Dua Jenis Cahaya

Dua Jenis Cahaya


Hikmah Keseratus Lima Puluh Lima

Dua Jenis Cahaya

نُوْرٌ يَكْشِفُ لَكَ بِهِ عَنْ آثَارِهِ, وَنُوْرٌ يَكْشِفُ لَكَ عَنْ أَوْصَافِهِ

“Ada cahaya yang menyingkap makhluk Allah Swt, dan ada cahaya yang menyingkap sifat-sifatNya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Cahaya Allah Swt yang diberikan-Nya kepada Anda terbagi dua: 

Pertama, cahaya yang akan menyingkapkan Anda mengenai makhluk-Nya. 

Jikalau Anda telah mendapatkan cahaya ini, maka Anda akan mampu mengenal hakikat segala sesuatu yang ada di dunia ini, kemudian Anda juga akan mampu menjadikannya sebagai sarana menuju hadirat-Nya. 

Berapa banyak manusia yang terlena oleh kehidupan dunia ini. Ketika ia diberikan harta, ia malah menghabiskannya dalam kemaksiatan, bukan dimamfaatkannnya untuk mendekatkan diri kepada-Nya, seperti bersedekah, berzakat dan sebagainya. Jikalau ia diberikan anak, maka ia justru menghabiskan waktu bersenang-senang dengannya, sehingga menyebabkannya lalai menunaikan kewajibannya terhadap Khaliknya. Dan masih banyak lagi contoh-contoh yang bisa dijadikan teladan dalam hal ini. 

Kedua, cahaya yang akan menyingkapkan Anda mengenai sifat-sifatNya. 

Dengan cahaya ini, Anda akan mampu mencapai Ma’rifat-Nya. Keimanan yang Anda miliki akan bersambung cahaya sifat-sifatNya. Jikalau Anda telah mendapatkan cahaya jenis kedua ini, maka Anda akan mampu menyingkap rahasia yang ada di balik ketetapan-Nya. Jikalau orang masih gundah-gelana menghadapi takdir buruk-Nya, maka Anda justru bisa menenangkannya dan menyingkap hikmah di baliknya. Cahaya kedua adalah lanjutan cahaya pertama. 

Jikalau Anda baru mendapatkan cahaya pertama, maka langkah yang Anda tuju belum sempurna. Teruslah melangkah dan rajinlah beribadah, mudah-mudahan Anda akan mampu mendapatkan cahaya kedua yang merupakan dambaan setiap salik. 

Sumber Cahaya Hati

Sumber Cahaya Hati


Hikmah Keseratus Lima Puluh Empat 

Sumber Cahaya Hati

نُوْرٌ مُسْتَوْدَعٌ فِي الْقُلُوْبِ, مَدَدُهُ مِنَ النُّوْرِ الْوَارِدِ مِنْ خَزَائِنِ الْغُيُوْبِ

“Cahaya yang tersimpan di dalam hati bersumber dari cahaya yang datang dari gudang keghaiban.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Di bagian sebelumnya telah dijelaskan, bahwa cahaya itu terdapat di dalam hati. Pertanyaannya sekarang, apakah Anda mengetahui darimana cahaya itu berasal?!

Yah, ia berasal dari Allah Swt.  Cahaya itu tersimpan dalam perbendaharaan ghaib. Dia memberikan kepada hati-hati yang suci dan jauh dari maksiat. Semakin banyak ketaatan yang Anda lakukan, maka hati Anda akan semakin suci dan cahaya ilahy akan semakin mudah menghampirinya. Sebaliknya, semakin banyak maksiat yang Anda lakukan, maka hati Anda akan semakin gelap dan hitam, sehingga cahaya itu terhalangi. 

Cobalah Anda perhatikan kertas putih bersih; bagaimana keadaannya jikalau diberikan cahaya. Bukanlah ia akan memantulkannya?!

Kemudian perhatikan pula, bagaimana jikalau ia dipantulkan cahaya dalam keadaan kotor dan hitam. Apakah ia akan mampu memantulkanya?!

Pertanyaan itu tidak perlu dijawab, karena Anda sendiri sudah mengetahui jawaban sebenarnya. Itulah hati Anda, yang harus Anda jaga dengan sebaik-baiknya. 

Tempat Terbitnya Cahaya Allah Swt

Tempat Terbitnya Cahaya Allah Swt


Hikmah Keseratus Lima Puluh Tiga

Tempat Terbitnya Cahaya Allah Swt

مَطَالِعُ الْأَنْوَارِ الْقُلُوْبُ وَالْأَسْرَارِ

“Tempat terbitnya cahaya adalah hati dan relung-relung jiwa.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Apa Anda mengetahui dimana tempat cahaya Ilahy berada?!

Yah, ia berada di dalam hati dan relung-relung jiwa. Ia merupakan tempat mengenal Allah Swt, mengetahui rahasia-rahasinya dan gudang segala kelebihan yang diberikan-Nya kepada para hamba-Nya. 

Cahaya itu memang bersarang di dalam hati, namun perlu Anda ingat bahwa ia tidak akan muncul ke permukaan kecuali dengan bantuan-Nya. Jikalau Anda tidak hati-hati dan selalu larut dalam perbuatan maksiat, maka ia akan akan redup, bahkan tertutupi. 

Berusahalah menjaga cahaya itu dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Jikalau Dia telah mengangkat hijab yang ada di dalam hati Anda, maka cahayanya akan terlihat jelas di wajah Anda, bahkan Anda akan mampu melihat sesuatu yang tidak mungkin dilihat dengan mata biasa dan mengetahui rahasia yang tidak diketahui orang lain. 

Pada saat itu, Anda akan mencapai Marifat-Nya, yaitu tingkatan yang dirindukan setiap Salik. 

Malam Kesempitan dan Siang Kelapangan

Malam Kesempitan dan Siang Kelapangan


Hikmah Keseratus Lima Puluh Dua

Malam Kesempitan dan Siang Kelapangan

رُبَمَا أَفَادَكَ فِي لَيْلِ الْقَبْضِ مَا لَمْ تَسْتَفِدْهُ فِي إِشْرَاقِ نَهَارِ الْبَسْطِ. لَا تَدْرُوْنَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا

“Barangkali Allah Swt memberimu faedah di malam kesempitan, yang tidak engkau dapatkan di tengah cahaya siang kelapangan. Kalian tidak mengetahui mana yang lebih bermamfaat bagi kalian.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)

 

Ketika Anda berada di dalam kesempitan, maka jangan bersedih dan mengeluh, karena bisa jadi Anda mendapatkan hikmah besar di baliknya, yang mungkin tidak akan pernah Anda dapatkan ketika lapang. 

Ketika Anda sengsara, maka rasa harap Anda kepada Allah Swt sangat besar. Semua rasa sombong yang ada di dalam hati Anda akan hancur. Semua rasa egois yang tertanam di dalam dada Anda akan lenyap. Hati Anda akan dipenuhi rasa takut akan azab-Nya dan rasa hina di hadapan-Nya. 

Ini berbeda halnya ketika Anda diberikan kelapangan. Anda akan merasa senang, karena memiliki harta, kebahagiaan dan kesenangan, bahkan Anda berharap ingin mendapatkan lebih banyak lagi. Jikalau tidak hati-hati, bisa jadi Anda akan terjerumus ke dalam lembah kekufuran, yaitu kufur nikmat dengan tidak pernah mensyukurinya. 

Oleh karena itu, Allah Swt lebih mengetahui mana yang lebih baik bagi Anda. Mungkin Anda menyangka, jikalau Anda kaya dan terus hidup makmur, maka itu tentu lebih baik bagi Anda. Namun Dia berpendapat lain, jikalau Anda sengsara dan hidup serba adanya, maka itu lebih baik bagi Anda. 

Cobalah Anda perhatikan kehidupan di sekeliling Anda. Berapa banyak orang kaya yang tidak mampu bersyukur dan menjalankan perintah Khalik-Nya. Dulu, ketika masih miskin, ia rajin ke Mesjid dan tidak pernah lalai menjalankan perintah-Nya. Namun ketika kekayaan menghampiri-Nya, ia lalai dan larut dalam lautan materi. Memang tidak semua orang seperti itu, namun sebahagian besarnya masuk ke dalam kategori ini. 

Barangkali sesuatu yang Anda benci, ia baik di hadapan-Nya. Dan barangkali sesuatu yang Anda cintai, ia buruk dalam pandangan-Nya. Berusahalah sebaik-baiknya, dan serahkan hasilnya kepada Penguasa Anda. Apa yang ditakdirkan-Nya, maka itu adalah yang terbaik bagi Anda. 

Raja’ (Rasa Harap) dan Khauf (Rasa Takut)

Raja’ (Rasa Harap) dan Khauf (Rasa Takut)


Hikmah Keseratus Lima Puluh Satu 

Raja’ (Rasa Harap) dan Khauf (Rasa Takut)

إِذَا أَرَدْتَ أَنْ يَفْتَحَ لَكَ بَابَ الرَّجَاءِ فَاشْهَدْ مَا مِنْهُ إِلَيْكَ, وَإِذَا أَرَدْتَ أَنْ يَفْتَحَ لَكَ بَابَ الْخَوْفِ فَاشْهَدْ مَا مِنْكَ إِلَيْهِ

“Jikalau engkau ingin dibukakan pintu harapan, maka maka perhatikanlah karunia Allah Swt kepadamu. Jikalau engkau ingin dibukakan pintu rasa takut, maka perhatikanlah apa yang engkau persembahkan untuk-Nya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Jikalau Anda ingin dibukakan pintu Raja’ (rasa harap kepada Allah Swt), maka perhatikanlah semua karunia-Nya kepada Anda. Bukanlah Dia telah memberikan Anda makanan dan minuman, sehingga Anda tidak kelaparan. Bukanlah Dia telah memberikan Anda pakaian, sehingga Anda tidak bertelanjang dan tidak kedinginan. Perhatikanlah bagaimana Dia menempatkan Anda di muka bumi ini, sehingga Anda bisa hidup tenang, tentram dan menikmati semua anugerah-Nya. Jikalau Anda berharap kepada-Nya, maka tidak ada yang mustahil. Jikalau Anda mengharapkan kenikmatan yang lebih baik lagi dan lebih abadi, maka tempatnya adalah surga. Berharaplah kepada-Nya dan jangan pernah berhent berdoa, niscaya Anda akan mendapatkan apa yang Anda inginkan. 

Dan jikalau Anda ingin dibukakan pintu Khauf (rasa takut kepada-Nya), maka perhatikanlah apa yang telah Anda persembahkan kepada-Nya. Apakah amalan yang Anda lakukan selama ini telah maksimal, atau masih dipenuhi kekurangan. Taktala Dia memerintahkan Anda untuk mengerjakan shalat, maka apakah Anda mengerjakannya dengan baik dan penuh keikhlasan. Ketika Anda diperintahkannya untuk tidak dengki dan dendam, maka apakah Anda menjalankanya atau tidak. Perhatikanlah posisi Anda dari semua perintah-Nya dan larangan-Nya. 

Anda telah menikmati semua nikmat-Nya, kemudian Anda bermaksiat kepada-Nya, apakah Anda tidak takut dengan siksaan-Nya, azab-Nya dan neraka-Nya. Kembalilah kepada-Nya dan bertaubatlah dengan sebenar-benarnya. 

Jangan Berputus Asa Karena Suatu Dosa

Jangan Berputus Asa Karena Suatu Dosa


Hikmah Keseratus Lima PuLuh 

Jangan Berputus Asa Karena Suatu Dosa

إِذَا وَقَعَ مِنْكَ ذَنْبٌ فَلَا يَكُنْ سَبَبًا لِيَأْسِكَ مِنْ حُصُوْلِ الْاِسْتِقَامَةِ مَعَ رَبِّكَ, فَقَدْ يَكُوْنُ ذَلِكَ آخِرُ ذَنْبٍ قُدِّرَ عَلَيْكَ

“Jikalau engkau terjerumus ke dalam perbuatan dosa, maka janganlah hal itu menyebabkanmu putus asa untuk memperoleh sikap Istiqamah bersama Tuhanmu, karena bisa jadi itu adalah dosa terakhir yang ditakdirkan untukmu.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Jikalau Anda melakukan suatu dosa, atau telah lama terjerumus ke dalam kubangan dosa, maka janganlah Anda putus asa untuk mendapatkan rahmat-Nya dan Istiqamah di jalan-Nya. Jikalau Anda menyangka, bahwa dosa-dosa yang Anda lakukan selama ini membuat Anda tidak layak mendapatkan pengampunan-Nya, maka itu adalah kesalahan besar dalam berfikir. 

Tidak. Selama Anda tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun, maka Anda bisa kembali kepada-Nya dan mengharapkan ampunan-Nya; selama nyawa Anda belum sampai di kerongkongan dan matahari belum terbit di sebelah barat. Jangan pernah menyangka, bahwa Anda telah ditakdirkan menjadi Ahli Maksiat dan penghuni neraka.

Takdir itu urusan-Nya, dan tidak ada seorangpun yang mengetahuinya; termasuk para Malaikat yang berada di sekeliling Arsy-Nya. Bisa jadi dosa yang Anda lakukan sekarang ini adalah dosa terakhir yang ditakdirkan bagi Anda. Bersegeralah kembali kepada-Nya. Taubatlah dengan sebenar-benarnya. Mudah-mudahan Anda mendapatkan rahmat-Nya dan berhak menempati surga-Nya. 

Sifat Kenak-kanakan Anda

Sifat Kenak-kanakan Anda


Hikmah Keseratus Empat Puluh Sembilan

Sifat Kenak-kanakan Anda

مَتَى كُنْتَ إِذَا أُعْطِيْتَ بَسَطَكَ الْعَطَاءُ, وَإِذَا مُنِعْتَ قَبَضَكَ الْمَنْعُ, فَاسْتَدِلَّ بِذَلِكَ عَلَى ثُبُوْتِ طُفُوْلِيَّتِكَ وَعَدَمِ صِدْقِكَ فِي عُبُوْدِيَّتِكَ

“Ketika engkau diberi, maka engkau akan bahagia. Ketika engkau ditolak, maka engkau akan cemberut. Berdasarkan hal itu ketahuilah, bahwa engkau masih kanak-kanak dan ibadahmu belum tulus.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Perhatikanlah diri Anda baik-baik. Jikalau Anda bahagia ketika mendapatkan apa yang Anda inginkan, dan bersedih ketika tidak berhasil mendapatkan apa yang Anda harapkan, maka itu menunjukkan bahwa Anda masih kekanak-kanakan dan ibadah yang Anda jalankan belum benar. 

Kenapa Anda masih dikatakan masih kanak-kanak?!

Cobalah Anda perhatikan anak Anda sendiri. Jikalau Anda memberikannya hadiah, atau sesuatu yang diinginkannya, bukankah ia akan bahagia. Dan ketika Anda tidak memberikan apa yang diinginkannya, bukankah ia akan menangis. Yah, itulah sifat dan karakter dasar anak-anak. Dan jikalau Anda bersikap seperti itu kepada Allah Swt, artinya Anda belum dewasa sebagai hamba-Nya. Keyakinan dan rasa tawakkal Anda belum mencapai kesempurnaannya. Masih banyak yang harus Anda intropeksi baik-baik. 

Sikap seperti itu juga menunjukkan ketidak tulusan Anda beribadah kepada-Nya. Jikalau ibadah yang Anda kerjakan selama ini tulus dan benar-benar mengharapkan ridho-Nya, maka Anda tidak akan merasakan perbedaan antara diberi dan ditolak. Bagi Anda, keduanya sama saja. Jikalau Dia memberikan apa yang Anda minta, maka Anda bersyukur kepada-Nya, semakin rajin menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Jikalau permintaan Anda ditolak, maka Anda akan intropeksi diri. Jikalau ada kesalahan yang selama ini 

Anda lakukan, maka Anda akan berusaha menjauhinya. Jikalau rasanya tidak ada kesalahan yang Anda lakukan, maka ketahuilah bahwa Dia menginginkan sesuatu yang lebih baik bagi Anda, atau bisa jadi Dia menunda pengabulannya bagi Anda. 

Bagaimanapun, semua yang ditentukan-Nya dan ditakdirkan bagi hamba-Nya adalah point terbaik. Bersyukurlah dan jangan pernah mencela!!

Sikap Orang Zuhud dan Arif Jika Dipuji

Sikap Orang Zuhud dan Arif Jika Dipuji


Hikmah Keseratus Empat Puluh Delapan

Sikap Orang Zuhud dan Arif Jika Dipuji

الزُهَّادُ إِذَا مُدِحُوْا, انْقَبَضُوْا لِشُهُوْدِهِمُ الثَّنَاءَ مِنَ الْخَلْقِ. وَالْعَارِفُوْنَ إِذَا مُدِحُوْا انْبَسَطُوْا لِشُهُوْدِهِمْ ذَلِكَ مِنَ الْمَلِكِ الْحَقِّ

“Jikalau orang-orang zuhud dipuji, maka mereka akan resah karena menurutnya  berasal dari makhluk. Jikalau orang-orang arif dipuji, maka mereka akan senang karena menurutnya berasal dari Penguasa Sebenarnya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Orang zuhud adalah orang yang berusaha melepaskan dirinya dari ikatan-ikatan materi dan kenikmatan dunia, kemudian berusaha mengerahkan segenap tenaganya dan usahanya untuk beribadah kepada Allah Swt, demi menggapai ridho-Nya. Jikalau orang seperti ini dipuji, maka dadanya akan sesak dan tidak rela menerimanya. Ia berpendapat, bahwa pujian itu berasal dari makhluk, bukan dari Khalik. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa pujian yang ditujukan kepadanya itu mengandung unsur kesyirikan, karena yang berhak menerimanya hanyalah Zat Penguasa Semesta Alam. 

Pujian yang diharapkannya hanyalah dari Allah Swt semata, karena semua yang diberikan-Nya dan diucapkan-Nya, tidak ada yang menipu. Semuanya benar. Ini berbanding terbalik dengan ucapan dan pujian makhluk, yang masih disusupi oleh dusta dan kemunafikan. 

Tindakan sebaliknya justru ditunjukkan oleh orang Arif, yaitu sosok yang terkenal bijaksana dalam menghadapi masalah apapun yang dihadapinya, bahkan mencapai Marifat yang didambakan setiap Salik. Ia meyakini, bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah kehendak-Nya, termasuk pujian yang disampaikan orang-orang kepadanya. 

Jikalau ada orang yang memujinya, maka ia akan bahagia sekali, karena menggangapnya karunia dari Zat yang Maha Memiliki. Dialah yang telah menciptakan orang-orang tersebut dan menuntun mereka untuk memujinya. Dialah yang menuntun orang-orang untuk mencintainya dan menerima keberadaannya. 

Jikalau Dia mencintai salah seorang hamba-Nya, maka Dia akan menyeru Jibril dan memberitahukannya tentang rasa cinta-Nya. Kemudian Jibril menyeru penduduk langit dan memberitahukan bahwa Allah Swt mencintai Fulan dan memerintahkan mereka mencintainya. Jikalau penduduk langit sudah mencintainya, maka Dia akan memberikan kepadanya penerimaan di bumi, sehingga ia dicintai dan dipuji penduduknya. Artinya, pujian itu sebenarnya berasal dari Rabb Semesta Alam. 

Itulah dua sikap berbeda yang ditunjukkan oleh para Zahid dan para Arif.  

Pujian yang Tidak Layak Anda Miliki

Pujian yang Tidak Layak Anda Miliki


Hikmah Keseratus Empat Puluh Tujuh 

Pujian yang Tidak Layak Anda Miliki

إِذَا أَطْلَقَ الثَّنَاءَ عَلَيْكَ وَلَسْتَ بِأَهْلٍ, فَأَثْنِ عَلَيْهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ

“Jikalau engkau dipuji; padahal engkau tidak layak mendapatkannya, maka pujilah Allah Swt yang layak mendapatkannya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Jikalau Anda dipuji; padahal Anda tidak merasa layak mendapatkannya, maka pujilah Allah Swt, Zat yang telah menanugerahkan Anda kehormatan besar ini. Bersyukurlah kepada-Nya yang telah menutupi segala aib Anda dan tidak menyebarkannya di hadapan khayalah ramai. 

Bukankah mudah bagi-Nya untuk menjatuhkan Anda?!

Dia adalah Zat yang Maha Mengatahui segala sesuatu, termasuk segala aib dan keburukan yang selama ini Anda lakukan. Jikalau, misalnya, Anda seorang pejabat yang dipuji dan di sanjung dimana-mana. Semua orang mengatakan, bahwa Anda shaleh. Padahal, Anda sering melanggar aturan-Nya dan melalaikan perintah-Nya. Maka ingatlah, bahwa Dialah yang menutupi maksiat Anda dan menampakkan ketaatan Anda. 

Jangan terlena dan jangan lalai. Segeralah memperbaiki kesalahan dan kembali kepada-Nya. Jikalau Anda terus-menerus bermaksiat kepada-Nya, maka bisa jadi suatu hari Dia akan membongkar aib Anda; walaupun Anda melakukannya di tempat tertutup yang tidak mungkin disaksikan seorang manusiapun. 

Manusia Paling Bodoh

Manusia Paling Bodoh


Hikmah Keseratus Empat Puluh Enam

Manusia Paling Bodoh

أَجْهَلُ النَّاسِ مَنْ تَرَكَ يَقِيْنَ مَا عِنْدَهُ لِظَنِّ مَا عِنْدَ النَّاسِ

“Manusia yang paling bodoh adalah orang yang meninggalkan keyakinannya dengan prasangkaan orang lain.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Apakah Anda mengetahui manusia yang paling bodoh di seantero jagad raya ini?!

Yah, orang yang paling bodoh adalah orang yang tertipu oleh pujian. Ia menyadari bahwa dirinya tidak seperti yang diucapkan orang lain. Hanya saja ia tertipu, sehingga merasa hebat dan melupakan kekurangannya. 

Ingatlah, Anda lebih mengetahui kekurangan Anda dan kelebihan Anda. Jangan tertipu dan terlena oleh pujian orang lain. Jikalau, misalnya, orang lain mengatakan Anda pintar memperbaiki mobil; padahal Anda tidak mengetahuinya sama sekali, maka jangan terlena. Yakinlah bahwa Anda tidak ahli dalam masalah mobil. Apa yang diucapkannya hanyalah prasangka belaka, karena Anda kebetulan mampu memperbaiki mobilnya atau mobil orang lain. 

Nah, sekarang cobalah perhatikan diri Anda dan pujian yang pernah disampaikan kepada Anda. Setelah itu tanyakanlah, apakah semua itu sesuai kenyataan atau tidak? Jikalau iya, Alhamdullah; segala puji bagi Zat yang telah memberikan Anda kemampuan melakukannya. Jikalau tidak, maka segeralah ber-Istighfar dan berdoalah kepada-Nya: Mudah-mudahan apa yang disangkakan orang lain kepada Anda akan menjadi kenyataan. 

Sikap Seorang Mukmin Jikalau Dipuji

Sikap Seorang Mukmin Jikalau Dipuji


Hikmah Keseratus Empat Puluh Lima

Sikap Seorang Mukmin Jikalau Dipuji

الْمُؤْمِنُ إِذَا مُدِحَ, اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ تَعَالَى أَنْ يُثَنَّى عَلَيْهِ بِوَصْفٍ لَايَشْهَدُهُ مِنْ نَفْسِهِ

“Jikalau seorang mukmin dipuji, maka ia akan malu kepada Allah Swt, yaitu jikalau dipuji dengan sifat yang tidak ada dalam dirinya.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Jikalau cahaya keimanan telah tertanam dalam hati seorang hamba, kemudian ia dipuji, maka ia akan merasa malu kepada Allah Swt, yaitu Zat yang paling layak dipuji. Dia lah yang telah menganugerahkannya karunia besar, sehingga aibnya tertutup dan kebaikannya tampak oleh manusia. Jikalau saja Dia menampakkannya; walaupun hanya sebahagian kecilnya, maka tidak akan ada orang yang mau memujinya dan menyanjungnya. 

Ia sadar, bahwa semua sifat yang ada di dalam dirinya adalah karunia-Nya. Anda saja Dia mencabutnya dan menggantinya dengan sifat buruk, maka tentu keadaannya akan berbeda. Semua kebaikan dan kehormatan itu berasal dari-Nya, sehingga hanya Dialah yang layak menerima pujian. 

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin (Segala Puji bagi Allah Swt, Tuhan Semesta Alam)

Ingatlah, jangan terlena oleh pujian. Jikalau ada yang memuji Anda, maka sadarilah bahwa Anda adalah manusia lemah yang penuh dengan kesalahan, aib dan cela. Jadikanlah pujian itu sebagai sarana intropeksi diri, bukan sarana menyombongkan diri.

Pujian dan Celaan

Pujian dan Celaan


 Hikmah Keseratus Empat Puluh Empat

Pujian dan Celaan

النَّاسُ يَمْدَحُوْنَكَ لِمَا يَظُنُّوْنَهُ فِيْكَ, فَكُنْ أَنْتَ ذَامًّا لِنَفْسِكَ لِمَا تَعْلَمُهُ مِنْهَا

“Orang-orang memuji berdasarkan dugaannya terhadapmu, maka celalah dirimu sesuai dengan apa yang engkau ketahui.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Jikalau ada seseorang yang memuji Anda, maka ketahuilah bahwa ia memuji Anda berdasarkan pengetahuannya dan persangkaannya terhadap Anda. Dan persangkaan itu sebahagian besarnya jauh dari kebenaran. Janganlah Anda terlena dan larut dalam pujian. Ia adalah pedang yang siap membantai Anda kapan saja. 

Jikalau seandainya orang itu mengetahui siapa diri Anda sebenarnya, dan apa saja keburukan dan kejelekan yang Anda lakukan selama ini, maka ia akan menjauihi Anda dan tidak akan pernah memuji Anda sedikitpun.

Bersyukurlah, karena Allah Swt masih menutupi aib Anda dan tidak menyebarkannya kepada khalayak ramai. Tetapi teruslah intropeksi diri Anda. Celalah kelalaian Anda dan kesalahan yang selama ini Anda lakukan. Aib Anda, hanya Dialah yang mengetahuinya dan Anda sendiri. 

Jangan biarkan ia terus bersarang di dalam diri Anda. Buanglah jauh-jauh.

Jikalau Anda dipuji; padahal kenyatannya tidak seperti itu, maka itu adalah hinaan yang diberikan kepada Anda. Jikalau Anda larut, maka Anda akan semakin terhina. Namun jikalau Anda sadar dan segera memperbaikinya, maka Anda akan beruntung di dunia dan di akhirat. 

Eksistensi Alam

Eksistensi Alam


Hikmah Keseratus Empat Puluh Tiga

Eksistensi Alam

الْأَكْوَانُ ثَابِتَةٌ بِإِثْبَاتِهِ وَمَمْحُوَّةٌ بِأَحَدِيَّةِ ذَاتِهِ

“Alam semesta ini ada dengan penetapan Allah Swt, dan lenyap dengan ke-Esaan Zat-Nya.”


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)

 

Alam semesta yang indah dan menawan ini adalah ciptaan Allah Swt. Ia ada karena kehendak-Nya. Semua hewan yang terbang di udara, yang berenang dan menyelam di air, yang melata dan berjalan di darat, semuanya adalah ciptaan-Nya. Jikalau seandainya Dia tidak berkeinginan menciptakannya, maka Anda tidak akan mendapati apapun di dunia ini. Semua tiada dan hampa. 

Dan perlu Anda ingat, jikalau semua wujud yang Anda dapati ini disandingkan dengan wujud-Nya dan ke-EsaanNya, maka semuanya akan hilang dan sirna. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, nahwa wujud hakiki itu hanyalah Dia yang memilikinya. Tidak ada seorangpun yang mampu menyukutui-Nya dalam hal ini. 

Oleh karena itu, janganlah Anda tertipu dengan dunia dan segala keindahannya. Anda akan menyesalinya di Akhirat kelak. 

Tidak Sekedar Melihat Alam Semesta

Tidak Sekedar Melihat Alam Semesta

 
Hikmah Keseratus Empat Puluh Dua 

Tidak Sekedar Melihat Alam Semesta

أَبَاحَ لَكَ أَنْ تَنْظُرَ مَا فِي الْمُكَوَّنَاتِ, وَمَا أَذِنَ لَكَ أَنْ تَقِفَ مَعَ ذَوَاتِ الْمُكَوَّنَاتِ: قُلِ انْظُرُوْا مَاذَا فِي السَّمَوَاتِ. فَتَحَ لَكَ بَابَ الْأَفْهَامِ, وَلَمْ يَقُلْ: انْظُرُوْا السَّمَوَاتِ, لِئَلَّا يَدُلَّكَ عَلَى وُجُوْدِ الْأَجْرَامِ

“Allah Swt mengizinkanmu untuk melihat semua yang terdapat dalam alam semesta, akan tetapi tidak menginginkanmu untuk berhenti sampai disitu saja. Katakanlah: Lihatlah apa yang ada di langit. Dia membukakan bagimu pintu pemahaman, dan tidak mengatakan: Lihatlah langit. Semua itu dilakukan-Nya untuk menunjukkanmu tentang keberadaan benda langit.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Allah Swt menginzinkan Anda untuk melihat apa saja yang ada di dalam alam semesta ini, agar Anda bisa merenungkannya dan memahami rahasia yang ada di baliknya. Selain itu, Anda juga bisa menyaksikan kesempurnaan ciptaan-Nya dan keagungan-Nya dari berbagai persitiwa yang terjadi. Misalnya, jikalau Anda merasakan angin bertiup, maka Anda bisa memahami bagaimana Maha Hebat-Nya yang mampu mengendalikan angin sesuai keinginan-Nya. Jikalau Anda melihat hujan turun, maka Anda mengetahui bagaimana kuasa-Nya yang mampu menurun air dari langit. Dan masih banyak lagi pelajaran yang bisa diambil dari alam semesta ini. 

Sebenarnya, izin yang diberikan-Nya kepada Anda untuk melihat ada tujuan besar di baliknya. Anda tidak dibolehkannya berhenti disitu saja, namun harus merenungkannya dan memikirkannya, agar Anda bisa mencapai Ma’rifat mengenal-Nya. Jikalau Anda hanya sekedar takjub saja dan mengagumi, maka hal itu justru akan menjadi bumerang bagi Anda, yaitu menghijab Anda dari cahaya-Nya. 

Jikalau Anda melihat pemandangan yang indah, jangan hanya sekedar berdecak kagum, namun ucapkanlah: Subhanallah, kemudian masukkanlah ke dalam relung-relung hati Anda dan renungkanlah bagaimana ke-Maha Besaran sang Penciptanya. Jikalau Anda mampu melakukannya, maka Anda juga akan mampu mendapatkan cahaya-Nya, yang akan mengantarkan Anda menuju Marifat-Nya. Namun jikalau sebaliknya, maka ia justru akan menghijab hati Anda. Semakin Anda menikmati ciptaan-Nya, maka justru Anda akan semakin jauh dari cahaya-Nya. 

Ingatlah baik-baik, Anda diperintahkan melihat alam semesta ini, agar Anda mampu memahami ke-Maha EsaanNya, mengakui adanya alam Ghaib dan mengetahui keagungan-Nya, bukan untuk menunjukkan eksistensi-Nya, karena Dia adalah Zat yang Maha Zhahir dan Maha Besar, yang tidak memerlukan alam semesta ini dan semisalnya untuk menunjukkan eksistensi-Nya. 

Penjelasan ringannya seperti ini: Jikalau Anda adalah seseorang yang mampu membaca susunan huruf, maka apa yang akan Anda lakukan jikalau melihat sebuah kata. Bukankah Anda akan membacana baik-baik dan berusaha memahami makna di dalamnya?! Begitulah keadaan orang yang akan mendapatkan cahaya-Nya. 

Sebaliknya, jikalau Anda hanya seseorang yang buta huruf, maka apa yang akan Anda lakukan jikalau melihat sebuah kata. Bukankah Anda hanya akan sekedar melihat dan menikmati keindahannya, yaitu jikalau tulisan itu indah?! Anda sama sekali tidak ada hasrat dan keinginan mengetahui apa yang ada di baliknya. 

Itulah yang membedakan antara seorang Arif dengan seorang Jahil. Fahamilah baik-baik!!!

Maha Zhahir dan Maha Bathin

Maha Zhahir dan Maha Bathin


Hikmah Keseratus Empat Puluh Satu

Maha Zhahir dan Maha Bathin

أَظْهَرَ كُلَّ شَيْءٍ لِأَنَّهُ الْبَاطِنُ, وَطَوَى وُجُوْدَ كُلِّ شَيْءٍ لِأَنَّهُ الظَّاهِرُ

“Allah Swt menampakkan segala sesuatu, karena Dia Maha Bathin. Dan Dia melipat wujud segala sesuatu, karena Dia Maha Zhahir.” 


Ibn Athaillah al-Sakandari

(Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari)


Anda bisa menyaksikan manusia berjalan, pohon-pohon bergerak dan angin berhembus, semua itu adalah rahmat Allah Swt dan karunia-Nya kepada Anda. Jikalau Dia tidak bersembunyi, maka Anda akan tidak pernah mampu menyaksikannya. Ini dilakukan-Nya untuk menunjukkan kepada Anda, bahwa Dia adalah Zat yang Maha Bathin. 

Sebaliknya, ketika Dia menampakkan diri kepada Anda, maka Anda dan seluruh yang ada di alam semesta ini akan lenyap dan larut dalam kefanaan. Ini dilakukannya untuk menunjukkan kepada Anda, bahwa Dia adalah Zat yang Maha Zhahir. 

Pelajaran berharga yang bisa Anda peroleh di bagian ini adalah mengenai wujud hakiki. Ingatlah, bahwa semua yang ada di dunia ini adalah semu dan fana. Hanya Allah Swt semata yang akan abadi dan wujudnya hakiki. Jadi, jangan pernah menyombongkan diri, karena Anda akan menghadapi kebinasaaan, baik Anda menginginkannya maupun tidak. 

Allah Swt Menampakkan Diri di Alam Semesta

Allah Swt Menampakkan Diri di Alam Semesta


Hikmah Keseratus Empat Puluh 

Allah Swt Menampakkan Diri di Alam Semesta

لَوْلَا ظُهُوْرُهُ فِي الْمُكَوَّنَاتِ مَا وَقَعَ عَلَيْهَا وُجُوْدُ أَبْصَارٍ. لَوْ ظَهَرَتْ صِفَاتُهُ اضْمَحَلَّتْ مُكَوَّنَاتُهُ

“Jikalau bukan karena penampakan Allah Swt di alam semesta, maka tidak akan ada pandangan yang menyaksikannya. Jikalau sifat-sifatNya terlihat, maka alam semesta ini akan lenyap.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau Allah Swt tidak menampakkan sifat-sifatNya di alam semesta ini, maka Anda tidak akan pernah bisa menyaksikannya. Mungkin Anda akan bertanya: Kenapa tidak bisa; padahal saya bisa menyaksikannya dengan jelas? 

Begini, sebenarnya alam semesta ini dengan seluruh isinya adalah sesuatu yang fana, dan hakikatnya adalah tiada. Hanya saja, Allah Swt memberikan sedikit sifat wujud-Nya kepadanya, sehingga Anda bisa menyaksikannya seperti sekarang ini. Oleh karena itu, Anda tidak boleh lalai karenanya. Ingatlah, wujud hakiki itu adalah wujud-Nya. 

Jikalau Dia ingin menampakkan sifat-sifatNya dengan wujud sebenarnya, maka tidak akan ada sesuatupun yang bertahan di dunia ini. 

Semuanya akan hancur lebur. Cobalah Anda ingat-ingat kembali bagaimana kisah Bani Israel yang ingin melihat-Nya. Gunung yang menjadi objek penglihatan mereka menjadi hancur, dan semua pingsan tak sadarkan diri. 

Tidakkah Anda menyadari bagaimana kuat dan kokohnya sebuah gunung, namun ia tetap tidak mampu memikul penampakan Zat yang Maha Kuasa dan Maha Agung. 

Waham yang Menghijab

Waham yang Menghijab


Hikmah Keseratus Tiga Puluh Sembilan 

Waham yang Menghijab

مَا حَجَبَكَ عَنِ اللهِ وُجُوْدُ مَوْجُوْدٍ مَعَهُ, وَلَكِنْ حَجَبَكَ عَنْهُ تَوَهُّمُ مَوْجُوْدٍ مَعَهُ

“Bukan keberadaan benda yang menghijabmu dari Allah Swt, akan tetapi Wahm tentang adanya sesuatu bersama-Nya yang menghijabmu.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]

 

Jikalau Anda bertanya-tanya, kenapa Anda tidak mampu mengetahui rahasia di balik sesuatu, atau Anda belum mendapatkan cahaya Ilahy, maka ketahuilah bahwa itu terjadi bukanlah karena materi atau apapun yang Anda di alam semesta ini. Tidak, sama sekali tidak, karena semua yang ada di dunia ini tidak akan mampu menghalangi cahaya-Nya. Ia hanyalah makhluk yang tidak bisa disepadankan dengan Khalik. 

Sebenarnya, yang menghijab Anda adalah kesibukan Anda dengan makhluk-Nya. Anda terlalu sibuk mencari harta, sehingga lupa ibadah. Anda terlalu sibuk mencari penghargaan, sehingga menomor duakan-Nya. Ingatlah, jangan sampai Anda sibuk dengan makhluk, sehingga lupa dengan Khalik. 

Jikalau Anda mau berfikir dan merenungkannya baik-baik, maka Anda akan mendapati bahwa alam semesta ini dengan segala isinya hanyalah kamuflase belaka. Tidak asli dan abadi. Hanya Allah Swt semata-mata yang abadi dan asli. Jikalau Dia ingin menghancurkan dunia ini, maka Dia mampu melakukannya dengan satu kata saja “Kun”. Oleh karena itu, ia tidak mampu dan tidak akan bisa menghijab cahaya-Nya. Andalah sumber masalahnya. 

Intinya, jadikanlah alam semesta ini sebagai sarana menuju Allah Swt. 

Cahaya Keyakinan

Cahaya Keyakinan


Hikmah Keseratus Tiga Puluh Delapan

Cahaya Keyakinan


لَوْ أَشْرَقَ لَكَ نُوْرَ الْيَقِيْنِ لَرَأَيْتَ الْآخِرَةَ أَقْرَبُ مِنْكَ مِنْ أَنْ تَرْحَلَ إِلَيْهَا وَلَرَأَيْتَ مَحَاسِنَ الدُّنْيَا قَدْ ظَهَرَتْ كِسْفَةُ الْفَنَاءِ عَلَيْهَا

“Jikalau cahaya keyakinan menarangimu, maka engkau akan melihat akhirat lebih dekat kepadamu daripada engkau berjalan menujunya, dan engkau akan melihat keindahan-keindahan dunia telah menunjukkan kepunahannya.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau cahaya keyakinan menyinari Anda mengenai hakikat semua yang ada di dunia ini dan semua yang dikabarkan oleh Allah Swt, maka Anda akan melihat Akhirat berada di hadapan mata Anda. Kematian sudah menanti Anda dengan cengkramannya. Anda tidak akan mampu berjalan menghampirinya, karena ia sendiri sudah terasa di hadapan mata Anda. Pada waktu itu, Anda akan melihat para penghuni surga dengan segala kenikmatannya dan kesenangan yang dirasakannya. Anda juga akan melihat para penghuni neraka dengan segala siksaannya dan kesengsaannya. Semua itu akan memberikan efek jera yang luar biasa kepada Anda, sehingga Anda menjauhi semua larangan-Nya dan menjalankan semua perintah-Nya. 

Ketika Anda menyaksikan dunia dengan segala keindahannya, maka Anda akan mendapatinya di ujung kehancurannya. Harta, jabatan, kumpulan materi dan sebagainya tidak akan mampu menyelamatkan Anda sedikitpun. Anda akan menyaksikan orang-orang yang dulu mencintainya dan tergila-gila mendapatkannya menyesali perbuatannya. Dulu, mereka rela menjadi hambanya, sekarang mereka justru mencelanya dan ingin melepaskannya. Tetapi itu hanyalah harapan kosong, karena pintu pertaubatan sudah tertutup baginya. 

Ingatlah, dunia ini hanyalah sementara. Tidak ada yang abadi. Walaupun Anda memiliki segudang harta, mobil-mobil mewah, jabatan-jabatan mentereng dan sebagainya, namun semua itu tidak akan mampu menyelamatkan Anda sedikitpun di Akhirat kelak. Hanya ibadah dan amal shaleh sajalah yang akan membantu Anda menghadapi azab-Nya

Jikalau Anda mampu menyingkap hakikat kehidupan dunia ini, maka Anda akan mendapatinya penuh kehinaan dan tidak ada harganya sama sekali. Jangan Anda sampai tertipu dan larut di dalamnya. Dunia adalah sarana, maka mamfaatkanlah ia sebaik-baiknya. Jikalau Anda memiliki kelebihan harta, maka sumbangkanlah di jalan-Nya. Jikalau Anda memiliki jabatan tinggi, maka gunakanlah untuk menegakkan kalimat-Nya di muka bumi. Hanya itulah cara terbaik untuk mendapatkan ridho-Nya dan terhindar dari neraka-Nya di Akhirat kelak.

Sahabat Sejati

Sahabat Sejati


Hikmah Keseratus Tiga Puluh Tujuh

Sahabat Sejati 

مَا صَحِبَكَ إِلَّا مَنْ صَحِبَكَ وَهُوَ بِعَيْبِكَ عَلِيْمٌ, وَلَيْسَ ذَلِكَ إِلَّا مَوْلَاكَ الْكَرِيْمُ. خَيْرُ مَنْ تَصْحَبُ, مَنْ يَطْلُبُكَ لَا لِشَيْءٍ يَعُوْدُ مِنْكَ إِلَيْهِ

“Tidak ada seorangpun yang bisa disebut sahabatmu, kecuali orang yang menemanimu dan ia mengetahui aibmu. Dan itu tidak ada yang bisa melakukannya, kecuali Penguasamu yang Maha Mulia. Sebaik-baik orang yang engkau temani adalah seseorang yang mengharapkanmu, bukan untuk sesuatu yang akan diperolehnya darimu.” 


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Apakah Anda mengetahui siapakah sahabat Anda sebenarnya? Apakah Anda mengira orang-orang yang berada di sekitar Anda adalah para pencinta sejati Anda dan akan selalu bersama Anda? Tidak. Mereka akan meninggalkan Anda, ketika ada sesuatu yang tidak diinginkannya dari Anda. Atau ia mendapati Anda tidak memberikan sesuatu mamfaat kepadanya. 

Ingatlah, sahabat sejati adalah orang yang setia menemani Anda dan ia mengetahui aib Anda. Jikalau seseorang bersahabat dengan Anda; sedangkan ia hanya mengetahui kebaikan Anda, maka ketahuilah bahwa ia suatu hari akan meninggalkan Anda, yaitu ketika aib Anda diketahuinya. Ketika itu, Anda akan menangis menyesali diri, karena begitu terpesona dengan pujiannya. 

Perhatikanlah orang-orang yang loyal di sekitar Anda. Bukankah mereka mencintai Anda karena ada hubungan budi dengan Anda, baik materi maupun spritual. Ada sikap pragmatis di balik hubungan yang mereka jalin dengan Anda. Apalagi mereka hanya mengenal kebaikan Anda. Jikalau suatu hari mereka tidak mendapatkan lagi apa yang diinginkannya, maka mereka akan meninggalkan Anda dan menjauh. 

Hanya ada satu yang tidak akan meninggalkan Anda dan Dia mengetahui semua aib Anda, yaitu Allah Swt. Dia akan selalu mengawasi Anda. Mencurahkan rezki-Nya dan karunia-Nya kepada Anda; sekalipun Anda kufur kepada-Nya. Kasih sayang-Nya tidak akan terputus; walaupun Anda selalu meninggalkan perintah-Nya. 

Itulah sahabat sejati, yang akan membuat Anda merasa senang dan bahagia berada di sisi-Nya dan di hadapan-Nya. 

Siapa yang Paling Layak Dipuji?

Siapa yang Paling Layak Dipuji?


Hikmah Keseratus Tiga Puluh Enam

مَنْ أَكْرَمَكَ إِنَّمَا أَكْرَمَ فِيْكَ جَمِيْلَ سِتْرِهِ, فَالْحَمْدُ لِمَنْ سَتَرَكَ, لَيْسَ الْحَمْدُ لِمَنْ أَكْرَمَكَ وَشَكَرَكَ

“Jikalau ada orang yang memuliakanmu, maka sesungguhnya ia hanyalah memuliakanmu karena keindahan tutup Allah Swt. Pujian itu hanyalah layak dimiliki oleh Zat yang menutupi aibmu, ia tidak layak diberikan kepada orang yang memuliakanmu dan berterima kasih kepadamu.”


(Ibn Athaillah al-Sakandari)

[Kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari]


Jikalau ada seseorang yang memuji Anda, maka jangan Anda terlalu senang dan larut dalam kebahagiaan. Ingatlah, ia memuji Anda karena hanya melihat sisi kebaikan dalam diri Anda. Ia sama sekali tidak mengetahui sisi kejelekan Anda. Seandainya ia tahu, maka Anda bisa membayangakan apa yang akan terjadi. Alih-alih akan memuji Anda, ia justru akan mencaci dan mencela Anda, bahkan menjauhi Anda. 

Oleh karena itu, yang paling layak Anda syukuri adalah Zat yang telah menutupinya, yaitu Allah Swt. Bersyukurlah kepada-Nya dan berterima kasihlah. Jangan justru berterima kasih kepada orang yang memuji dan menyanjung Anda. Itu adalah jebakan. Jikalau Anda tidak hati-hati, maka Anda akan terperosok ke dalam jurang kemaksiatan. 

Berterima kasihlah kepada Allah Swt yang telah menutupi segala aib Anda, sehingga Anda dipandang mulia dan terhormat di hadapan segenap umat manusia. Berusahalah untuk selalu membenarkan pujian yang dilontarkan kepada Anda, yaitu dengan menjaga diri untuk selalu berada di jalan kebenaran.