْتِهِ وَحَجَبَ عَنْكَ الْاِسْتِشْرَافَ عَلَى أَسْرَارِ الْعِبَادِ

“Bisa jadi Allah Swt memperlihatkan kepadamu keghaiban malakut-Nya, akan tetapi menghijabmu untuk mengetahui rahasia-rahasia para hamba-Nya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Mungkin Anda mampu mengetahui rahasia-rahasia yang ada di alam semesta ini; padahal ia jauh dari Anda, namun Anda tidak mampu mengetahui rahasia-rahasia yang ada di dalam diri seorang hamba; padahal ia dekat dari Anda. Ini adalah ketetapan Allah Swt yang pasti ada hikmahnya. Hanya saja kadang-kadang Anda mampu mengetahuinya, dan kadang-kadang Anda lemah memikirkannya. 

Cobalah Anda fikirkan sejenak. Anda mampu mengetahui keghaiban malakut-Nya, namun tidak mampu mengetahui rahasia para hamba-Nya. Ada ada sebenarnya? 

Jenis yang pertama begitu jauh dari Anda, bahkan Anda tidak mampu menjangkaunya sama sekali dengan tangan Anda. Sedangkan jenis kedua begitu dekat dari Anda, bahkan ia berada di hadapan Anda. Anda bisa menyentuhnya, menyalaminya, bahkan memukulnya. Hanya saja, Anda tidak mampu menyelami apa yang ada di dalam jiwanya. 

Walaupun begitu, Anda harus tetap tulus dan ikhlas dalam menjalankan ibadah kepada-Nya. Berusaha terus dengan penuh kesungguhan untuk mendapatkan cahaya-Nya. Hanya dengan itu Anda akan mampu menyibak rahasia di balik sebuah benda atau peristiwa.

Tanda Wali Allah Swt

Tanda Wali Allah Swt


Hikmah Keseratus Lima Puluh Delapan

Tanda Wali Allah Swt

سُبْحَانَ مَنْ لَمْ يَجْعَلِ الدَّلِيْلَ عَلَى أَوْلِيَائِهِ إِلَّا مِنْ حَيْثُ الدَّلِيْلُ عَلَيْهِ وَلَمْ يُوْصِلْ إِلَيْهِمْ إِلَّا مَنْ أَرَادَ أَنْ يُوَصَّلَهُ إِلَيْهِ

“Maha Suci Allah Swt yang tidak menjadikan tanda wali-waliNya, kecuali dengan tanda diri-Nya. Dan tidak akan sampai kepada meraka, kecuali orang yang diinginkan-Nya untuk sampai kepada-Nya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Para wali Allah Swt adalah orang-orang yang memiliki kedudukan khusus di sisi-Nya. Mereka telah mendapatkan cahaya-Nya, mengetahui hikmah dan rahasia yang ada di balik sebuah peristiwa. Jikalau ada yang bertanya kepada Anda, apakah ciri-ciri seorang wali?

Jawablah, bahwa ia tidak memiliki tanda-tanda khusus yang diketahui seluruh manusia. Allah Swt menjadikan diri-Nya sebagai tanda bagi para wali-Nya. Artinya, jikalau Anda mengenal-Nya, maka Anda akan mengenal wali-Nya. 

Sangat tepat jikalau ada seorang ulama yang mengatakan: 

“Jikalau Anda melihat seseorang, kemudian Anda lansung mengingat Allah Swt, maka ketahuilah bahwa ia adalah wali-Nya.” 

Tidak semua orang bisa menemui wali-Nya, karena sulit menemukannya di tengah keramaian. Ia berpenampilan layaknya manusia biasa. Hanya orang-orang yang telah ditentukan Allah Swt yang bisa menemui-Nya, agar bisa memohon doanya demi kebaikannya di dunia dan di akhirat. Ia akan selalu menunjuki manusia menuju kebenaran. Belajarlah kepadanya, agar Anda sampai kepada-Nya. 

Sunnah Segera Berbuka

Sunnah Segera Berbuka


"Segera Berbuka" adalah salah satu Sunnah Nabi Muhammad Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan Bukhari, dari Sahal bin Saad radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Saw bersabda:
لا يزالُ النَّاسُ بخيرٍ ما عجَّلوا النَّاسُ الفطرَ
"Manusia akan selalu berada dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka."
Sunnah ini merupakan bentuk rahmat atau kasih sayang Allah SWT kepada para hamba-Nya. 
Dalam surat al-Nisa' ayat 147 dijelaskan:
مَّا يَفْعَلُ ٱللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِن شَكَرْتُمْ وَءَامَنتُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
"Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui."
Puasa adalah ibadah. Allah SWT mensyariatkannya bukan untuk menyiksa para hamba-Nya, namun untuk menyaksikan ketundukan, ketaatan dan ubudiyyah mereka.
Puasa, terbentang dari terbitnya Fajar sampai terbenamnya matahari. Tidak ditambah dan tidak dikurangi.
Maka, jikalau kita berpuasa, segeralah berbuka jikalau sudah masuk waktunya. Bisa dengan kurma atau air. Lazimilah Sunnah ini. Sayangi diri sendiri dan keluarga. Jangan rusak badan.
Dan jauh lebih penting dari semua itu, ia adalah Sunnah Nabi kita; Nabi Muhammad Saw. []
Bagaimana Allah Swt Menutup Cahaya Bathin

Bagaimana Allah Swt Menutup Cahaya Bathin


Hikmah Keseratus Lima Puluh Tujuh 

Bagaimana Allah Swt Menutup Cahaya Bathin

سَتَرَ أَنْوَارَ السَّرَائِرِ بِكَثَائِفِ الظَّوَاهِرِ إِجْلَالًا لَهَا أَنْ تُبْتَذَلَ بِوُجُوْدِ الْإِظْهَارِ وَأَنْ يُنَادَى عَلَىيْهَا بِلِسَانِ الْاِشْتِهَارِ

“Allah Swt menutup cahaya relung-relung jiwa dengan tebalnya perbuatan-perbuatan zhahir untuk memuliakannya, agar tidak murahan karena terlihat nyata dan tidak dipanggil dengan lisan ketenaran.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari 

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Allah Swt sengaja menutup cahaya yang ada di relung-relung jiwa dengan perbuatan-perbuatan zhahir sebagai bentuk kehormatan baginya. Apakah Anda tidak menyaksikan, bahwa setiap yang tertutup jauh lebih berharga dan lebih dihormati dari yang terbuka. Biasanya, setiap sesuatu yang mudah dilihat dan disaksikan, maka nilainya berkurang dalam pandangan orang lain. 

Misalnya, ketika Anda menyaksikan perempuan yang memakai hijab atau menutup auratnya, bukankah Anda lebih menghormatinya dan tidak berani menggangunya. Dan berbanding terbalik dengan perempuan yang selalu mengumbar auratnya. Anda sama sekali tidak respek dan tertarik dengan gayanya, bahkan menjadi bahan cemoohan Anda. Itulah contoh kecil yang bisa kita dapatkan di tengah-tengah masyarakat. 

Dan begitu halnya dengan cahaya hati. Ia sengaja ditutupi oleh Allah Swt dengan perbuatan-perbuatan zhahir. 

Intinya, jikalau Anda ingin membuka dan memperlihatkan cahaya itu, maka perbaikilah perbuatan Anda. Janganlah melakukan hal-hal yang dilarang-Nya dan kerjakan selalu perintah-Nya. Selama Anda masih melanggar aturan-Nya, maka cahaya itu akan selalu tertutup.

Jikalau Hati Berhenti Pada Cahaya

Jikalau Hati Berhenti Pada Cahaya


Hikmah Keseratus Lima Puluh Enam

Jikalau Hati Berhenti Pada Cahaya

رُبَمَا وَقَفَتِ الْقُلُوْبُ مَعَ الْأَنْوَارِ كَمَا حُجِبَتِ النُّفُوْسُ بِكَثَائِفِ الْأَغْيَارِ

“Bisa jadi hati berhenti bersama cahaya-cahaya; sebagaimana jiwa terhijab oleh gelapnya bayang-bayang ciptaan.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari 

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Taktala hati melihat cahaya yang dipancarkan oleh Allah Swt, maka bisa jadi ia berhenti di hadapannya. Ini adalah sebuah tanda, bahwa hati Anda masih lebih dan belum mencapai kesempurnaannya. 

Teruslah berjalan dan melangkahkan hati. Jangan hanya berhenti di hadapan cahaya. Percarian Anda yang sebenarnya adalah apa yang ada di balik cahaya itu, yaitu Allah Swt. Cahaya yang Anda lihat itu hanyalah tanda dari-Nya, bahwa perjalanan Anda hampir mencapai puncaknya. 

Jikalau Anda Cuma berhenti sampai disitu, maka cahaya itu justru akan menjadi hijab Anda dan menghalangi tujuan Anda. Sadarlah segera. Pemisalan yang sedang Anda alami itu adalah seperti jiwa yang ditutupi oleh gelapnya bayang-bayang makhluk. 

Hanya saja bedanya, yang satu hijabnya adalah cahaya, sedangkan yang satu lagi hijabnya adalah kegelapan. Perhatikanlah itu baik-baik dan jangan sampai tertipu. 

Dua Jenis Cahaya

Dua Jenis Cahaya


Hikmah Keseratus Lima Puluh Lima

Dua Jenis Cahaya

نُوْرٌ يَكْشِفُ لَكَ بِهِ عَنْ آثَارِهِ, وَنُوْرٌ يَكْشِفُ لَكَ عَنْ أَوْصَافِهِ

“Ada cahaya yang menyingkap makhluk Allah Swt, dan ada cahaya yang menyingkap sifat-sifatNya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Cahaya Allah Swt yang diberikan-Nya kepada Anda terbagi dua: 

Pertama, cahaya yang akan menyingkapkan Anda mengenai makhluk-Nya. 

Jikalau Anda telah mendapatkan cahaya ini, maka Anda akan mampu mengenal hakikat segala sesuatu yang ada di dunia ini, kemudian Anda juga akan mampu menjadikannya sebagai sarana menuju hadirat-Nya. 

Berapa banyak manusia yang terlena oleh kehidupan dunia ini. Ketika ia diberikan harta, ia malah menghabiskannya dalam kemaksiatan, bukan dimamfaatkannnya untuk mendekatkan diri kepada-Nya, seperti bersedekah, berzakat dan sebagainya. Jikalau ia diberikan anak, maka ia justru menghabiskan waktu bersenang-senang dengannya, sehingga menyebabkannya lalai menunaikan kewajibannya terhadap Khaliknya. Dan masih banyak lagi contoh-contoh yang bisa dijadikan teladan dalam hal ini. 

Kedua, cahaya yang akan menyingkapkan Anda mengenai sifat-sifatNya. 

Dengan cahaya ini, Anda akan mampu mencapai Ma’rifat-Nya. Keimanan yang Anda miliki akan bersambung cahaya sifat-sifatNya. Jikalau Anda telah mendapatkan cahaya jenis kedua ini, maka Anda akan mampu menyingkap rahasia yang ada di balik ketetapan-Nya. Jikalau orang masih gundah-gelana menghadapi takdir buruk-Nya, maka Anda justru bisa menenangkannya dan menyingkap hikmah di baliknya. Cahaya kedua adalah lanjutan cahaya pertama. 

Jikalau Anda baru mendapatkan cahaya pertama, maka langkah yang Anda tuju belum sempurna. Teruslah melangkah dan rajinlah beribadah, mudah-mudahan Anda akan mampu mendapatkan cahaya kedua yang merupakan dambaan setiap salik. 

Sumber Cahaya Hati

Sumber Cahaya Hati


Hikmah Keseratus Lima Puluh Empat 

Sumber Cahaya Hati

نُوْرٌ مُسْتَوْدَعٌ فِي الْقُلُوْبِ, مَدَدُهُ مِنَ النُّوْرِ الْوَارِدِ مِنْ خَزَائِنِ الْغُيُوْبِ

“Cahaya yang tersimpan di dalam hati bersumber dari cahaya yang datang dari gudang keghaiban.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Di bagian sebelumnya telah dijelaskan, bahwa cahaya itu terdapat di dalam hati. Pertanyaannya sekarang, apakah Anda mengetahui darimana cahaya itu berasal?!

Yah, ia berasal dari Allah Swt.  Cahaya itu tersimpan dalam perbendaharaan ghaib. Dia memberikan kepada hati-hati yang suci dan jauh dari maksiat. Semakin banyak ketaatan yang Anda lakukan, maka hati Anda akan semakin suci dan cahaya ilahy akan semakin mudah menghampirinya. Sebaliknya, semakin banyak maksiat yang Anda lakukan, maka hati Anda akan semakin gelap dan hitam, sehingga cahaya itu terhalangi. 

Cobalah Anda perhatikan kertas putih bersih; bagaimana keadaannya jikalau diberikan cahaya. Bukanlah ia akan memantulkannya?!

Kemudian perhatikan pula, bagaimana jikalau ia dipantulkan cahaya dalam keadaan kotor dan hitam. Apakah ia akan mampu memantulkanya?!

Pertanyaan itu tidak perlu dijawab, karena Anda sendiri sudah mengetahui jawaban sebenarnya. Itulah hati Anda, yang harus Anda jaga dengan sebaik-baiknya. 

Tempat Terbitnya Cahaya Allah Swt

Tempat Terbitnya Cahaya Allah Swt


Hikmah Keseratus Lima Puluh Tiga

Tempat Terbitnya Cahaya Allah Swt

مَطَالِعُ الْأَنْوَارِ الْقُلُوْبُ وَالْأَسْرَارِ

“Tempat terbitnya cahaya adalah hati dan relung-relung jiwa.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Apa Anda mengetahui dimana tempat cahaya Ilahy berada?!

Yah, ia berada di dalam hati dan relung-relung jiwa. Ia merupakan tempat mengenal Allah Swt, mengetahui rahasia-rahasinya dan gudang segala kelebihan yang diberikan-Nya kepada para hamba-Nya. 

Cahaya itu memang bersarang di dalam hati, namun perlu Anda ingat bahwa ia tidak akan muncul ke permukaan kecuali dengan bantuan-Nya. Jikalau Anda tidak hati-hati dan selalu larut dalam perbuatan maksiat, maka ia akan akan redup, bahkan tertutupi. 

Berusahalah menjaga cahaya itu dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Jikalau Dia telah mengangkat hijab yang ada di dalam hati Anda, maka cahayanya akan terlihat jelas di wajah Anda, bahkan Anda akan mampu melihat sesuatu yang tidak mungkin dilihat dengan mata biasa dan mengetahui rahasia yang tidak diketahui orang lain. 

Pada saat itu, Anda akan mencapai Marifat-Nya, yaitu tingkatan yang dirindukan setiap Salik. 

Malam Kesempitan dan Siang Kelapangan

Malam Kesempitan dan Siang Kelapangan


Hikmah Keseratus Lima Puluh Dua

Malam Kesempitan dan Siang Kelapangan

رُبَمَا أَفَادَكَ فِي لَيْلِ الْقَبْضِ مَا لَمْ تَسْتَفِدْهُ فِي إِشْرَاقِ نَهَارِ الْبَسْطِ. لَا تَدْرُوْنَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا

“Barangkali Allah Swt memberimu faedah di malam kesempitan, yang tidak engkau dapatkan di tengah cahaya siang kelapangan. Kalian tidak mengetahui mana yang lebih bermamfaat bagi kalian.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)

 

Ketika Anda berada di dalam kesempitan, maka jangan bersedih dan mengeluh, karena bisa jadi Anda mendapatkan hikmah besar di baliknya, yang mungkin tidak akan pernah Anda dapatkan ketika lapang. 

Ketika Anda sengsara, maka rasa harap Anda kepada Allah Swt sangat besar. Semua rasa sombong yang ada di dalam hati Anda akan hancur. Semua rasa egois yang tertanam di dalam dada Anda akan lenyap. Hati Anda akan dipenuhi rasa takut akan azab-Nya dan rasa hina di hadapan-Nya. 

Ini berbeda halnya ketika Anda diberikan kelapangan. Anda akan merasa senang, karena memiliki harta, kebahagiaan dan kesenangan, bahkan Anda berharap ingin mendapatkan lebih banyak lagi. Jikalau tidak hati-hati, bisa jadi Anda akan terjerumus ke dalam lembah kekufuran, yaitu kufur nikmat dengan tidak pernah mensyukurinya. 

Oleh karena itu, Allah Swt lebih mengetahui mana yang lebih baik bagi Anda. Mungkin Anda menyangka, jikalau Anda kaya dan terus hidup makmur, maka itu tentu lebih baik bagi Anda. Namun Dia berpendapat lain, jikalau Anda sengsara dan hidup serba adanya, maka itu lebih baik bagi Anda. 

Cobalah Anda perhatikan kehidupan di sekeliling Anda. Berapa banyak orang kaya yang tidak mampu bersyukur dan menjalankan perintah Khalik-Nya. Dulu, ketika masih miskin, ia rajin ke Mesjid dan tidak pernah lalai menjalankan perintah-Nya. Namun ketika kekayaan menghampiri-Nya, ia lalai dan larut dalam lautan materi. Memang tidak semua orang seperti itu, namun sebahagian besarnya masuk ke dalam kategori ini. 

Barangkali sesuatu yang Anda benci, ia baik di hadapan-Nya. Dan barangkali sesuatu yang Anda cintai, ia buruk dalam pandangan-Nya. Berusahalah sebaik-baiknya, dan serahkan hasilnya kepada Penguasa Anda. Apa yang ditakdirkan-Nya, maka itu adalah yang terbaik bagi Anda. 

Raja’ (Rasa Harap) dan Khauf (Rasa Takut)

Raja’ (Rasa Harap) dan Khauf (Rasa Takut)


Hikmah Keseratus Lima Puluh Satu 

Raja’ (Rasa Harap) dan Khauf (Rasa Takut)

إِذَا أَرَدْتَ أَنْ يَفْتَحَ لَكَ بَابَ الرَّجَاءِ فَاشْهَدْ مَا مِنْهُ إِلَيْكَ, وَإِذَا أَرَدْتَ أَنْ يَفْتَحَ لَكَ بَابَ الْخَوْفِ فَاشْهَدْ مَا مِنْكَ إِلَيْهِ

“Jikalau engkau ingin dibukakan pintu harapan, maka maka perhatikanlah karunia Allah Swt kepadamu. Jikalau engkau ingin dibukakan pintu rasa takut, maka perhatikanlah apa yang engkau persembahkan untuk-Nya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Jikalau Anda ingin dibukakan pintu Raja’ (rasa harap kepada Allah Swt), maka perhatikanlah semua karunia-Nya kepada Anda. Bukanlah Dia telah memberikan Anda makanan dan minuman, sehingga Anda tidak kelaparan. Bukanlah Dia telah memberikan Anda pakaian, sehingga Anda tidak bertelanjang dan tidak kedinginan. Perhatikanlah bagaimana Dia menempatkan Anda di muka bumi ini, sehingga Anda bisa hidup tenang, tentram dan menikmati semua anugerah-Nya. Jikalau Anda berharap kepada-Nya, maka tidak ada yang mustahil. Jikalau Anda mengharapkan kenikmatan yang lebih baik lagi dan lebih abadi, maka tempatnya adalah surga. Berharaplah kepada-Nya dan jangan pernah berhent berdoa, niscaya Anda akan mendapatkan apa yang Anda inginkan. 

Dan jikalau Anda ingin dibukakan pintu Khauf (rasa takut kepada-Nya), maka perhatikanlah apa yang telah Anda persembahkan kepada-Nya. Apakah amalan yang Anda lakukan selama ini telah maksimal, atau masih dipenuhi kekurangan. Taktala Dia memerintahkan Anda untuk mengerjakan shalat, maka apakah Anda mengerjakannya dengan baik dan penuh keikhlasan. Ketika Anda diperintahkannya untuk tidak dengki dan dendam, maka apakah Anda menjalankanya atau tidak. Perhatikanlah posisi Anda dari semua perintah-Nya dan larangan-Nya. 

Anda telah menikmati semua nikmat-Nya, kemudian Anda bermaksiat kepada-Nya, apakah Anda tidak takut dengan siksaan-Nya, azab-Nya dan neraka-Nya. Kembalilah kepada-Nya dan bertaubatlah dengan sebenar-benarnya.