Rahasia di Balik Pemberian Allah Swt

Rahasia di Balik Pemberian Allah Swt


Hikmah Kesembilan Puluh Empat

مَتَى أَعْطَاكَ أَشْهَدَكَ بِرَّهُ, وَمَتَى مَنَعَكَ أَشْهَدَكَ قَهْرَهُ, فَهُوَ فِي كُلِّ ذَلِكَ مُتَعَرِّفٌ إِلَيْكَ وَمُقْبِلٌ بِوُجُوْدِ لُطْفِهِ إِلَيْكَ

“Ketika Allah Swt memberimu kenikmatan, maka Dia memperlihatkan kebaikan-Nya kepadamu. Ketika Dia menghalangimu mendapatkannya, maka Dia memperlihatkan kekuatan-Nya kepadamu. Dalam semua itu, Dia memperkenalkan diri-Nya kepadamu dan menghampirimu dengan kelemah-lembuatanNya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Ketika Allah Swt memberikan berbagai nikmat-Nya dan rezki-Nya kepadamu, maka Dia sedang menunjukkan sifat-sifat kebaikan-Nya kepada-Mu. Anda bisa bernafas, bisa berjalan, bisa makan, bisa minum dan lain-lainnya, semua itu adalah implementasi sifat-sifatNya yang Maha Mulia lagi Maha Agung. 

Sebaliknya, ketika Anda dihalangi dari suatu kenikmatan, berarti Dia sedang menunjukkan kekuatan-Nya kepadamu. Contoh ringannya, ketika Anda tidak mendapatkan suatu proyek yang bernilai jutaan rupiah; padahal biasanya Anda bisa mendapatkannya dengan mudah, berarti Dia sedang menunjukkan kepada Anda bahwa semua yang Anda peroleh adalah karunia-Nya dan dengan izin-Nya. Walaupun, misalnya, Anda sudah bekerja keras, namun Dia tidak menginginkannya, maka Anda tidak akan mendapatkannya sama sekali. 

Dia melakukan semua itu, agar Anda semakin mengenal-Nya. Anda hanyalah hamba yang tidak mampu melakukan apapun. Dialah yang menentukan segalanya. Apapun ketetapan-Nya adalah kebaikan bagi Anda; walaupun itu buruk dalam pandangan Anda. 

Dia adalah Zat yang Maha Mengatahui dan Maha Bijaksana. Dan hanya jiwa-jiwa yang mendapatkan cahaya-Nya sajalah yang mampu memahami rahasia di balik semua ketentuan-Nya.  

Beribadah untuk Mengharapkan Sesuatu dan Menghindari Sesuatu Lainnya

Beribadah untuk Mengharapkan Sesuatu dan Menghindari Sesuatu Lainnya


Hikmah Kesembilan Puluh Tiga

مَنْ عَبَدَهُ لِشَيْءٍ يَرْجُوْهُ مِنْهُ أَوْ لِيَدْفَعَ بِطَاعَتِهِ وُرُوْدَ الْعُقُوْبَةِ عَنْهُ فَمَا قَامَ بِحَقِّ أَوْصَافِهِ

“Barangsiapa yang menyembah Allah Swt untuk sesuatu yang diharapkannya atau untuk menolak siksaan dengan ketaatannya, maka ia belum menunaikan hak sifat-sifatNya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau Anda menyembahnya untuk mendapatkan sesuatu dari-Nya, atau mengharapkan ganjaran-Nya, atau untuk menghindari siksaan yang dijanjikan-Nya, berarti Anda belum menunaikan hak-hak sifatNya. Anda harus tahu, bahwa Anda menyembah-Nya bukan untuk mendapatkan nikmat-Nya atau menghindari azab-Nya, akan tetapi semata-mata karena kebesaran Zat-Nya dan keagungan sifat-sifatNya. 

Bukankah Dia adalah Zat yang Maha Kuasa, yang mampu melakukan apapun kepada para hamba-Nya?! Walaupun, misalnya, Anda tidak menunaikan amal kebaikan dan tidak mengerjakan ibadah untuk menyembah-Nya, maka Dia akan tetap memberikan rezki-Nya kepada Anda. 

Walaupun Anda menyembahnya sepanjang hayat Anda dan dalam setiap desah nafas Anda, namun jikalau Dia menginginkan Anda mendapatkan siksaan-Nya atau terhalang dari rezki-Nya, maka Anda tetap tidak akan mendapatkannya. 

Beribadahlah kepada-Nya dengan keikhlasan hati. Janganlah beribadah semata-mata mengharapkan balasan-Nya. Anda adalah hamba-Nya, bukan hamba balasan yang telah dijanjikan-Nya. Jikalau Anda menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, Anda akan mendapatkan hak Anda dengan sendirinya.  

Nikmat Hakiki: Ketaatan dan Kenikmatan Ibadah

Nikmat Hakiki: Ketaatan dan Kenikmatan Ibadah


Hikmah Kesembilan Puluh Dua

كَفَى الْعَامِلِيْنَ جَزَاءً مَا هُوَ فَاتِحُهُ عَلَى قُلُوْبِهِمْ فِي طَاعَتِهِ وَمَا هُوَ مُوْرِدُهُ عَلَيْهِمْ مِنْ وُجُوْدِ مُؤَانَسَتِهِ

“Cukuplah balasan bagi orang-orang yang beramal, sesuatu yang menjadi pembuka hati mereka dalam mentaati Allah Swt, dan sesuatu yang dilimpahkan kepada mereka dalam bentuk kenikmatan ibadah kepada-Nya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Sebagai hamba-Nya, kita tentu berkewajiban mentaati-Nya, menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Ketika kita mengharapkan balasan-Nya di Akhirat kelak, itu merupakan hal yang wajar dan tidak perlu dipermasalahkan. Dan untuk di dunia ini, cukulah kita mendapatkan cahaya-Nya terpatri di dalam hati dan kelapangan jiwa tertancap di dalam dada. 

Ketika Anda diberikan cahaya-Nya, maka Anda akan selalu merasa tentram dan damai bersama-Nya. Hidup dalam keadaan kaya maupun miskin, maka bagi Anda sama saja. Bahagia dan derita, bagi Anda juga kebahagiaan. Anda bisa melihat hikmah dan rahasia yang ada di balik sebuah peristiwa. 

Tidak ada yang lebih nikmat bagi seorang hamba di dunia ini, melebihi kedekatan dengan-Nya. Jikalau semua kemewahan di dunia ini disandingkan dengannya, maka nilainya tidak akan sampai sepersepuluh persennya, bahkan kurang. Itulah kenikmatan ibadah

Ketaatanmu adalah Ridha Allah Swt

Ketaatanmu adalah Ridha Allah Swt


Hikmah Kesembilan Puluh Satu

كَفَى مِنْ جَزَائِهِ إِيَّاكَ فِي الطَّاعَةِ أَنْ رَضِيَكَ لَهَا أَهْلًا

“Cukuplah balasan Allah Swt  untuk  ketaatanmu, ketika Dia meridhoimu menjadi pelaku ketaatan.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]

 

Ketika Anda bisa merasakan nikmat ketaatan dan beribadah menyembah-Nya, maka itu adalah nikmat paling besar yang dianugerahkan-Nya kepada Anda. Berapa banyak orang yang bermimpi dan berharap menjadi orang-orang yang taat, namun ia tidak kunjung mendapatkannya. Bukankah ketaatan itu berhak mendapatkan balasan yang besar di akhirat kelak?!

Anda tidak usah terlalu menerawang jauh dulu. Cukuplah melihat kesempatan yang diberikan-Nya kepada Anda untuk menjalankan ketaatan dan menjadi hamba-Nya yang mulia. Bukankah Anda berasal dari tanah yang rendah, air mani yang hina, dan unsur-unsur lainnya yang tidak layak dibanggakan. Ketika Anda diberi-Nya kesempatan mendapatkan kenikmatan agung untuk menyembah-Nya, maka bersyukurlah

Ibadah Kontan & Balasan Ditangguhkan

Ibadah Kontan & Balasan Ditangguhkan


Hikmah Kesembilan Puluh

جَلَّ رَبُّنَا أَنْ يُعَامِلَهُ الْعَبْدُ نَقْدًا فَيُجَازِيْهِ نَسِيْئَةً

“Maha Agung Tuhan kami, ketika seorang hamba beribadah kepada-Nya secara kontan, maka Dia membalasnya dengan cara ditangguhkan.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Ketika Anda mengenal ibadah dan amal-amal shaleh untuk mendapatkan keridhoan Allah Swt, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya, maka Dia akan membalas Anda di Akhirat kelak dengan kenikmatan yang belum pernah disaksikan oleh siapapun dan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Keindahannya sungguh luar biasa, tidak ada seorangpun yang tidak menginginkannya. 

Bahkan, Dia sudah memberikan sebahagian balasannya ketika Anda masih berada di dunia ini. Dia memberikan Anda cahaya-Nya, sehingga Anda bisa melihat kebaikan dan rahasia-rahasia yang ada di balik sesuatu. Dia memberikan Anda ketenangan jiwa, sehingga Anda bisa menikmati kehidupan dunia ini; walaupun, misalnya, Anda kekurangan materi. Dia memenuhi kebutuhan Anda, sehingga Anda tidak pernah gelisah dan risau memikirkan apa yang akan Anda makan pada hari ini. 

Cahaya keimanan itu akan memancar jelas di wajah Anda, sehingga orang yang bertemu dengan Anda akan mengenal Anda. Orang-orang akan memuji kebaikan Anda dan meninggikan kedudukan Anda, sehingga Anda berwibawa dan dihormati. 

Itu adalah nikmat-Nya di dunia, dan di Akhirat lebih besar lagi.  

Pemberian Makhluk dan Kebaikan Allah Swt

Pemberian Makhluk dan Kebaikan Allah Swt


Hikmah Kedelapan Puluh Sembilan

الْعَطَاءُ مِنَ الْخَلْقِ حِرْمَانٌ وَالْمَنْعُ مِنَ اللهِ إِحْسَانٌ

“Pemberian makhluk adalah bentuk keterhalangan, dan tidak diberikan oleh Allah Swt adalah bentuk kebaikan.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Kadang-kadang, kita begitu senang diberikan sesuatu oleh orang lain, sehingga kita ketergantungan dan kecanduan. Walaupuan kadang-kadang kita diperbudaknya, kita mau saja, karena leher kita sudah diikatnya dengan barang-barang yang diberikannya. 

Kebaikan yang Anda dapatkan darinya tidak akan sebanding dengan efek buruk yang Anda dapatkan. Sekali-kali meminta bantuan kepada orang lain, tentu tidak masalah. Namun jikalau sudah kecanduan, maka itu adalah penyakit yang harus segera diobati. Jangan biarkan makin parah, karena akan membuat Anda merugi di dunia dan di Akhirat kelak. 

Jikalau Anda mau meminta sesuatu, maka mintalah kepada Allah Swt, yaitu Zat yang Maha Memiliki. Jikalau Dia tidak memberikannya kepada Anda saat sekarang ini, mungkin ada rahasia dan hikmah di baliknya yang tidak Anda ketahui. Bisa jadi jikalau Dia memberikannya kepada Anda pada waktu yang Anda inginkan, maka Anda justru akan masuk dalam jurang kemaksiatan dan kehinaan. Mungkin Anda akan bersikap sombong dan congkak di hadapan orang lain, dan efek-efek lainnya yang tidak bisa ditangkap sekilas saja. 

Dia adalah Zat yang Maha Bijaksana. Dia Maha Tahu kapan seorang hamba-Nya membutuhkan bantuan-Nya, dan Dia tidak akan membebaninya melebihi batas kemampuannya. Berharaplah kepada Allah Swt dan bergantunglah kepada-Nya.  

Perjalanan Sesungguhnya

Perjalanan Sesungguhnya


Hikmah Kedelapan Puluh Delapan

الطَيُّ الْحَقِيْقِي أَنْ تُطْوَى مَسَافَةُ الدُّنْيَا عَنْكَ حَتَّى تَرَى الْآخِرَةَ أَقْرَبُ إِلَيْكُ مِنْكَ

“Perjalanan sesungguhnya adalah apabila  jarak dunia dilipatkan untukmu, sehingga engkau melihat akhirat lebih dekat kepadamu dari dirimu sendiri.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Perjalanan sesungguhnya bagi orang-orang yang berakal adalah apabila mereka melemparkan dunia jauh-jauh ke belakangnya, agar ia tidak diperbudaknya dan mengikuti seluruh hawa nafsunya. Jikalau ia mampu melakukannya, maka hatinya akan dipenuhi cahaya yang akan menuntunnya menuju Allah Swt. 


Konklusinya, mereka akan rajin dan berusaha keras menjalankan semua kebaikan dan menjauhi semua keburukan. Ia mampu membayangkan surga seolah-oleh berada di hadapannya dengan segala kenikmatannya. Ada bidadari yang cantik-jelita, makanan yang lezat dan minum, minuman yang manis, istana yang megah dan sebagainya. Itu adalah gambaran kehidupan yang akan diterimanya di akhirat kelak, jikalau mampu mempertahankan keshalehannya. 


Sebaliknya, ia juga mampu membayangkan neraka dengan segala azabnya. Ada orang yang disetrika punggungnya, ada yang dipotong lidahnya, ada yang saling pukul-memukul dan bunuh-membunuh. Semua itu adalah efek amal buruk mereka selama di dunia. 


Dalam kehidupan di dunia ini, konsentrasikanlah fikiran Anda melihat kehidupan sesungguhnya, yaitu akhirat; dan perjalanan hakiki, yaitu menyembah-Nya. Dunia hanyalah sarana menuju kehidupan yang lebih baik, bukan tujuan. Lihatlah apa yang sedang menanti Anda, maka Anda akan berusaha mengejarnya sekuat tenaga. Jangan terlena oleh rayuan gombal di tengah perjalanan.  

Kemuliaan Abadi

Kemuliaan Abadi


Hikmah Kedelapan Puluh Tujuh

إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ عِزٌّ لَا يَفْنَى فَلَا تَسْتَعِزَّنَّ بِعِزٍّ يَفْنَى

“Jikalau engkau menginginkan kemuliaan abadi, maka jangan berbangga dengan kemuliaan yang fana.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Janganlah Anda mengharapkan kemuliaan yang akan fana, karena ia hanya akan membuat Anda tertipu. Di tengah-tengah masyarakat, kadang-kadang Anda mendapati seseorang yang dihormati karena hartanya semata, atau jabatannya, atau kedudukan terhormat lainnya. Itu hanyalah kemuliaan semu, yang akan berakhir seiring hilangnya semua materi itu. Misalnya, orang yang dihormati dan disegani karena hartanya, maka ia akan dijauhi ketika hartanya habis. Atau seorang pejabat yang dihormati karena jabatannya, maka ia akan ditinggalkan ketika jabatannya dilepaskannya. Itulah kemuliaan semu yang tidak akan abadi. 


Jikalau Anda menginginkan kemuliaan, maka mintalah dari Allah Swt, Zat yang Maha Mulia. Hanyalah Dialah yang bisa memuliakan siapapun yang diinginkan-Nya, dan menghinakan siapapun juga yang diinginkan-Nya. Salah satu syarat utama untuk mendapatkannya adalah dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. 


Ketika hati seseorang telah mendapatkan cahaya-Nya, maka ia akan memiliki wibawa di tengah-tengah masyarakat. Perkataannya akan didengarkan dan dituruti. Dan itu tidak akan dicabut; selama ia masih taat menjalankan semua perintah-Nya. 


Jadi, carilah kemuliaan abadi, jangan tertipu sanjungan dan kemuliaan semu

Alam Semesta: Lahir dan Batinnya

Alam Semesta: Lahir dan Batinnya


Hikmah Kedelapan Puluh Enam

الْأَكْوَانُ ظَاهِرُهَا غِرَّةٌ وَبَاطِنُهَا عِبْرَةٌ, فَالنَّفْسُ تَنْظُرُ إِلَى ظَاهِرِ غِرَّتِهَا وَالْقَلْبُ تَنْظُرُ إِلَى بَاطِنِ عِبْرَتِهَا

“Lahir alam semesta adalah tipuan, dan batinnya adalah pelajaran. Nafsu itu hanyalah melihat bentuk lahir tipuannya, dan hati melihat bentuk batin pelajarannya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Ketika Anda berada di alam semesta ini, maka janganlah Anda tertipu dengan bentuk lahirnya. Jikalau dilihat dengan mata lahir, bentuknya memang indah dan menawan. Namun jikalau Anda sudah masuk dalam perangkapnya, maka Anda akan buta dari cahaya Allah Swt, sehingga tidak mendapatkan hidayah-Nya dan larut dalam kesesatan. 


Lihatlah bentuk batinnya. Dunia ini adalah sarana, bukan tujuan. Tempatkanlah ia pada tempat yang sebenarnya. Tunaikan segala perintah-Nya selama di dunia ini dan jauhi seluruh larangan-Nya. kerahkanlah seluruh kemampuan Anda untuk mendapatkan ridho-Nya dan ampunan-Nya, karena itu jalan utama menuju hadirat-Nya.


Jikalau Anda menuruti hawa nafsu, maka Anda akan tertipu, karena Anda hanya bisa melihat keindahan semunya semata. Limpahan harta, uang, materi, rumah mewah dan sebagainya. Akan tetapi gunakanlah hati Anda untuk melihat batinnya. Apa yang ada di dunia ini adalah sarana yang menunjukkan eksistensi-Nya. Apa yang Anda miliki adalah pemberian-Nya agar Anda bersyukur kepada-Nya.  

Memahami Sebab Terhalangnya Nikmat

Memahami Sebab Terhalangnya Nikmat


Hikmah Kedelapan Puluh Lima

مَتَى فَتَحَ لَكَ بَابَ الْفَهْمِ فِي الْمَنْعِ, عَادَ الْمَنْعُ عَيْنَ الْعَطَاءِ

“Ketika Allah Swt membukakan bagimu pintu pemahaman, kenapa engkau tidak diberikan-Nya nikmat, maka itu adalah nikmat yang sesungguhnya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]

  

Ketika Anda mampu memahami, mengapa Allah Swt tidak memberikan Anda curahan nikmat-Nya, berarti Anda telah mendapatkan kenikmatan besar, yaitu kebijaksanaan dan kemampuan mengenal hikmah di balik ketetapan-Nya. 

Bisa jadi jikalau Dia memberikan Anda nikmat sekarang ini, maka Anda akan kufur dan ingkar kepada-Nya, bahkan keluar dari jalur ketaatan. Ini tentu merupakan sebuah bencana besar bagi seorang muslim. Tugas utama seorang hamba adalah ibadah kepada-Nya, tidak ada yang lainnya. Seluruh geraknya dan usahanya adalah untuk mendapatkan ridho-Nya. 

Dia lebih mengetahui kapan Anda harus mendapatkan nikmat-Nya. jikalau ia adalah milik Anda dan bagian Anda, maka Anda akan mendapatkannya. Walaupuan seluruh manusia di dunia ini menghalanginya, maka mereka tidak akan mampu melakukannya. Dan jikalau nikmat itu bukan milik Anda, maka walaupun seluruh manusia di dunia ini berusaha memberikannya kepada Anda, maka Anda tidak akan pernah berhasil memilikinya. 

Hikmah-Nya pasti ada di balik setiap ketetapan-Nya