Bersahabatlah dengan Orang yang Lebih Baik

Bersahabatlah dengan Orang yang Lebih Baik


Hikmah Keempat Puluh Lima

لَا تَصْحَبُ مَنْ لَا يَنْهَضُكَ حَالُهُ وَلَا يَدُلُّكَ عَلَى اللهِ مَقَالُهُ

“Janganlah bersahabat dengan orang yang kondisinya tidak membangkitkan semangatmu, dan perkataannya tidak mengantarkanmu menuju Allah Swt.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]

 

Jangan Anda bersahabat karib dengan orang-orang yang sama sekali tidak bisa membangkitkan semangat ibadahmu kepada Allah Swt. Seorang teman akan berpengaruh besar kepada temannya. Seseorang yang berteman dengan penjual minyak wangi, maka paling tidak ia akan mendapatkan bau wanginya. Seseorang yang berteman dengan tukang besi, maka paling tidak ia akan kena percikan apinya dan bau asapnya. 

Dan jangan juga terlalu dekat dengan orang-orang yang perkataannya sama sekali tidak mengantarkanmu mengenal-Nya. Berapa banyak manusia di dunia ini yang hampir seluruh perkataannya, hanyalah berisi candaan dan gurauan belaka. Tidak ada mamfaat atau ilmu yang bisa didapatkan dari kata-katanya. Setiap saat yang dibicarakannya hanyalah uang, materi, wanita dan sebagainya. 

Janganlah terlalu dekat dengan kedua kelompok ini, karena mereka hanya akan menggiring Anda menjauhi-Nya. Seseorang yang perkataannya tidak menuntun Anda untuk mengingat-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya, maka itu hanyalah kesia-siaan belaka. Anda akan menyesal di akhirat kelak, yaitu ketika amal kebaikan dihamparkan di hadapan Anda. 

Menuju Allah Swt

Menuju Allah Swt


 Hikmah Kempat Puluh Empat

لَا تَرْحَلْ مِنْ كَوْنٍ إِلَى كَوْنٍ فَتَكُوْنَ كَحِمَارِ الرَّحَى يَسِيْرُ وَالْمَكَانُ الَّذِي اْرتَحَلَ إِلَيْهِ هُوَ الَّذِي ارْتَحَلَ مِنْهُ, وَلَكِنِ ارْحَلْ مِنَ الْأَكْوَانِ إِلَى الْمُكَوِّنِ. وَإِنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى. وَانْظُرْ إِلَى قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ. وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى الدُّنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَجَرَ إِلَيْهِ. فَافْهَمْ قَوْلَهُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ وَتَأَمَّلْ هَذَا الْأَمْرَ إِنْ كُنْتَ ذَا فَهْمٍ

  “Janganlah berjalan dari suatu alam ke alam lainnya, sehingga engkau seperti keledai yang berputar-putar di tempat penggilingannya: Tempat tujuannya adalah tempat memulainya berjalan. Akan tetapi, berjalanlah dari alam semesta menuju Penciptanya. Kepada Tuhanmu lah segala sesuatu berakhir. Perhatikanlah sabda Rasulullah Saw: Barangsiapa yang hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang diinginkannya atau perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan niatnya. Fahamilah sabda Rasulullah Saw, dan renungilah perkara ini, jikalau engkau mampu memahaminya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Janganlah Anda hanya berputar-putar dari suatu alam ke alam lainnya, layaknya keledai di penggilingannya. Ia hanya bisa berjalan dan berputar di satu poros saja. Tempat memulainya berjalan merupakan tempat berakhirnya perjalanannya. Akan tetapi berjalanlah dari alam semesta yang fana ini menuju Allah Swt. 

Apa yang ada di dunia ini, baik harta, alam semesta, rumah dan sebagainya, itu hanyalah fatamorgana belaka. Jikalau Anda menjadikannya sebagai tujuan, maka Anda akan merugi. Jadikanlah diri-Nya sebagai tujuan, karena Dia adalah Zat yang Maha Kuasa. Jikalau Anda menjadikan-Nya sebagai tujuan, maka Anda akan mendapatkan dunia dan akhirat. Namun jikalau Anda hanya menjadikan dunia dan seisinya sebagai tujuan, maka Anda akan kehilangan-Nya. Wujud yang hakiki adalah wujud-Nya, yang tidak akan pernah lekang di makan zaman dan tidak akan pernah disentuh kebinasaan. ‘

Cobalah Anda perhatikan sabda Rasulullah Saw, “Barangsiapa yang hijrahnya untuk Allah Swt dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah untuk Allah Swt dan Rasul-Nya.” Maksudnya, jikalau Anda berjalan atau apapun yang Anda kerjakan untuk Allah Swt dan Rasul-Nya, maka Anda akan mendapatkan apa yang Anda niatkan. Anda akan mendapatkan keberkahan-Nya. Jikalau hidup sudah berkah, maka apapun yang Anda kerjakan tidak akan pernah sia-sia. Ibarat padi, maka tanaman yang Anda semai tidak akan pernah mengalami gagal panen. Perintah-Nya yang terdapat dalam Al-Quran Al-Karim, dan tuntunan Rasul-Nya yang terdapat dalam sunnahnya adalah penduan utama seorang muslim menjalani kehidupan dunia ini. 

Sebaliknya, barangsiapa yang hijrahnya hanyalah semata-mata ingin mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, maka ia akan mendapatkan apa yang diinginkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, kira sering menyaksikan sosok yang menjadikan dunia tujuan hidupnya. Jikalau dia mengajar, maka tujuanlah adalah gaji belaka. Jikalau berbuat baik, maka tujuannya adalah upah. Dan banyak lagi perbuatan lainnya yang dilakukannya semata-mata mengharap sekeping uang. 

Tidak terlintas dalam fikirannya, bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara. Apa yang ada akan sirna. Tubuh yang kuat akan lemah. Gigi yang bagus akan rontok. Rambut yang hitam akan memutih. Tenaga yang kuat akan melemah. 

Tidak ada jalan lain. Jikalau kita ingin kebahagiaan sejati, maka kita harus mengikuti tuntutunan-Nya dan Rasul-Nya. Hendaklah kita menjadikan ridho-Nya sebagai tujuan. Jangan sampai niat kita tercampuri unsur-unsur yang justru akan melemahkannya. 

Lari dari Allah Swt

Lari dari Allah Swt


Hikmah Keempat Puluh Tiga

الْعَجَبُ كُلَّ الْعَجَبِ مِمَّنْ يَهْرَبُ مِمَّا لَا انْفِكَاكَ لَهُ عَنْهُ وَيَطْلُبُ مَا لَا بَقَاءَ لَهُ مَعَهُ. فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوْبُ الَّتِي فِي الصُّدُوْرِ

“Sungguh menakjubkan, seseorang yang lari dari sesuatu yang tidak  bisa dipisahlan dari dirinya, dan mencari sesuatu yang tidak abadi bersamanya. Sesungguhnya bukan matanyalah yang buka, akan tetapi mata hatinya yang berada di dalam dada.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Sungguh menakjubkan bagi orang-orang yang menggunakan akal fikiran mereka: Bagaimana seseorang mau lari dan melepaskan diri dari Allah Swt yang selalu ada bersamanya. Dia mengetahui semua yang dikerjakannya. Tidak ada satu rahasiapun yang tersembunyi dari-Nya. Dia mengetahui apa yang jatuh di kegelapan malam, dan apa yang ada di kedalaman laut. Dia adalah Zat yang Maha Dekat dengan hamba-Nya, bahkan lebih dekat dari urat lehernya sendiri. 

Bagaimanapun usaha Anda untuk menjauh dari-Nya, agar Anda bisa bebas dan tindak sesuka hati Anda, maka Anda tidak akan bisa melakukannya. Walaupuan Anda pergi ke luar angkasa yang tidak pernah ditempuh manusia, namun disana tetap berada di bawah kekuasaan-Nya. Selama sesuatu itu adalah makhluk, maka itu masih berada di bawah kendali-Nya. 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyaksikan seseorang yang lari menjauhi-Nya dan berusaha mendekati selain-Nya. Berapa banyak orang yang rela meninggalkan shalat, karena sibuk bekerja. Padahal jikalau dihitung, shalat itu tidak menghabiskan banyak waktu, bahkan hanya sekitar 15 menit. Sama sekali tidak mengganggu pekerjaannya. 

Janganlah pernah menjauh dari-Nya, karena hanya tergila-gila dengan dunia. Bukanlah semua yang ada di dunia ini adalah karunia-Nya? Jikalau saja Dia menhentikan suplai rezki-Nya kepada Anda, maka apa yang bisa Anda lakukan?! Jikalau Anda bermaksiat kepada-Nya setiap hari, kemudian Dia memiskinkan Anda, maka apa yang bisa Anda lakukan?! 

Tidak ada. Anda hanyalah hamba yang lemah dan tidak berdaya. Ini adalah peringatan penting bagi kita semua. Jangan pernah meninggalkan-Nya dalam setiap amal perbuatan yang kita lakukan. Bahkan Dia adalah tujuan utama kita

Berbaik Sangka Kepada Allah Swt

Berbaik Sangka Kepada Allah Swt


Hikmah Keempat Puluh Dua

إِنْ لَمْ تُحْسِنْ ظَنَّكَ بِهِ لِأَجْلِ حُسْنِ وَصْفِهِ فَحَسِّنْ ظَنَّكَ بِهِ لِوُجُوْدِ مُعَامَلَتِه مَعَكَ. فَهَلْ عَوَّدَكَ إِلَّا حَسَنًا وَهَلْ أَسْدَى إِلَيْكَ إِلّا مِنَنًا

“Jikalau engkau tidak mampu berbaik sangka kepada Allah Swt karena kebaikan sifat-Nya, maka berbaik sangkalah kepada-Nya karena hubungan-Nya denganmu. Tidaklah ada yang dibiasakan-Nya kepadamu kecuali kebaikan, dan tidak ada yang diberikan-Nya kepadamu kecuali berbagai karunia.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau Anda tidak bisa berbaik sangka kepada-Nya, karena sifat-sifatnya yang Maha Agung lagi Maha Mulia, seperti Maha Pengasih, Maha Penyayang dan sebagainya, maka berbaik sangkakah kepada-Nya karena kebaikan-Nya kepadamu. Berapa kali Anda bermaksiat kepada-Nya dalam sehari, dalam satu jam, dalam satu menit, bahkan dalam satu detik, apakah Dia pernah membalasmu dengan kelaparan dan kefakiran, sehingga Anda tidak mendapatkan rezki-Nya sedikitpun pada hari itu?

Kemaksiatan yang sering Anda lakukan kepada-Nya selalu dibalasnya dengan karunia dan rezki-Nya. Tidak ada dalam kamus-Nya kata-kata “Menzhalimi HambaNya”. Dia adalah Zat yang maha Adil. Tidak ada cela dan keburukan dalam diri-Nya. Semua yang ditetapkan bagi para hamba-Nya adalah untuk kebaikan mereka juga. 

Apakah Anda tidak memperhatikan?! Semua yang diberikan-Nya kepada-Mu adalah kebaikan dan nikmat. Walaupuan Anda tidak shalat, tidak berpuasa, tidak mengeluarkan zakat dan sebagainya, namun Dia masih rela memberikan karunia-Nya kepadamu. 

Berdoa Kepada Selain Allah Swt

Berdoa Kepada Selain Allah Swt


Hikmah Keempat Puluh Satu

لَا تَرْفَعَنَّ إِلَى غَيْرِهِ حَاجَةً هُوَ مُوْرِدُهَا عَلَيْكَ. فَكَيْفَ يَرْفَعُ غَيْرُهُ مَا كَانَ هُوَ لَهُ وَاضِعًا. مَنْ لَا يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَرْفَعَ حَاجَةً عَنْ نَفْسِهِ فَكَيْفَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَكُوْنَ لَهَا عَنْ غَيْرِهِ رَافِعًا.

“Janganlah mengangkat kedua tanganmu kepada selain Allah Swt; padahal Dialah yang memenuhi kebutuhanmu. Bagaimana mungkin selain-Nya akan mamou mengubah sesuatu yang telah ditetapkan-Nya. Barangsiapa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, maka bagaimana dia akan mampu memenuhi kebutuhan selainnya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari] 


Janganlah Anda berdoa dan memohon kepada selain Allah Swt, karena hanya Dialah yang mampu memenuhi segala kebutuhan Anda. Janganlah Anda berdoa dan memohon kepada benda mati, seperti berhala dan sejenisnya, karena ia tidak akan mampu mengabulkannya, bahkan ia tidak mendengar apa yang Anda katakan. Jangan pula memohon dan berharap kepada manusia lainnya, karena ia akan marah jikalau Anda terlalu sering meminta dan memberatkannya. Dan jangan pula bergantung dengan usaha Anda, seolah semua yang Anda dapatkan adalah berkat usaha Anda sendiri tanpa ada bantuan-Nya, karena ini adalah bentuk kesyirikan lainnya. Hanyalah Dialah yang mampu memenuhi semua kebutuhan Anda dan mengabulkan semua permintaan Anda. 

Para makhluk-Nya tidak akan mampu merubah apa yang telah ditetapkan-Nya. Jikalau Dia, misalnya, menetapkan bahwa Anda tidak akan mendapatkan rezki pada hari ini, maka Anda tidak akan mendapatkannya; walaupun Anda meminta kepada orang lain yang kaya dan memiliki segudang harta. Dan jikalau Dia menetapkan bahwa Anda akan mendapatkan uang satu Milyar hari ini; padahal menurut logika normal tidak mungkin, maka Anda akan mendapatkannya. Itu adalah ketetapan-Nya, yang tidak mungkin diganggu gugat oleh siapapun. 

Janganlah Anda berdoa dan memohon kepada sesuatu yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Bagaimana mungkin Anda mau bermohon kepada kayu atau berhala atau orang mati di dalam kuburannya, padahal ia sendiri tidak mampu menyelamatkan dirinya dari azab yang sedang menimpanya. 

Orang yang lemah dan berada di bawah kekuasaan-Nya tidak akan mampu merubah dan mengganggu gugat keputusan-Nya. 

Cita-Citamu Hanyalah Allah Swt

Cita-Citamu Hanyalah Allah Swt


Hikmah Keempat Puluh

لَا تَتَعَدَّ نِيَةُ هِمَّتِكَ إِلَى غَيْرِهِ فَالْكَرِيْمُ لَا تَتَخَطَّاهُ الْآمَالُ

“Jangan sampai cita-citamu tertuju kepada selain Allah Swt. Zat yang Maha Mulia tidak akan mampu dilangkahi oleh harapan manusia.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari] 


Jikalau Anda menginginkan sesuatu, maka jangan sampai ketamakan Anda itu melebihi keinginan mendapatkan karunia-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya. Jadikanlah diri-Nya sebagai tujuan Anda dalam hal apapun, baik pekerjaan, istarahat, ibadah dan sebagainya. Jikalau niat Anda sudah ikhkas untuk-Nya, maka Anda berhak mendapatkan kemenangan yang besar, yaitu surga-Nya di Akhirat. 

Jangan sampai Anda menomor duakan-Nya. Misalnya, Anda lebih mementingkan pekerjaan dari beribadah kepada-Nya. Anda lebih mementingkan membeli mobil dan rumah mewah daripada menyambut seruan-Nya di tanah suci. Atau Anda lebih mendahulukan kepentingan primer Anda daripada mengeluarkan kewajiban zakat yang diperintahkan-Nya. Banyak lagi contoh lainnya yang bisa kita jadikan patokan. 

Dia adalah Zat yang Maha Kuasa. Apapun yang Anda minta, maka akan dikabulkan-Nya. Jikalau manusia akan marah jikalau Anda meminta kepada-Nya, maka Dia justru marah jikalau Anda tidak meminta kepada-Nya. Tempatkanlah dirinya di bagian teratas dalam diri Anda. Jadikanlah diri-Nya nomor satu, agar karunia-Nya dan taufik-Nya selalu menyertai Anda

Sunnah Memperbanyak Doa Perlindungan dari Berbagai Bentuk Kelemahan

Sunnah Memperbanyak Doa Perlindungan dari Berbagai Bentuk Kelemahan


Menjadi Mukmin yang kuat, menghadapi berbagai bentuk ujian dan cobaan adalah harapan Nabi Saw. Hal ini mencakup Kuat Fisik, Kuat Materi, Kuat Ruhiyyah (Spritual), dan lain-lain. 
Dalam hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah Saw bersabda: 
الْمُؤْمِنُ القَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلى اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وفي كُلٍّ خَيْرٌ
"Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah SWT dari Mukmin yang lemah. Dan ada kebaikannya pada masing-masingnya." 
Bukan berarti Mukmin yang Dhaif (lemah) tidak berguna. Setiap Muslim memiliki kebaikan dan keutamaan.  
Maka, salah satu Sunnah Nabi Saw adalah memperbanyak doa perlindungan kepada Allah SWT dari berbagai macam bentuk kelemahan. Dan beliau membaca doa ini berkali-kali dan berulang-ulang dalam berbagai waktu dan kesempatan. 
Dalam riwayat al-Bukhari, dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw sering membaca: 
اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بكَ مِنَ الهَمِّ والحَزَنِ، والعَجْزِ والكَسَلِ، والجُبْنِ والبُخْلِ، وضَلَعِ الدَّيْنِ، وغَلَبَةِ الرِّجالِ
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegalauan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, sikap pengecut dan kebakhilan, belitan hutang dan tekanan manusia." 
Mari kita juga memperbanyak membaca doa ini, tidak terikat waktu dan tempat. Walaupun dalam riwayat lainnya dijelaskan waktu pembacaannya di waktu Pagi dan Sore. Hanya saja, riwayatnya tidak kuat.  
Bagi yang terbiasa dengan bacaan al-Matsurat atau Zikir Pagi dan Sore, sudah terbiasa dengan doa ini. Insya Allah. []
Allah Swt Maha Esa

Allah Swt Maha Esa


Hikmah Ketiga Puluh Sembilan

كَانَ اللهُ وَلَا شَيْءَ مَعَهُ وَهُوَ الْآنَ عَلَى مَا كَانَ عَلَيْهِ

“Allah Swt itu ada, dan tidak ada sesuatupun bersama-Nya. Dia sekarang berada dalam keadaan yang sama dengan sebelumnya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam Ibn Athaillah al-Sakandari]


Allah Swt itu ada, dan tidak ada yang meragui masalah ini sedikitpun. Bahkan orang kafir dan musyrik sekalipun, mereka mengakui adanya Tuhan yang menguasai alam semesta. Sedangkan orang-orang Atheis, maka mereka hanyalah tidak mempercayainya di mulut saja, sedangkan hati mereka meyakini-Nya dan mempercayai keberadaan-Nya. 

Dia adalah Zat yang Maha Esa. Dia berdiri sendiri. Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Ini jelas bertentangan dengan kepercayaan Nashrani yang mengatakan bahwa Tuhan itu adalah Tiga di dalam satu: Tuhan Bapak, Tuhan Ibu dan Tuhan Anak. Selain tidak sesuai dengan tuntunan Syariat, kepercayaan ini juga bertentangan dengan logika sehat. Bagaimana bisa ada tiga pemimpin dalam suatu kerajaan atau negara. Hanya boleh ada satu. Jikalau tidak, maka negaranya akan kacau-balau. 

Semenjak dahulu, keadaan-Nya tidak berubah. Keadaan-Nya akan tetap seperti selama-lamanya. Dia akan tetap menjadi Penguasa dan Maha Raja di semesta ini. Segala sesuatu selain-Nya adalah makhluk yang harus tunduk dan patuh kepada-Nya. Dia adalah Zat yang Maha Esa. 

Mata Hati

Mata Hati


 Hikmah Ketiga Puluh Delapan

شُعَاعِ الْبَصِيْرَةِ يُشْهِدُكَ قُرْبَهُ مِنْكَ, وَعَيْنُ الْبَصِيْرَةِ يُشْهِدُكَ عَدَمَكَ لِوُجُوْدِهِ, وَحَقُّ الْبَصِيْرَةِ يُشْهِدُكَ وُجُوْدَهُ لَا عَدَمَكَ وَلَا وُجُوْدَكَ

“Sinar mata hati akan membuatmu mampu menyaksikan Allah Swt dekat darimu. Mata hati itu sendiri akan membuatmu mampu melihat ketiadaanmu karena keberadaan-Nya. Dan hakikat mata hati akan membuatmu mampu melihat wujud-Nya, bukan ketiadaanmu dan bukan pula wujudmu.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Sinar mata hati Anda akan membuat Anda mampu menyaksikan kedekatan Allah Swt dari diri Anda, karena Dia lebih dekat dari urat leher Anda sendiri. Sebenarnya, Anda tidak akan mampu menyaksikan-Nya kecuali dengan cahaya mata batin. Jikalau ia padam, maka Anda tidak akan pernah mampu melakukannya. Dan ketahuilah, bahwa ia akan padam oleh maksiat. Ibarat kaca, maka ia adalah karat yang menutupinya menerima asupan cahaya matahari, lampu dan sebagainya. 

Di antara tingkatan Sinar Mata Hati, ada yang namanya Ainul Bashirah (Mata Hati itu sendiri) yang membuat Anda mampu menyaksikan wujud Anda sendiri yang hilang dan lenyap, jikalau dibandingkan dengan wujud-Nya. Wujud Anda hanyalah cahaya kecil yang tidak ada artinya jikalau dibandingkan dengan cahaya-Nya. Di hadapan-Nya, wujud Anda tidak ada artinya sama sekali. Keberadaan Anda sama dengan ketiadaan Anda. 

Tingkatan yang paling atas dikenal dengan nama Hakikat Al-Bashirah (Hakikat Mata Hati). Pada waktu itu, Anda hanya bisa menyaksikan wujud-Nya yang azali dan abadi. Anda sama sekali sekali tidak melihat keberadaan Anda dan tidak juga ketiadaan Anda. Konsentrasi Anda  hanyalah untuk menyembah-Nya semata. 

Tingkatan ini adalah tingkatan paling tinggi yang diharapkan setiap muslim dalam ibadah-Nya. Ia adalah tingkatan Ihsan, yaitu Anda beribadah kepada-Nya seolah-olah Anda melihat-Nya. Dan jikalau Anda tidak melihat-Nya, maka Dia melihatmu. 

Anda akan merasakan manisnya ibadah. Bahkan Anda tidak akan mau meninggalkannya sedikitpun. Semua jiwa dan raga larut dalam rasa cinta kepada-Nya. 

Orang Alim, Jahil dan Hawa Nafsu

Orang Alim, Jahil dan Hawa Nafsu


Hikmah Ketiga Puluh Tujuh

وَلِأَنْ تَصْحَبَ جَاهِلاً لَا يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تَصْحَبَ عَالِمًا يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ. فَأَيُّ عِلْمٍ لِعَالِمٍ يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ وَأَيُّ جَهْلٍ لِجَاهِلٍ لَا يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ

“Jikalau engkau berteman dengan orang bodoh yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, lebih baik bagimu daripada berteman dengan orang mengetahui yang memperturutkan hawa nafsunya. Ilmu apakah yang layak disandang oleh seorang alim yang memperturutkan hawa nafsunya, dan kejahilan apakah yang masih disandang oleh seseorang yang tidak memperturutkan hawa nafsunya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau Anda berteman dengan orang yang tidak begitu mengetahui dan mendalami ilmu-ilmu syariat, seperti Fiqih, Tafsir, hadits dan sebagainya, akan tetapi dia mengamalkan ilmu yang dimilikinya dan tidak mengikuti hawa nafsunya, maka itu jauh lebih baik daripada berteman dengan seseorang yang memiliki banyak ilmu dan mendalami lmu syariat, namun larut dalam maksiat dan jarang mengamalkan ilmunya. 

Ilmu yang dimilikinya hanyalah untuk kebanggaan belaka dan ingin dipuji di hadapan khalayak ramai. Jikalau sendirian, maka dia akan melakukan ini dan melakukan itu, yang jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan Syara’. Sedangkan jikalau di hadapan umum, ia akan berlagak shaleh dan baik. Ini adalah sebuah kemunafikan yang nyata.

Orang yang hanya memiliki sedikit ilmu, namun ilmu itu mampu menyelamatkannya dari panasnya api neraka, tentu lebih baik dari seseorang yang memiliki segudang ilmu, namun semua itu hanya mengantarkannya menuju Jahannam. 

Oleh karena itu, jikalau kita memiliki ilmu, maka marilah kita berusaha menjalankannya. Janganlah tergiur dengan hawanafsu yang menginginkan kita untuk selalu berada di bawah kekuasaan. Lawanlah ia, maka kita akan mendapatkan kemenangan besar. 

Rasa manisnya iman hanya bisa dicicipi oleh seseorang yang hatinya dekat dengan Allah Swt, bukan sebaliknya.