Rezki Allah Swt Sesuai dengan Kesiapan

Rezki Allah Swt Sesuai dengan Kesiapan


Hikmah Keseratus Empat Belas

وُرُوْدُ الْإِمْدَادِ بِحَسَبِ الْاِسْتِعْدَادِ, وَشُرُوْقُ الْأَنْوَارِ عَلَى حَسَبِ صَفَاءِ الْأَسْرَارِ

“Rezki Allah Swt sesuai dengan kadar kesiapan. Terangnya cahaya sesuai dengan kadar kejernihan jiwa.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Rezki yang diberikan oleh Allah Swt kepada para hamba-Nya sesuai dengan kadar persiapan mereka menerimanya. Jikalau Anda berusaha keras, maka Anda akan mendapatkan lebih banyak rezki. Jikalau Anda hanya duduk-duduk saja dan tidak ada aktifitas lebih, tentu Anda juga akan mendapatkan sedikit saja. 

Rezki itu sama halnya dengan pahala. Semakin banyak amalan yang Anda kerjakan dengan penuh keikhlasan, tentu lebih banyak pahala yang Anda dapatkan. Sebaliknya, semakin sedikit amalan yang Anda kerjakan, tentu semakin sedikit pundi-pundi  pahala yang Anda dapatkan. Ganjaran itu sesuai dengan kadar keletihan. 

Sekarang, cobalah Anda lihat keadaan hati Anda, apakah ia layak mendapatkan limpahan cahaya-Nya atau tidak?! Intinya sama. Anda baru layak mendapatkan cahaya-Nya, jikalau hati Anda sudah bersih. Sebening apa hati Anda, maka sebesar itulah kans cahaya yang berhak Anda miliki. 

Jikalau hati Anda hitam kelam oleh maksiat, maka tidak akan ada cahayanya. Jikalau ia bersih, maka cahaya-Nya akan singgah disana menyinarinya. Jikalau setengahnya bersih dan setengahnya kotor, maka sebesar itu jugalah cahaya yang akan Anda dapatkan

Pentingnya Wirid

Pentingnya Wirid


Hikmah Keseratus Tiga Belas

لَا يَسْتَحْقِرُ الْوِرْدَ إِلَّا جَهُوْلٌ. وَالْوَارِدُ يُوْجَدُ فِي الدَّارِ الْآخِرَةِ, وَالْوِرْدُ يَنْطَوِي بِانْطِوَاءِ هَذِهِ الدَّارِ. وَأَوْلَى مَا يُعْتَنَى بِهِ مَا لَا يَخْلُفُ وُجُوْدُهُ. الْوِرْدُ هُوَ مَا طَالِبُهُ مِنْكَ, وَالْوَارِدُ أَنْتَ تَطْلُبُهُ مِنْهُ. وَأَيْنَ مَا هُوَ طَالِبُهُ مِنْكَ مِمَّا هُوَ مَطْلَبُكَ مِنْهُ

“Tidak ada yang meremehkan wirid, kecuali orang yang bodoh. Limpahan nikmat Allah Swt akan terus diperoleh sampai negeri Akhirat, sementara wirid akan dilipat seiring dilipatnya negeri ini. Dan yang paling utama untuk diperhatikan adalah sesuatu yang wujudnya tidak berganti. Wirid adalah permintaan-Nya darimu, dan karunia-Nya adalah permintaanmu dari-Nya. Dimana posisi sesuatu yang diminta-Nya darimu dengan sesuatu  yang engkau minta dari-Nya; jikalau dibandingkan.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Allah Swt telah mengajarkan berbagai Wirid kepada para hamba-Nya melalui lisan Rasul-Nya. Ada yang dilakukan di pagi, ada yang dilakukan di sore hari, dan ada yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Tidak ada yang mau meremehkannya, kecuali orang bodoh yang tidak mengenal syariat-Nya dan kebijaksanaan-Nya.

Jikalau Anda tidak mampu atau malas mengerjakannya, maka janganlah meremehkannya, atau meniadakannya sama sekali. Ini jelas menantang ketetapan yang disunnahkan oleh Rasulullah Saw. Ada dua gelar yang bisa disematkan di baju Anda: Pertama, Anda memang bodoh dan tidak mengetahuinya sama sekali. Kedua, Anda berpura-pura bodoh, karena mengikuti hawa nafsu. Akan tetapi intinya, Anda adalah sosok yang tidak mempergunakan otak jikalau merendahkan wirid-wirid ini. 

Anda akan mendapatkan berbagai karunia-Nya di dunia ini, seperti ketenangan hati, limpahan rekzi, kesehatan badan dan sebagainya. Dan ia juga akan Anda dapatkan di akhirat kelak. Namun bagaimana halnya dengan Wirid? Apakah Anda masih bisa membacanya di Akhirat kelak? 

Tidak. Sekali lagi tidak. Anda tidak akan memiliki kesempatan melakukannya lagi. Dunia adalah ladang amal, dan Akhirat adalah negeri balasan. Dan itulah sebenarnya yang membedakan antara Wirid dan karunia-Nya. Jikalau karunia-Nya dan nikmat-Nya bisa Anda dapatkan di dunia dan di akhirat, maka wiridnya hanya bisa Anda lakukan ketika di dunia saja. 

Perhatikanlah baik-baik! Mana yang akan Anda prioritaskan? Apakah materi atau Wirid? Jikalau materi, maka Anda akan tetap mendapatkannya di Akhirat kelak. Dan selama Anda berusaha, maka Anda akan tetap mendapatkannya di dunia ini. Sejenak waktu yang Anda gunakan untuk Wirid, sama sekali tidak akan mengurangi rezki Anda. 

Jagalah sesuatu yang tidak akan Anda dapatkan lagi di Akhirat kelak, yaitu Wirid. Itulah yang akan menolong Anda di akhirat kelak. Ketika harta dan anak-anak meninggalkan Anda di liang kubur, maka hanya pahala Wirid tadilah yang akan selalu menemani Anda dan melayani semua kebutuhan Anda. Ia hanya membutuhkan sedikit waktu Anda, namun efeknya luar biasa. 

Jikalau Anda rutin menjalankannya, tentu Allah Swt akan menyayangi Anda dan memberikan cahaya-Nya tertambat di dalam hati Anda, sehingga kedudukan Anda naik di sisi-Nya. Jikalau Dia sudah menerima Anda, maka semua penduduk langit dan bumi akan mencintai Anda dan memuji kebaikan Anda. 

Coba Anda bandingkan! Dia meminta Anda memnbaca wirid, dan Anda meminta kepada-Nya untuk dianugerahkan karunia-Nya. Manakah yang lebih baik di antara keduanya? Jikalau Anda menjalankan wirid, Anda sudah pasti mendapatkan karunia-Nya. Dan jikalau Anda hanya mengharapkan karunia-Nya, maka Anda belum tentu bisa mendapatkan pahala wirid. Dahulukanlah diri-Nya dari segala kebutuhan Anda. 

Jikalau Anda menomorkan satu-Nya, maka Dia akan selalu menyertai setiap langkah Anda, sehingga kehidupan Anda akan selalu diberkahi-Nya.  

Bebas Terbatas

Bebas Terbatas


Hikmah Keseratus Dua Belas

لَيْسَ كُلُّ مَنْ ثَبَتَ تَخْصِيْصُهُ كَمُلَ تَخْلِيْصُهُ

“Tidak setiap orang yang memperoleh kekhususan, sempurna kemurniannya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Ingatlah. Tidak semua orang yang Anda lihat mendapatkan kebahagiaan, terbebas dari jerat-jerat kesyirikan. Tidak ada seorangpun manusia di dunia ini yang sempurna, bahkan Rasulullah Saw pernah melakukan kesalahan dan ditegur lansung oleh Allah Swt; hanya saja kesalahannya itu tidak berkaitan dengan ke-Tuhanan. 

Cobalah Anda perhatikan orang-orang yang ada di sekeliling Anda. Kadang-kadang Anda mendapati seseorang yang dikarunia kebahagiaan, kemudian Dia mengujinya dengan harta dan sejenisnya, sehingga keimanannya rusak dan berpaling menyembah selain-Nya, akan tetapi ia kembali sadar dan kembali kepada-Nya. 

Dan ada juga sebahagian manusia yang dikaruniai-Nya kebahagiaan, kemudian hidupnya diselimuti maksiat, dosa dan perbuatan-perbuatan keji, sehingga hidupnya dipenuhi dengan kesengsaraan. 

Intinya. Tidak ada kebahagiaan yang tidak disusupi penderitaan. Dan tidak ada kesengaraan yang tidak diikuti dengan kebahagiaan. Tidak ada kebahagiaan seratus persen di dunia ini, dan tidak ada juga penderitaan seratus persen

Nikmat Paling Besar

Nikmat Paling Besar


Hikmah Keseratus Sebelas

مَتَى جَعَلَكَ فِي الظَّاهِرِ مُمْتَثِلًا لِأَمْرِهِ وَرَزَقَكَ فِي الْبَاطِنِ الْاِسْتِسْلَامَ لِقَهْرِهِ فَقَدْ أَعْظَمَ الْمِنَّةَ عَلَيْكَ

”Ketika Allah Swt menjadikanmu seseorang yang menjalan perintah-Nya secara lahir, dan mengaruniakanmu ketundukan kepada kekuasaan-Nya secara batin, maka Dia telah memberikan nikmat yang besar kepadamu.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau Anda diperkenankan oleh Allah Swt untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta menjalani hidup sebagaimana diinginkan-Nya dan diridhoi-Nya, kemudian Anda menerima semua ketentuan-Nya sepenuh hati tanpa ada celaan dan kritikan, berarti Anda telah mendapatkan nikmat yang besar. 

Jikalau Anda melihat tetangga Anda dikarunia harta yang melimpah, rumah bertingkat dan mobil mengkilat, namun ia sama sekali tidak mendaparkan rasa cinta kepada Allah Swt dalam hatinya, dan sama sekali tidak tergerak untuk menjalankan perintah-Nya, berarti Anda lebih kaya daripadanya; walaupun lahirnya Anda tampak lebih miskin darinya. 

Kekayaan hakiki berada di dalam hati, bukan di tangan. Berapa banyak orang yang memegang setumpuk uang, namun ia tidak bisa menggunakannya, karena kesehatannya drop. Dan berapa banyak orang yang hidupnya sederhan, bahkan pas-pasan, namun hatinya tenang dan kehidupannya bahagia, karena ia selalu bersama-Nya menjalani harinya dengan ketaatan

Permintaan Tak Dikabulkan, Intropeksi Diri

Permintaan Tak Dikabulkan, Intropeksi Diri


Hikmah Keseratus Sepuluh

لَا تُطَالِبْ رَبَّكَ بِتَأَخُّرِ مَطْلَبِكَ, وَلَكِنْ طَالِبْ نَفْسَكَ بِتَأَخُّرِ أَدَبِكِ

“Janganlah menuntut Tuhanmu karena terlambatnya pengabulan doamu, akan tetapi tuntutlah dirimu karena terlambat menjalankan kewajibanmu.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau Anda berdoa dan belum mendapatkan hasilnya, maka janganlah Anda mengomel dan menuntut Allah Swt. Ini adalah tindakan kurang ajar kepada-Nya. Seolah-olah Anda meragui kebenaran janji-Nya dan keshahihan firman-Nya. Bukankah Dia telah berfirman dalam kitab-Nya, bahwa siapapun yang berdoa, maka akan dikabulkan-Nya?! Yakinilah itu selalu dalam hati Anda, dan jangan pernah meragui kebenaran-Nya. 

Jikalaupun Anda ingin menyalahkan, maka pertama kali yang harus Anda salahkan adalah diri Anda sendiri. Sudahkah Anda menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya?! Jikalau belum, atau masih lalai, maka cercalah diri Anda sekarang juga. 

Bertaubatlah segera, sebelum pintunya tertutup. Sebelum matahari terbit di sebelah barat dan nyawa sampai di keronkongan, akuilah segera kesalahan Anda. 

Doa yang tidak makbul adalah akibat perbuatan Anda sendiri.  

Keagungan Rububiyyah yang Nyata

Keagungan Rububiyyah yang Nyata


Hikmah Keseratus Sembilan

سُبْحَانَ مَنْ سَتَرَ سِرَّ الْخُصُوْصِيَّةِ بِظُهُوْرِ الْبَشَرِيَّةِ وَظَهَرَ بِعَظَمَةِ الرُّبُوْبِيَّةِ فِي إِظْهَارِ الْعُبُوْدِيَّةِ

“Maha Suci Zat yang menutupi rahasia keistimewaan (wali-Nya) dengan sifat-sifat manusiawinya, kemudian memunculkan keagungan Rububiyyah-Nya dengan menampakan Ubudiyyah para hamba-Nya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Cobalah Anda perhatikan sekeliling Anda. Tidaklah Anda melihat, bagaimana sekelompok manusia dikhususkan oleh Allah Swt menerima berbagai karunia-Nya dan nikmat-Nya, dan bagaimana pula sebahagian lainnya harus rela menerima berbagai musibah-Nya dan ujian-Nya. 

Semua itu tidak lain hanyalah efek ketaatan masing-masing pribadi dan keingkarannya kepada Zat yang Maha Kuasa. Dalam ruang lingkup tertentu, Dia memberikan kebahagiaan jiwa dan ketenangan hati kepada orang-orang yang beriman; walaupun hartanya minim, bahkan miskin. Namun tidak jarang juga Anda menemukan orang yang kaya lagi shaleh. Sebaliknya, Dia memberikan kesempitan jiwa dan fikiran kepada orang-orang yang ingkar kepada-Nya; walaupun hartanya melimpah ruah. Namun ada juga di antara mereka yang harus menjalani hidupnya dalam keadaan menderita dan papa. Itulah hak-Nya yang tidak boleh di intervensi siapapun. 

Akan tetapi, Dia menutupi semua itu dengan sifat-sifat manusiawi yang ada pada diri mereka. Cobalah Anda perhatikan, apakah perbedaan antara Musa Alaihissalam dan Firaun?! Bukankah keduanya sama-sama manusia?!

Yah, jikalau Anda melihat bentuk luarnya, keduanya sama dan tidak ada perbedaan sama sekali. Akan tetapi jikalau Anda melihat apa yang ada di dalamnya, maka Anda akan mendapatkan perbedaan yang besar. Satunya beriman dan menjalankan semua perintah-Nya, dan satunya lagi kafir dan mengingkari semua perintah-Nya. 

Dia adalah Zat yang Maha Agung dan Maha Mulia. Anda bisa mengenalinya dengan banyaknya orang-orang yang menyembah-Nya. 

Bukankah Dia adalah Zat yang Maha Pencipta dan Tiada sekutu bagi-Nya. setiap ibadah yang dilakukan makhluk-Nya, baik hembusan angin, kicauan burung, deruh ombak dan sebagainya, semua itu menunjukkan ke-Maha Besaran-Nya.  

Perkara yang Perlu Anda Khawatirkan

Perkara yang Perlu Anda Khawatirkan


Hikmah Keseratus Delapan

لَا يُخَافُ عَلَيْكَ أَنْ تَلْتَبِسَ الطُّرُقُ, وَإِنَّمَا يُخَافُ عَلَيْكَ مِنْ غَلَبَةِ الْهَوَى عَلَيْكَ

“Bukan ketidak jelasan jalan yang dikhawatirkan bagi dirimu, akan tetapi yang dikhawatirkan adalah apabila hawa nafsu menguasai dirimu.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]

 

Sebagai seorang makhluk yang dikaruniakan akal, Anda tentu bisa membedakan mana jalan kebaikan dan mana jalan keburukan. Masalah ini sama sekali tidak perlu dikhawatirkan dan dirisaukan. 

Dengan sendirinya, Anda bisa mengenal jalan kebaikan dengan segenap elemannya, seperti tanda-tandanya dan ajarannya. Sebaliknya, Andapun mampu mengenal jalan keburukan dengan sendirinya, karena tanda-tandanya sudah ada. 

Hanya saja kadang-kadang jiwa Anda dikuasai oleh hawa nafsu, sehingga Anda menapaki jalan keburukan dan menjauhi jalan kebenaran. Hati kecil Anda tidak akan pernah berbohong. Fithranya adalah mengikuti kebenaran. Misalnya, Anda adalah seorang pejabat negara. Ketika Anda dihadapkan setumpuk uang korupsi, dan pada waktu bersamaan Anda sedang membutuhkan dana yang banyak untuk pengobatan keluarga Anda, maka apakah yang Anda lakukan?

Hati kecil Anda akan menunjukkan jalan kebanaran, bahwa korupsi itu haram dan tidak boleh dilakukan. Sebaliknya, hawa nafsu Anda justru menggoda Anda untuk mengambilnya. Disinilah peran keimanan, apakah keimanan Anda mampu melawannya atau tidak?! 

Hubungan Takdir dan Kelembutan Allah Swt

Hubungan Takdir dan Kelembutan Allah Swt


Hikmah Keseratus Tujuh

مَنْ ظَنَّ انْفِكَاكَ لُطْفِهِ عَنْ قَدَرِهِ فَذَلِكَ لِقُصُوْرِ نَظْرِهِ

“Barangsiapa menyangka, bahwa kelembutan Allah Swt terlepas dari qadar-Nya, maka itu adalah tanda kesempitan pandangannya.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jangan Anda menyangka, bahwa takdir buruk yang menimpa Anda dan orang-orang di sekitar Anda terlepas dari kelembutan-Nya. Tidak, itu sama sekali tidak benar. Setiap ketentuan-Nya kepada hamba-Nya mengandung nilai-nilai kelembutan yang menunjukkan ke-Maha Pengasih-Nya dan Maha Penyayang-Nya. 

Jikalau Dia ingin menghancurkan Anda, maka Dia mampu menurunkan musibah atau siksaan yang lebih daripada yang Anda rasakan. Akan tetapi, Dia tidak melakukannya. Dia mengetahui, bahwa Anda lemah, dan Dia tidak akan menguji Anda di atas kemampuan Anda. Jikalau Anda berkeluh kesah, itu hanyalah karena kedangkalan iman Anda dan kesempitan pandangan Anda. 

Cobalah berfikir panjang. Carilah hikmah di belakang musibah yang menimpa Anda. Ingatlah di balik setiap kesulitan, ada dua kemudahan yang menanti Anda. Bersabarlah, maka Anda akan beruntung.  

Resep Meringankan Pedihnya Musibah

Resep Meringankan Pedihnya Musibah


Hikmah Keseratus Enam

لِيُخَفِّفْ أَلَمُ الْبَلَاءِ عَلَيْكَ عِلْمُكَ بِأَنَّهُ سُبْحَانَهُ هُوَ الْمُبْلِي لَكَ. فَالَّذِي وَاجَهَتْكَ مِنْهُ الْأَقْدَارُ هُوَ الَّذِي عَوَّدَكَ حُسْنَ الْاِخْتيَارِ

“Agar bisa meringankan derita musibah yang menimpamu, maka hendaklah engkau mengetahui bahwa Allah Swt adalah Zat yang mengujimu. Zat yang mengarahkanmu menghadapi berbagai takdir adalah Zat yang membiasakanmu untuk selalu mengambil pilihan terbaik.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau Anda sering tertimpa musibah, atau sedang menghadapi bencana, maka ada satu resep yang bisa Anda mamfaatkan untuk meringankan kepedihan Anda, yaitu mengetahui bahwa Allah Swt lah yang telah menguji Anda. Dia adalah Tuhan yang Maha Bijaksasa. 

Setiap ketetapan-Nya pasti mengandung hikmah dan maslahat bagi para hamba-Nya. tidak ada satupun ketetapannya yang bertujuan menyiksa dan merugikan mereka. 

Sebagai hamba, hak Anda hanyalah menerima ketentuan Penguasanya. Yakinlah, bahwa semua yang ditakdirkan-Nya adalah kebaikan. 

Sebenarnya, itulah yang membedakan antara seseorang yang menghambakan dirinya kepada Zat yang Maha Kuasa dengan seseorang yang menghambakan dirinya kepada makhluk yang Maha Lemah. Jikalau yang pertama selalu berbuat untuk kebaikan hamba-Nya; sedangkan yang kedua bertindak berdasarkan hawa nafsunya belaka, sehingga tidak ada hikmah di balik tindakannya. 

Ketahuilah, bahwa Zat yang menetapkanmu untuk menghadapi berbagai ketentuan-Nya adalah Zat yang menuntunmu untuk selalu mengambil pilihan terbaik. 

Bukanlah Dia sudah mengajarkan Anda untuk menghadapi segala keburukan dengan kesabaran?!

Yah, bersabarlah, maka Anda akan mendapatkan keuntungan dan balasan yang lebih baik. Siapa tahu, di balik musibah itu ada nikmat yang tidak terkira banyaknya dan tidak terbayangkan indahnya.  

Alam Nyata dan Alam Batin

Alam Nyata dan Alam Batin


Hikmah Keseratus Lima

أَنَارَ الظَّوَاهِرَ بِأَنْوَارِ أَثَارِهِ, وَأَنَارَ السَّرَائِرَ بِأَنْوَارِ أَوْصَافِهِ. لِأَجْلِ ذَلِكَ أَفَلَتْ أَنْوَارُ الظَّوَاهِرِ وَلَمْ تَأْفَلْ أَنْوَارُ الْقُلُوْبِ وَالسَّرَائِرِ. وَلِذَلِكَ قِيْلَ: إِنَّ شَمْسَ النَّهَارِ تَغْرُبُ بِلَيْلٍ, وَشَمْسُ الْقُلُوْبِ لَيْسَ تَغِيْبُ

“Allah Swt menerangi alam nyata dengan cahaya makhluk-Nya, dan menerangi alam batin dengan cahaya sifat-Nya. Oleh karena itu, cahaya alam nyata terbenam; sedangkan cahaya hati dan alam batin tidak pernah terbenam. Ada pepatah mengatakan: Matahari siang akan terbenam di malam hari, dan matahari hati tidak akan hilang.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Allah Swt menyinari alam semesta ini dengan cahaya makhluk-Nya. Apakah Anda tidak menyaksikan, bagaimana matahari, bulan, bintang-bintang dan lampu-lampu menerangi alam semesta ini. Jikalau bukan karenanya, maka Anda akan berada dalam kegelapan dan tidak tahu arah dalam perjalanan, bahkan untuk hiduppun Anda tidak akan bisa. 

Dan Dia menerangi alam batin dengan cahaya sifat-Nya yang tidak akan pernah padam selama-lamanya. Cahaya itu abadi. Jikalau ditempatkan dalam dada seorang hamba, maka ia akan mampu menyingkap hikmah dan rahasia di balik suatu peristiwa. Hanya saja, cahaya itu hanya berhak dimiliki oleh orang-orang yang diizinkan-Nya, bukan setiap hamba-Nya. 

Kedua cahaya itu memiliki perbedaan yang besar dan sangat signifikan. Jikalau cahaya makhluk, maka ia akan terbenam pada waktunya, bahkan ia akan mengalami kehancuran pada hari Kiamat kelak, karena takdir setiap makhluk adalah fana dan tidak ada yang abadi. 

Berbeda dengan cahaya hati. Ia tidak akan binasa dan hancur seiring berjalannya waktu. Cahayanya akan terus abadi, seiring abadinya Zat yang memilikinya. Oleh karena itu, beruntunglah seseorang yang mendapatkan cahaya-Nya. Ia berhasil mendapatkan cahaya di alam nyatanya dan juga berhasil menerangi alam jiwanya.