Karunia Dalam Kesulitan

Karunia Dalam Kesulitan


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Tujuh 

Karunia Dalam Kesulitan

رُبَمَا وَجَدْتَ الْمَزِيْدَ فِي الْفَاقَاتِ مَا لَا تَجِدْهُ فِي الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ

“Bisa jadi engkau mendapatkan kelebihan di dalam kesulitan, yang tidak engkau dapatkan dalam puasa dan shalat.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari

 

Kadang-kadang Anda justru mendapatkan keuntungan besar dalam berbagai ujian dan cobaan yang mendera Anda. Biasanya, ketika itu Anda akan mendaki menuju tangga yang lebih baik. Anda berusaha mengintropeksi diri dan memperbaiki hati. Jikalau selama ini ada kesalahan, maka Anda akan memperbaikinya. Jikalau selama ini Anda lalai bersedekah, maka Anda akan melakukannya. Dan banyak lagi inisiatif kebaikan yang muncul ketika Anda berada dalam kesulitan. 

Kelebihan ini mungkin tidak akan Anda dapatkan dalam shalat dan puasa; padahal keduanya adalah ibadah utama yang merupakan bagian dari rukun Islam. Ketika Anda berpuasa, misalnya, maka Anda hanya merasakan kelaparan dan kehausan, dan tidak ada rasa penyesalan terhadap kesalahan-kesalahan yang Anda lakukan dan rasa hina di hadapan Ilahy, karena pada saat bersamaan kaum muslimin lainnya juga melakukan apa yang Anda lakukan. Begitu halnya ketika Anda mengerjakan shalat. 

Oleh karena itu, nikmatilah musibah dan bencana yang menimpa Anda. Segala ketentuan-Nya pasti ada hikmahnya. Di balik satu kesusahan ada dua kemudahan, bahkan kemudahan itu selalu mengiringinya dan tidak pernah meninggalkannya. 

Jangan pernah mengeluh; apalagi mencela!!!

Jikalau Berbagai Kesulitan Menimpa

Jikalau Berbagai Kesulitan Menimpa

 

Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Enam

Jikalau Berbagai Kesulitan Menimpa

وُرُوْدُ الْفَاقَاتِ أَعْيَادُ الْمُرِيْدِيْنَ

“Datangnya berbagai kesulitan adalah hari raya bagi para murid.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Jikalau Anda ditimpa berbagai musibah dan kesulitan, maka ketahuilah bahwa itu adalah masa-masa yang baik bagi orang-orang yang ingin mendekatkan dirinya kepada Allah Swt. Bukanlah ketika itu hati Anda akan patah dan diliputi kesedihan? Dan kepada siapakah Anda mengadu pada waktu itu? 

Yah, Anda akan menghampiri-Nya dengan segenap hati Anda. Tidak ada lagi rasa egois. Anda akan merasa hina-dina di hadapan-Nya. Pada waktu itu, hati Anda akan bersih dari segala bentuk Ubudiyyah kepada selain-Nya. 

Cobalah Anda perhatikan orang yang terdampar di lautan luas. Tidak ada lagi yang mampu menyelamatkan mereka, kecuali kematian. Apakah yang akan mereka lakukan pada waktu itu? 

Tidak ada yang bisa diucapkannya dan dilakukannya, kecuali menyerahkan dirinya sepenuh hati kepada Rabb-Nya. Ia akan menangis dan mengikhlaskan seganap usahanya kepada-Nya, seraya berharap mudah-mudahan masih ada baginya kehidupan di hari esok. 

Begitulah hari raya yang dimaksud dalam bait kata-kata ini, yaitu hari ketika Anda menyerahkan diri sepenuhnya kepada Zat yang Maha Pencipta. 

Apa yang Perlu Diingatkan dan Ditegur?

Apa yang Perlu Diingatkan dan Ditegur?

 
Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Lima

Apa yang Perlu Diingatkan dan Ditegur?

إِنَّمَا يُذَكَّرُ مَنْ يَجُوْزُ عَلَيْهِ الْإِغْفَالُ وَإِنَّمَا يُنَبَّهُ مَنْ يُمْكِنُ مِنْهُ الْإِهْمَالُ

“Yang diingatkan itu adalah yang bisa lalai, dan yang ditegur itu adalah yang teledor.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Orang yang layak diingatkan tentang permintaan adalah orang yang lalai. Sifat ini adalah tabiat asli manusia, yang selalu lupa dan lalai. Jikalau ia memegang hak orang lain, kemudian tidak diingatkan, maka bisa jadi ia akan lupa dan memakannya, atau memberikannya kepada keluarganya; padahal barang itu bukan haknya. Sifat seperti ini tidak berlaku bagi Allah Swt. Dia bersih dari segala sifat kekurangan. 

Dan apa hak Anda yang berada di tangan-Nya, sehingga Anda mengingatkan-Nya. Bukankah segala sesuatu adalah milik-Nya; termasuk apa yang Anda pegang dan miliki selama ini. Kepemilikan Anda hanyalah bersifat semu, sedangkan pemilik hakikinya adalah diri-Nya. Jadi, Dia tidak perlu diingatkan, karena Dia tidak pernah lalai sekejappun. 

Dan orang yang layak ditegur adalah orang yang lalai memberikan hak orang lain. Jikalau Anda menitipkan sesuatu kepada orang lain, kemudia ia lupa mengembalikannya, maka silahkanlah Anda menegurnya, karena itu adalah hak Anda. Sifat ini juga tidak berlaku bagi Allah Swt. Dia akan memberkan hak setiap hamba-Nya, tanpa perlu ditegur. 

Intinya, jikalau Anda berdoa hanya sekedar untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan, maka ini adalah sebuah kesalahan besar. Seolah-olah Anda menuduh-Nya tidak akan memberikan bagian Anda. Jikalau Anda berdoa, maka yakinilah dan kerjakanlah sebagai bentuk Ubudiyyah Anda kepada-Nya. 

Berdoalah Selalu Kepada Allah Swt

Berdoalah Selalu Kepada Allah Swt


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Empat

Berdoalah Selalu Kepada Allah Swt

رُبَمَا دَلَّهُمُ الْأَدَبُ عَلَى تَرْكِ الطَّلَبِ اعْتِمَادًا عَلَى قِسْمَتِهِ وَاشْتِغَالًا بِذِكْرِهِ

 عَنْ مَسْئَلَتِهِ

“Kadangkala adab menuntun mereka untuk tidak meminta (berdoa) karena bergantung dengan pembagian Allah Swt dan sibuk dengan zikir-Nya.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


 Kadang-kadang Adab bersama Allah Swt menuntun orang-orang Arif dan bijaksana untuk tidak meminta kepada-Nya. Mereka takut jikalau hal ini masuk dalam kategori tidak beradab terhadap-Nya; padahal Dia telah menentukan rezki para hamba-Nya semenjak zaman azali. Semua itu semata-mata karunia-Nya, bukan karena ada intervensi atau usaha dari pihak lain. 

Meminta yang dimaksudkan disini adalah berdoa untuk sekedar mendapatkan sesuatu. Sedangkan jikalau berdoa untuk menunjukkan Ubudiyyah dan menjalankan hak Rububiyyah, maka itu adalah salah satu bentuk kesempurnaan dalam diri seorang hamba. 

Orang-Orang Arif biasanya lebih sibuk dengan berzikir mengingat-Nya, baik dengan lisan maupun hati, daripada meminta dan menuntut-Nya. Jikalau mereka sibuk mengingat-Nya, maka Dia akan memberikan sesuatu lebih baik dari apa yang diberikan-Nya kepada orang-orang yang meminta. Ketika Anda menyebut-nyebut nama-Nya, bukankah hal itu menunjukkan Anda membutuhkan-Nya dan fakir di hadapan-Nya. 

Cobalah Anda perhatikan di jalanan, bagaimana seorang pengemis selalu memanggil orang kaya yang dilihatnya berjalan di hadapan-Nya. Ia tidak mengatakan secara terus-terang, bahwa ia meminta duitnya, tetapi ia hanya menyeru. Namun seruannya itu sudah menunjukkan bahwa ia membutuhkan bantuan dan pemberian orang lain. 

Itulah hanyalah sekedar contoh. Dan Allah Swt Maha Mulia dari contoh yang rendah dan hina seperti ini. 

Kehendak Allah Swt Tempat Bergantung

Kehendak Allah Swt Tempat Bergantung


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Tiga

Kehendak Allah Swt Tempat Bergantung

إِنَّ الْمَشِيْئَةَ يَسْتَنِدُ كُلُّ شَيْءٍ وَلَا تَسْتَنِدُ هِيَ إِلَى شَيْءٍ

“Keinginan Allah Swt adalah tempat bersandar segala sesuatu, dan ia tidak bersandar kepada apapun.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Segala sesuatu yang ada di dunia ini bergantung dengan keinginan Allah Swt. Jikalau Anda melihat matahari yang memancarkan cahayanya dengan sangat terangnya, maka ketahuilah bahwa itu adalah atas kehendak-Nya. Andaikan saja Dia berkehendak lain, maka bisa jadi matahari itu redup dan tidak akan memancarkan lagi sinarnya selama-lamanya. 

Anda bisa bernafas dan berjalan pada hari ini, itu adalah karena keinginan-Nya. Andaikan Dia menginginkan Anda meninggal pada detik ini juga, maka Anda tidak akan pernah bisa menyelamatkan diri; walaupun Anda memiliki kecepatan yang luar biasa. Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang menunjukkan keinginan-Nya adalah penopang segala sesuatu. 

Sedangkan keinginan-Nya, maka ia tidak bergantung dengan apapun. Dia menciptakan ini dan itu adalah berdasarkan pilihan-Nya. Tidak ada seorangpun atau apapun yang mengintervensi-Nya. Jangan Anda pernah menyangka, bahwa apa yang Anda dapatkan adalah berkat usaha Anda sendiri, atau doa Anda. Tidak, sama sekali tidak. Itu adalah keinginan-Nya, yang sudah ditakdirkan menjadi bagian Anda. 

Antara Ketetapan Azali dengan Perbuatan

Antara Ketetapan Azali dengan Perbuatan


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Dua

Antara Ketetapan Azali dengan Perbuatan

عَلِمَ أَنَّ الْعِبَادَ يَتَشَوَّقُوْنَ إِلَى ظُهُوْرِ سِرِّ الْعِنَايَةِ, فَقَالَ: يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ, وَعَلِمَ أَنَّهُ لَوْ خَلَّاهُمْ وَذَلِكَ لَتَرَكُوْا الْعَمَلَ اعْتِمَادًا عَلَى الْأَزَلِ, فَقَالَ: إِنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ

“Allah Swt mengetahui bahwa para hamba ingin mengetahui rahasia pertolongan-Nya, sehingga Dia berfirman: Dia mengkhususkan dengan rahmat-Nya siapapun yang diinginkan-Nya. Dia juga mengetahui bahwa jikalau mereka dibiarkan, tentu mereka tidak akan mau beramal, karena berpegang dengan apa yang sudah di tetapkan pada zaman Azali, sehingga Dia berfirman: Rahmat Allah Swt dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Allah Swt Maha Tahu mengenai apa yang tersirat di dalam hati Anda; sebagaimana Dia mengetahui semua detail perbuatan lahir yang Anda lakukan. Dia mengetahui, bahwa Anda ingin mengetahui rahasia para hamba; kenapa orang ini mendapatkan keistimewaan seperti ini, dan orang itu mendapatkan keistimewaan seperti itu. Untuk menuntaskan keinginan tahuan Anda ini, maka Dia menegaskan di dalam Al-Quran Al-Karim:   

“Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.” [Al-Baqarah: 105]

Artinya, Dia berhak memberikan keistimewaan tertentu kepada siapapun yang diinginkan-Nya. Dan ini tidak ada kaitannya dengan usaha seperti ini, maka akan mendapatkan hasil seperti ini; seperti yang diklaim sebahagian besar masyarakat. Ini berkaitan dengan hibah-Nya. Selama ini, pemikiran yang berkembang di kalangan masyarakat, bahwa jikalau seseorang ingin mendapatkan kelebihan tertentu, misalnya tahan besi, atau tidak mempan peluru dan sebagainya, maka ia harus mengamalkan ibadah-ibadah tertentu. Ini sama sekali tidak benar, dan tidak ada dalil yang menjelaskan, bahkan bisa masuk dalam kategori syirik, karena beribadah untuk mengharapkan sesuatu selain-Nya. Semua yang didapatkan oleh seseorang adalah karunia-Nya semata. 

Selain itu, Dia jugalah yang menentukan, siapakah di antara para hamba-Nya yang masuk ke dalam ketegori orang-orang yang mendapatkan hidayah-Nya dan berbahagia di Akhirat kelak, dan siapa pula yang masuk ke dalam kategori orang-orang yang sengsara dan akan mendiami nerakanya di Akhirat kelak. Semua itu sudah ada dalam catatan-Nya. 

Jikalau mereka diberitahukan tentang rahasia para hamba, maka mereka akan meninggalkan amal kebajikan, karena bergantung dengan apa yang sudah ditetapkan di Lauh Mahfudz. Padahal, amalan-amalan yang dkerjakannya selama di dunia ini adalah jalan dan sarana menggapai apa yang diharapkannya. Mereka akan menyangka, bahwa orang-orang yang sudah ditakdirkan bahagia, maka ia akan tetap bahagia; walaupun tidak beramal sama sekali. Dan orang-orang yang sudah ditakdirkan sengsara, maka ia akan sengsara; walaupuan melakukan banyak amalan. 

Untuk menghilangkan prasangka buruk ini, maka Dia berfirman dalam Al-Quran Al-Karim: 

“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” [Al-A’raaf: 56]

Artinya, rahmat Allah Swt dekat dari orang-orang Muhsinin, yaitu orang-orang yang rajin mengerjakan amal shaleh. Dan ia jauh dari orang-orang Musi-in, yaitu orang-orang yang gemar mengerjakan amal-amal kejahatan. Ketentuan-Nya memang sudah ada semenjak zaman azali, namun perlu diingat bahwa Dia menjadikan alamat-alamat dan tanda-tanda yang menunjukkan masing-masing kelompok. Jikalau ia rajin mengerjakan amal-amal kebajikan, maka tentu ia termasuk kelompok Ihsan. Jikalau sebaliknya, tentu ia akan jauh dari sifat Ihsan. Dan Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan amalan para hamba-Nya. 

Tidak selayaknya seorang muslim meninggalkan amal kebajikan, ketaatan dan ibadah, karena bergantung dengan ketetapan Azali. Sama sekali tidak pantas. 

Kandungan Zaman Azali

Kandungan Zaman Azali


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh Satu

Kandungan Zaman Azali

عِنَايَتُهُ فِيْكَ لَا لِشَيْءٍ مِنْكَ. وَأَيْنَ كُنْتَ حِيْنَ وَاجَهَتْكَ عِنَايَتُهُ وَقَابَلَتْكَ رِعَايَتُهُ. لَمْ يَكُنْ فِي أَزَلِهِ إِخْلَاصُ أَعْمَالٍ وَلَا وُجُوْدُ أَحْوَالٍ, بَلْ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ إِلَّا مَحْضُ الْإِفْضَالِ وَعَظِيْمُ النَّوَالِ

“Pertolongan Allah Swt kepadamu bukanlah karena sesuatu yang berasal dari dirimu. Dimana engkau ketika pertolongan-Nya menghampirimu dan penjagaan-Nya dan menemuimu. Ketika zaman azali belum ada yang  namanya ikhlas beramal dan keadaan spritual, bahkan tidak ada sesuatupun pada masa itu kecuali hanya karunia dan pemberian yang besar.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari 

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari 


Pertolongan yang diberikan oleh Allah Swt kepada Anda, bukanlah karena sesuatu yang Anda persembahkan kepada-Nya. Jikalau Dia memberikan Anda rezki di tengah kesulitan Anda, atau dalam menjalani kehidupan sehari-hari, maka ketahuilah bahwa itu adalah bentuk karunia-Nya dan rezki-Nya kepada Anda. Jangan menyangka, bahwa usaha Andalah yang menyebabkan-Nya melakukan itu. 

Jikalau Anda berpendapat seperti itu selama ini, maka segeralah sadar dan insaf. Kemana saja pemikiran Anda selama ini, yaitu ketika Dia memberikan berbagai bantuan-Nya kepada Anda, mulai dari makanan yang menghindarkan Anda dari rasa lapar, minuman yang membebaskan Anda dari rasa haus, pakaian yang melindungi Anda dari rasa dingin, dan sebagainya. Kemudian kemanakah fikiran Anda ketika Dia memberikan penjagaan-Nya kepada Anda. Ketika, misalnya, Anda berada di jurang kematian, maka Dia menyelamatkan Anda dengan kekuasaan-Nya. Ingatlah semua itu, dan fikirkanlah baik-baik

Pada zaman azali dulu, tidak ada yang namanya ikhlas beramal dan keadaan-keadaan spritual, karena Anda dan seluruh manusia ini belum Ada, begitu juga halnya dengan ketetapan hukum. Pada waktu itu, yang ada hanyalah karunia-Nya dan kedermawanan-Nya. 

Sudahlah, janganlah mengkhayal lagi. Jangan pernah menyangka, bahwa permintaan Andalah yang menyebabkannya memberikan apa yang Anda inginkan. Tidak, sama sekali tidak. Semua yang Anda terima pada saat sekarang ini adalah karunia-Nya semata dan sudah ditentukan-Nya semenjak zaman azali. 

Ketentuan Azali Sangatlah Mulia

Ketentuan Azali Sangatlah Mulia


Hikmah Keseratus Tujuh Puluh

Ketentuan Azali Sangatlah Mulia

جَلَّ حُكْمُ الْأَزَلِ أَنْ يَنْضَافَ إِلَى الْعِلَلِ

“Ketentuan azali Allah Swt sangatlah mulia jikalau disandarkan pada berbagai sebab.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari 

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari 


Ketentuan Allah Swt yang termaktub di Lauh Mahfudz semenjak zaman azali, apakah Dia akan memberikan rezki-Nya kepada Anda atau tidak, tidak layak disandingkan dengan rangkaian sebab-musabbab yang baru muncul kemudian hari. 

Dia adalah Zat yang Maha Mulia dan Maha Pemberi. Jikalau Dia ingin memberi, maka Dia tidak membutuhkan doa Anda. Cukuplah dengan mengatakan “Terjadi”, maka akan terjadilah apa yang diinginkan-Nya. 

Sekali lagi, doa yang Anda panjatkan adalah salah satu bentuk Ubudiyyah Anda kepada-Nya, yaitu Ubudiyyah seorang hamba kepada Tuhannya. Ia bukanlah rangkaian sebab, karena segala sesuatu di dunia ini sudah ada dalam ketetapan-Nya. 

Antara Doa dan Ketentuan Allah Swt

Antara Doa dan Ketentuan Allah Swt


 Hikmah Keseratus Enam Puluh Sembilan

Antara Doa dan Ketentuan Allah Swt

كَيْفَ يَكُوْنُ طَلَبُكَ اللَّاحِقُ سَبَبًا فِي عَطَائِهِ السَّابِقِ

“Bagaimana mungkin permintaanmu yang datang kemudian menjadi sebab pemberian Allah Swt yang sudah ditentukan sebelumnya.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


 Jikalau Anda mendapatkan sesuatu pada hari ini, apakah itu karena permintaan Anda kepada Allah Swt dalam setiap doa Anda?

Tidak, sama sekali tidak. Bagaimana mungkin permintaan yang baru saja Anda panjatkan kepada-Nya bisa mendatangkan sesuatu yang sudah ditakdirkan-Nya bagi Anda. Mustahil. Apa yang Anda dapatkan hari ini, di masa lalu dan di masa depan, semua itu sudah ditetapkan-Nya di Lauh Mahfuzd. Tugas adalah berdoa kepada-Nya sebagai bentuk Ubudiyyah Anda, bukan jalan untuk memperoleh apa yang Anda inginkan. 

Inilah salah satu kesalahan yang banyak terjadi di kalangan masyarakat awam. Mereka memandang doa itu bukanlah bentuk Ubudiyyahnya kepada sang Khalik, tetapi menganggapnya sebagai sarana yang menyebabkannya mendapatkan apa yang dipintanya. 

Kenapa Anda Meminta Kepada Allah Swt?

Kenapa Anda Meminta Kepada Allah Swt?


Hikmah Keseratus Enam Puluh Delapan

Kenapa Anda Meminta Kepada Allah Swt?

لَا يَكُنْ طَلَبُكَ تَسَبُّبًا إِلَى الْعَطَاءِ مِنْهُ فَيَقِلَّ فَهْمُكَ عَنْهُ, وَلْيَكُنْ طَلَبُكَ لِإِظْهَارِ الْعُبُوْدِيَّةِ وَقِيَامًا بِحُقُوْقِ الرُّبُوْبِيَّةِ

“Jangan sampai permintaanmu engkau jadikan sebab pemberian, sehingga pemahamanmu minim tentang Allah Swt. Jadikanlah permintaanmu untuk menampakkan Ubudiyyah dan menjalankan hak-hak Rububiyyah.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari


Ketika Anda meminta kepada Allah Swt, kemudian Anda mendapatkan apa yang Anda inginkan, maka janganlah menyangka bahwa Anda mendapatkannya karena doa Anda kepada-Nya. Seolah-olah, Dia tidak akan memberikan Anda, kecuali jikalau Anda meminta kepada-Nya. Ini adalah pemikiran bodoh dan tolol yang tidak layak dimiliki seorang hamba. 

Jikalaupun Anda tidak meminta kepada-Nya, maka Dia akan tetapkan memberikannya kepada Anda, karena Dia adalah Zat yang Maha Mulia dan Maha Dermawan. Tidak ada yang sulit baginya. Dengan kata-kata “kun”, maka segala keinginan-Nya dan perintah-Nya akan terwujud. 

Anda memang dituntut berdoa kepada-Nya, namun itu bertujuan untuk menunjukkan kefakiran Anda dan kehinaan Anda di hadapan-Nya. Anda adalah seorang hamba yang harus menjalankan hak Ubudiyyah kepada-Nya, dan juga harus menjalankan hak-hak Rububiyyah. 

Renungkanlah itu baik-baik, karena benang merah di antara kedua jenis sikap berdoa tadi sangat tipis sekali. 

Cahaya Allah Swt yang Agung

Cahaya Allah Swt yang Agung


Hikmah Keseratus Enam Puluh Tujuh 

Cahaya Allah Swt yang Agung 

إِنَّمَا احْتَجَبَ لِشِدَّةِ ظُهُوْرِهِ وَخَفِيَ عَنِ الْأَبْصَارِ لِعِظَمِ نُوْرِهِ

“Allah Swt terhijab karena sangat jelas sekali, dan tersembunyi dari pandangan makhluk karena keagungan cahaya-Nya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Allah Swt terhijab, karena lantaran sangat jelas sekali. Semua yang ada di dunia ini menunjukkan keagungan-Nya dan ke-Maha Hebatannya. Jikalau eksistensi-Nya, maka tanpa alam semesta inipun, tidak ada yang meraguinya. Terlalu kecil dan hina alam ini untuk menunjukkan eskistensi-Nya yang Maha Agung. 

Pandangan manusia yang lemah, tidak mampu melihat-Nya, karena cahaya-Nya yang luar biasa. Jikalau Anda sekarang berada di siang hari dan matahari sedang terik, maka cobalah Anda melihat matahari dengan pandangan lansung. Apakah Anda mampu melakukannya? Tidak, sama sekali tidak. Dan cahaya-Nya lebih hebat lagi dari cahaya makhluk-Nya itu. 

Penyebab Allah Swt Terhijab Dari Anda

Penyebab Allah Swt Terhijab Dari Anda


Hikmah Keseratus Enam Puluh Enam

Penyebab Allah Swt Terhijab Dari Anda

إِنَّمَا حَجَبَ الْحَقُّ عَنْكَ شِدَّةُ قُرْبِهِ مِنْكَ

“Allah Swt terhijab dari dirimu karena sangat dekat-Nya denganmu.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Allah Swt terhijab dari Anda, karena kedekatan-Nya yang luar biasa kepada Anda. Kedekatan yang dimaksud disini adalah kedekatan yang sesuai dengan keagungan-Nya dan kemuliaan-Nya, bukan seperti kedekatan biasa layaknya manusia; seperti yang Anda bayangkan. 

Cobalah Anda perhatikan, bagaimana jikalau sesuatu itu berada tepat di hadapan Anda, bahkan menempel ketat. Apakah Anda bisa menyaksikannya? Tentu tidak, bahkan ia akan menutupi pandangan Anda. Berbeda halnya dengan sesuatu yang memiliki jarak dengan mata Anda, maka Anda akan mampu melihatnya dengan jelas. 

Misalnya, jikalau ada gajah tepat berada di pelupuk mata Anda, tentu pandangan Anda akan tertutup dan sama sekali tidak mampu menyaksikan belalainya, badannya yang gemuk dan telingan yang besar. Namun jikalau gajah itu berada agak jauh dari Anda; walaupun hanya semeter, maka Anda akan mampu menyaksikan badannya dengan semua sisinya. 

Begitulah kira-kira pemisalannya. Dan Allah Swt tentu lebih Mulia dan lebih Agung dari contoh rendahan ini. 

Hubungan Dengan Allah Swt

Hubungan Dengan Allah Swt


Hikmah Keseratus Enam Puluh Lima

Hubungan Dengan Allah Swt


مَنْ عَرَفَ الْحَقَّ شَهِدَهُ فِي كُلِّ شَيْءٍ. وَمَنْ فَنِيَ بِهِ غَابَ عَنْ كُلِّ شَيْءٍ. وَمَنْ أَحَبَّهُ لَمْ يُؤْثِرْ عَلَيْهِ شَيْئًا

“Barangsiapa yang mengenal Allah Swt, maka ia akan menyaksikan-Nya di dalam segala sesuatu. Barangsiapa yang fana dengan-Nya, maka ia akan lenyap dari segala sesuatu. Barangsiapa yang mencintai-Nya, maka ia tidak akan mengutamakan apapun selain-Nya.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)

 

Barangsiapa yang mengenal Allah Swt, maka ia akan melihatnya di dalam segala sesuatu. Setiap kali menyaksikan alam semesta ini, maka akan semakin besar keyakinannya. Tidak ada yang mampu mengatur hembusan angin, turunnya hujan, perputaran cakrawala, kecuali Zat yang Maha Kuasa. 

Barangsiapa yang fana dengan cahaya-Nya, yang tertambat di dalam hati setiap hamba, maka ia akan lenyap dari segala sesuatu. 

Pandangannya hanya tertuju kepada-Nya. Apakah Anda tidak menyaksikan, bagaimana seandainya jikalau matahari terbit; apakah bulan dan bintang-bintang masih mampu menampakkan sinarnya?! Tidak. Hanya cahaya mataharilah yang mendominasi semesta ini, tiada yang mampu menyainginya. 

Dan barangsiapa yang mencintai-Nya, maka Dia tidak akan mendahulukan apapun selain diri-Nya. Ketika ada bentrokan antara kepentikan pribadinya dengan kepentingan di jalan-Nya, maka ia akan mendahulukan-Nya. 

Misalnya, ketika ada panggilan dakwah, sedangkan pada saat bersamaan panggilan dunia juga menyerunya, maka ia akan mendahulukan-Nya. Atau ketika ada panggilan untuk berkorban harta di jalan-Nya, kemudian ada juga rayuan untuk memberli mobil baru, maka ia lebih mendahulukan kepentingan-Nya, bukan kepentingan pribadinya, atau lebih tepat hawa nafsunya. Begitulah di antara contoh real yang bisa Anda temukan di dalam kehidupan sehari-hari. 

Intinya, kerahkan seluruh kemampuan Anda dan hidup Anda untuk mengenal-Nya, karena itulah kehidupan sebenarnya.

Harapkanlah Allah Swt Semata

Harapkanlah Allah Swt Semata


Hikmah Keseratus Enam Puluh Empat

Harapkanlah Allah Swt Semata

غَيِّبْ نَظْرَ الْخَلْقِ إِلَيْكَ بِنَظْرِ اللهِ إِلَيْكَ. وَغِبْ عَنْ إِقْبَالِهِمْ إِلَيْكَ بِشُهُوْدِ إِقْبَالِهِ عَلَيْكَ

“Hilangkanlah pandangan makhluk kepada dirimu dengan pandangan Allah Swt. Lupakanlah sambutan mereka untukmu dengan menyaksikan penyambutan-Nya.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Jikalau Anda adalah orang yang senang diperhatikan orang lain, terutama dalam ibadah, maka segeralah Anda bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Apa yang akan Anda dapatkan dari manusia, selain pujian? Apakah mereka akan memberikan Anda harta yang melimpah, atau salah satu mobil mewahnya, atau salah seorang istri cantiknya? Tidak, sekali lagi tidak. Mereka tidak akan memberikan semua itu kepada Anda. Anda hanya akan dibuatnya lalai dan lupa diri. Dan ingatlah, di Akhirat kelak Anda akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Swt. 

Jikalau Anda ingin diperhatikan, maka berusahakan mendapatkan perhatian Allah Swt, Zat yang Maha Mengetahui dan mampu melakukan apapun yang diinginkan-Nya. Kemuliaan dan kehormatan yang Anda inginkan berada di tangan-Nya. Berapa banyak manusia di dunia ini yang mengharapkan kemuliaan, namun Dia tidak pernah memberikannya kepada mereka. Di antara mereka ada yang rela menipu dan korupsi, agar bisa mendapatkan banyak harta dan dihormati manusia, namun justru yang didapatkannya kehinaan. Di antara mereka ada yang berlomba-lomba ingin jadi pemimpin dan pejabat, namun ia justru dijatuhkan karena niatnya tidak tulus dan ikhlas. Dan banyak lagi contoh lainnya. 

Dan berapa banyak orang-orang yang tidak ingin terkenal, namun Dia membuatnya tersohor dan dihormati manusia, karena ibadahnya dan seluruh amalannya dilakukan penuh keikhlasan, semata-mata hanya mengharapkan ridho-Nya. Dia Maha Mengatahui apa yang ada di dalam hati Anda, sebagaimana Dia mengetahui apa yang ada di dalam perbuatan lahir Anda. Dia mengetahui niat Anda ketika melakukan sesuatu, apakah demi ketenaran atau tidak. 

Dan ingatlah, Dia tidak ingin dipersekutukan dengan siapapun ketika disembah. Jikalau Anda melakukannya, maka bersiap-siaplah memasuki neraka-Nya yang sangat panas membara. Anda akan menyesalinya dan tidak akan mampu keluar darinya. 

Janganlah berharap dengan ibadah Anda, orang-orang akan menghampiri Anda. Jangan, sekali lagi jangan. Jikalau mereka berada di sekeliling Anda, apakah yang akan Anda dapatkan darinya. Mungkin Anda akan mendapatkan sedikit pujian, namun kerugian yang Anda dapatkan akan lebih besar. 

Berharaplah Allah Swt yang menghampiri Anda. Dialah yang memberikan Anda rezki dan kehidupan di dunia ini. Apakah Anda tidak memiliki rasa malu; jikalau Anda berpaling dari-Nya kepada para makhluk yang justru menyembah-Nya. Apakah Anda tidak malu jikalau Anda memakan rezki-Nya dan menikmati karunia-Nya, kemudian Anda membelakangi-Nya dan meninggalkan-Nya?!

Jikalau Anda melakukannya, berarti Anda tidak menggunakan otak Anda yang merupakan salah satu karunia-Nya. 

Keinginan Mengetahui Keistimewaan Diri

Keinginan Mengetahui Keistimewaan Diri


Hikmah Keseratus Enam Puluh Tiga

Keinginan Mengetahui Keistimewaan Diri

اسْتِشْرَافُكَ أَنْ يَعْلَمَ الْخَلْقُ بِخُصُوْصِيَّتِكَ دَلِيْلٌ عَلَى عَدَمِ صِدْقِكَ فِي عُبُوْدِيَّتِكَ

“Keinginanmu agar para makhluk mengetahui kekhususanmu adalah tanda ketidaktulusanmu dalam ibadahmu.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Keingian Anda agar dikenal sebagai orang istimewa di hadapan Allah Swt adalah tanda ketidak tulusan ibadah Anda. Jikalau Anda tulus, maka Anda tidak akan memperdulikan pandangan orang lain. Konsentrasi Anda hanya tertuju untuk-Nya. Walaupun orang lain tahu atau tidak, bagi Anda bukanlah sebuah masalah. 

Hanya Dia lah yang akan menilai amalan Anda, bukan manusia. Jikalau, misalnya, Anda ingin dikenal orang lain, namun Dia tidak menginginkannya, maka Anda tidak akan pernah dikenal; walaupun Anda telah promosi kesana dan kemari. Sebaliknya, jikalau Dia menginginkan Anda untuk terkenal; walaupun Anda tidak menginginkannya, maka Anda akan terkenal dengan sendirinya. Keutamaan dan kemuliaan itu berada di tangan-Nya. Dia akan memberikannya kepada siapapun yang diinginkan-Nya. 

Hati-hatilah dengan jebakan ini, karena sudah banyak orang yang terjerumus ke dalamnya. Hanya orang-orang pilihan-Nya lah yang mampu menghindarinya.  

Riya

Riya


 Hikmah Keseratus Enam Puluh Dua

Riya

رُبَمَا دَخَلَ عَلَيْكَ الرِّيَاءُ مِنْ حَيْثُ لَا يَنْظُرُ الْخَلْقُ إِلَيْكَ

“Bisa jadi riya itu menyusup ke dalam dirimu dari arah yang tidak terlihat oleh para makhluk.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Riya adalah salah satu bentuk kesyirikan yang dibenci oleh Allah Swt. Ia tidak tampak jikalau dilihat dengan mata telanjang, namun ia bisa dirasakan oleh pelakunya sendiri. Sikap ini harus dijauhkan dan dihindari oleh setiap hamba, agar amalan yang dikerjakannya tidak sia-sia dan beterbangan layaknya debu ditiup angin. 

Riya ini biasanya akrab dengan sikap menampakkan ibadah atau ketaatan di hadapan orang banyak. Misalnya, ketika Anda shalat, maka Anda sengaja mengerjakannya di hadapan khalayak ramai dengan penuh kekhusyuan dan dipanjangkan waktunya, agar mereka mengira Anda orang shaleh yang layak dicontoh dan dihormati. 

Namun ada satu sikap yang lebih sulit lagi dicerna, yaitu ketika Anda menghindari riya justru untuk riya. Apakah Anda bisa memahaminya?

Jikalau belum, begini gambarannya. Ketika Anda mengerjakan shalat, Anda sengaja menghindari khalayak agar tidak disangka riya. 

Kemudian Anda sengaja berkhalwat dan menyendiri, namun di balik semua itu Anda justru ingin dilihat orang lain dan dipuji. Anda ingin menjadi buah bibir manusia: “Lihatlah si Fulan bin Fulan. Ia sangat rajin beribadah dan berkhalwat. Kita memang tidak menyaksikan ibadahnya di depan umum, karena ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi.” 

Jikalau ada rasa ingin dipuji di baliak khalwat yang Anda lakukan, maka disanalah riya yang tidak dilihat oleh khalayak. Justru sikap ini lebih 

berbahaya lagi dari riya yang dilakukan di hadapan orang banyak. Jikalau Anda tidak segera menyadarinya, maka Anda akan larut di dalamnya. Akhirnya, amal ibadah yang Anda kerjakan akan sia-sia belaka. Apalah gunanya amalan yang tidak ada nilainya sama sekali di hadapan sang Khalik?!

Berhati-hatilah. Jangan sampai Anda masuk ke dalam perangkat setan. 

Peran Nafsu Dalam Maksiat dan Ketaatan

Peran Nafsu Dalam Maksiat dan Ketaatan


Hikmah Keseratus Enam Puluh Satu

Peran Nafsu Dalam Maksiat dan Ketaatan

حَظُّ النَّفْسِ فِي الْمَعْصِيَةِ ظَاهِرٌ جَلِيٌّ, وَحَظُّهَا فِي الطَّاعَةِ بَاطِنٌ خَفِيٌّ. وَمُدَاوَاةُ مَا يَخْفَى صَعْبٌ عِلَاجُهُ

“Peran nafsu dalam maksiat itu jelas dan nyata, sedangkan perannya dalam ketaatan itu tidak tampak dan tersembunyi. Memperbaiki sesuatu yang tersembunyi tentu lebih sulit.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Peran nafsu dalam maksiat sangat kentara sekali. Bahkan semua maksiat yang Anda lakukan, maka motor utamanya adalah nafsu. Jikalau Anda mencuri, maka itu adalah dorongan nafsu mendapatkan harta. Jikalau Anda berzina, maka itu adalah dorongan nafsu syahwat. Jikalau Anda mencaci dan menghina orang lain, maka itu adalah dorongan nafsu dominasi. Siapapun bisa mengenal hal ini, bahkan anak kecil sekalipun. 

Namun jikalau Anda ingin membahas peran nafsu dalam ketataan, maka itu sangat sulit diketahui, kecuali oleh Allah Swt dan Anda sendiri. Jikalau Anda bertanya kepada orang lain, maka ia tidak akan mengetahuinya sama sekali. Bagaimana mungkin ia akan mengetahui ada nya peran nafsu dalam diri Anda, ketika Anda beribadah? Ini adalah urusan hati, dan merupakan perkara ghaib. 

Banyak di antara Ahli Ibadah yang mampu menghindarkan dirinya dari peranan nafsu dalam maksiat, namun tidak banyak yang mampu menyelamatkan dirinya dari peranan nafsu dalam keataatan. Sebagaimana Anda ketahui, jikalau ada seorang hamba yang rajin beribadah dan selalu menjalankan ketaatan kepada-Nya, maka segenap manusia akan menghormati dan mengagungkannya. 

Acap kali hal-hal seperti ini justru mendorong ibadah Anda disusupi oleh nafsu, yaitu nafsu ketenaran. Hati-hatilah dengan masalah sepele seperti ini, karena justru akan menyedot amal kebajikan Anda, sehingga tidak ada lagi yang tersisa sedikitpun. 

Beribadahlah dengan tulus karena mengharapkan ridho-Nya. Jangan sampai nafsu berperan dalam ketaatan Anda, karena itu akan sangat merugikan Anda. Bukan saja di dunia, namun juga di akhirat kelak. Di dunia, Anda hanya akan mendapatkan kelelahan semata. Tidak ada pahala yang Anda dapatkan. Di akhirat, Anda akan mendapatkan siksaan-Nya, karena Anda telah memperserikatkan-Nya dengan tujuan lainnya, yaitu ketenaran. Ibadah yang Anda lakukan, tidak ada artinya sama sekali. 

Mengetahui Rahasia Para Hamba

Mengetahui Rahasia Para Hamba


Hikmah Keseratus Enam Puluh

Mengetahui Rahasia Para Hamba

مَنْ اطَّلَعَ عَلَى أَسْرَارِ الْعِبَادِ وَلَمْ يَتَخَلَّقْ بِالرَّحْمَةِ الْإِلَهِيَّةِ, كَانَ اطِّلَاعُهُ فِتْنَةً عَلَيْهِ وَسَبَبًا لِجَرِّ الْوَبَالِ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang mampu mengetahui rahasia para hamba; namun ia tidak berakhlak dengan kasih sayang ilahy, maka kemampuannya itu justru akan menjadi fitnah baginya dan sebab yang akan mendatangkan bencana baginya.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Rahasia seorang manusia, tentu mengandung dua unsur utama, ada yang baik dan ada yang buruk. Jikalau Ada seseorang yang mengetahui rahasia seorang hamba, atau manusia lainnya, kemudian ia tidak berakhlak dengan kasih sayang Allah Swt, maka kemampuannya itu justru akan menjadi fitnah baginya dan akan mendatangkan bencananya. 

Apakah Anda tidak memperhatikan bagaimana sifat Allah Swt, Zat yang Maha Mengetahui segala sesuatu?

Dia mengetahui apa aja yang ada di bumi ini. Semua yang Anda lakukan, baik dan buruk diketahui-Nya dengan sejelas-jelasnya. Namun Dia tidak membocorkan keburukan Anda kepada orang lain, sehingga Anda menjadi malu dan tidak mau berhadapan dengan khalayak. Dia justru menampakkan kebaikan Anda, sehingga Anda dihormati dan disegani; padahal di balik semua itu ada bau busuk yang ditutupi-Nya. 

Begitulah hendaknya sikap seorang hamba terhadap saudaranya. Jikalau Anda mengetahui rahasia saudara Anda, maka simpanlah baik-baik dan jangan menyebarkannya. Dalam sebuah hadits dijelaskan, bawa barangsiapa yang menutupi aib sadaranya, maka Dia akan menutupi aibnya di akhirat kelak. 

Jikalau Anda menyebarkannya, maka kemampuan Anda itu justru akan menjadi fitnah di hadapan manusia, karena Anda akan dicelanya dan dicacinya. Tidak ada seorangpun manusia di dunia ini yang selamat dari kesalahan, termasuk Anda sendiri. Selain itu, tindakan Anda ini juga akan mendatangkan musibah. Semakin banyak orang yang benci kepada Anda, karena Anda menyebarkan rahasia buruknya, maka semakin terancam jiwa Anda. Bisa jadi Anda dilukai, dijelek-jelekkan, bahkan di bunuh. Itu baru di dunia, di akhirat kelak, Anda akan mendapatkan azab yang lebih pedih. 

Renungkanlah baik-baik. Jangan sampai tindakan buruk Anda, justru akan menjadi penyesalan yang tiada berguna lagi. 

Antara Rahasia Malakut dan Rahasia Hamba

Antara Rahasia Malakut dan Rahasia Hamba


Hikmah Keseratus Lima Puluh Sembilan

Antara Rahasia Malakut dan Rahasia Hamba

رُبَمَا أَطْلَعَكَ عَلَى غَيْبِ مَلَكُوْتِهِ وَحَجَبَ عَنْكَ الْاِسْتِشْرَافَ عَلَى أَسْرَارِ الْعِبَادِ

“Bisa jadi Allah Swt memperlihatkan kepadamu keghaiban malakut-Nya, akan tetapi menghijabmu untuk mengetahui rahasia-rahasia para hamba-Nya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Mungkin Anda mampu mengetahui rahasia-rahasia yang ada di alam semesta ini; padahal ia jauh dari Anda, namun Anda tidak mampu mengetahui rahasia-rahasia yang ada di dalam diri seorang hamba; padahal ia dekat dari Anda. Ini adalah ketetapan Allah Swt yang pasti ada hikmahnya. Hanya saja kadang-kadang Anda mampu mengetahuinya, dan kadang-kadang Anda lemah memikirkannya. 

Cobalah Anda fikirkan sejenak. Anda mampu mengetahui keghaiban malakut-Nya, namun tidak mampu mengetahui rahasia para hamba-Nya. Ada ada sebenarnya? 

Jenis yang pertama begitu jauh dari Anda, bahkan Anda tidak mampu menjangkaunya sama sekali dengan tangan Anda. Sedangkan jenis kedua begitu dekat dari Anda, bahkan ia berada di hadapan Anda. Anda bisa menyentuhnya, menyalaminya, bahkan memukulnya. Hanya saja, Anda tidak mampu menyelami apa yang ada di dalam jiwanya. 

Walaupun begitu, Anda harus tetap tulus dan ikhlas dalam menjalankan ibadah kepada-Nya. Berusaha terus dengan penuh kesungguhan untuk mendapatkan cahaya-Nya. Hanya dengan itu Anda akan mampu menyibak rahasia di balik sebuah benda atau peristiwa.

Tanda Wali Allah Swt

Tanda Wali Allah Swt


Hikmah Keseratus Lima Puluh Delapan

Tanda Wali Allah Swt

سُبْحَانَ مَنْ لَمْ يَجْعَلِ الدَّلِيْلَ عَلَى أَوْلِيَائِهِ إِلَّا مِنْ حَيْثُ الدَّلِيْلُ عَلَيْهِ وَلَمْ يُوْصِلْ إِلَيْهِمْ إِلَّا مَنْ أَرَادَ أَنْ يُوَصَّلَهُ إِلَيْهِ

“Maha Suci Allah Swt yang tidak menjadikan tanda wali-waliNya, kecuali dengan tanda diri-Nya. Dan tidak akan sampai kepada meraka, kecuali orang yang diinginkan-Nya untuk sampai kepada-Nya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Para wali Allah Swt adalah orang-orang yang memiliki kedudukan khusus di sisi-Nya. Mereka telah mendapatkan cahaya-Nya, mengetahui hikmah dan rahasia yang ada di balik sebuah peristiwa. Jikalau ada yang bertanya kepada Anda, apakah ciri-ciri seorang wali?

Jawablah, bahwa ia tidak memiliki tanda-tanda khusus yang diketahui seluruh manusia. Allah Swt menjadikan diri-Nya sebagai tanda bagi para wali-Nya. Artinya, jikalau Anda mengenal-Nya, maka Anda akan mengenal wali-Nya. 

Sangat tepat jikalau ada seorang ulama yang mengatakan: 

“Jikalau Anda melihat seseorang, kemudian Anda lansung mengingat Allah Swt, maka ketahuilah bahwa ia adalah wali-Nya.” 

Tidak semua orang bisa menemui wali-Nya, karena sulit menemukannya di tengah keramaian. Ia berpenampilan layaknya manusia biasa. Hanya orang-orang yang telah ditentukan Allah Swt yang bisa menemui-Nya, agar bisa memohon doanya demi kebaikannya di dunia dan di akhirat. Ia akan selalu menunjuki manusia menuju kebenaran. Belajarlah kepadanya, agar Anda sampai kepada-Nya.